Oleh: Faidi Ansori
“Hanya kesadaran untuk bersatu yang akan mengantarkan
kita pada peradaban bangsa yang besar”
(PANCAWARNA)
Hidup
Mahasiswa! Atau Matilah Mahasiswa!
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyadarkan para penggagas PANCAWARNA dari
keterpurukan moral kaum hedonis, apatis, egosentris, dan
kediktatoran-kediktatoran kelompok-kelompok organisasi yang di bawa oleh
pribadi-pribadi pengekor dan penengadah, serta tidak mau berproses pada tuntunan
Ideologi, azas atau ismenya yang murni baik didalam organisasinya masing-masing.
Saudara-saudariku,
kawan-kawanku, sahabat-sahabatiku, kakanda-adindaku, imawan-imawatiku, bung dan
sarinahku, cak-broku, coi-abangku, dan panggilan-panggilan sapaan akrab lainnya
yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu kepda kalian, tetapi salam hormat
dan persatuan tetap kami sampaikan dengan mesra, seperti sifat manusia humanis yang lain.
Saudara-saudariku
yang terhormat, bertahun-tahun berlalu Indonesia merdeka pada tanggal 17
Agustus 1945. Kemerdekaan tersebut didapat karena semua kelompok dan rakyat mau
bersatu bersama-sama melawan kaum penjajah, sehingga tercapailah revolosi
besar, namun kemerdekaan tersebut tidaklah sempurna tercapainya, sebab kemerdekaan
haruslah 100%, demikian Tan Malaka berucap. Akan tetapi harus tetaplah kita
mengingat perkataan Kusno, bahwa kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945
hanyalah pintu gerbang, jembatan awal untuk kemerdekaan sempurna dikemudian
hari.
Dibalik
kemerdekaan Indonesia banyak pula sumbangsih sarjana-sarjana seperti: Sukarno,
Hatta, Tan Malaka, Syahrir, dan kawan-kawan lain semasanya. Dibalik semua
itu karena semangat persatuan. Namun akan hilanglah semangat daripada mereka,
apabila kaum pemuda dan Mahasiswa di era sekarang terlena pada pribadi sendiri
dan kepentingan kelompok, serta memamerkan kekuatan masa untuk kekuasaan
sementara.
Saudara-saudariku
yang kami cinta. Kiranya sudah cukup susunan kata-kata, kalimat-kalimat, dan
pragraf-pragraf diatas sebagai stimulus untuk saudara-saudari sekalian sebagai
rangkaian pembuka. Kini sudah tiba maksud daripada itu semua dengan
hadirnya PANCAWARNA di depan kalian, tiada lain sebagai wadah pemersatu
dan rasa kesadaran untuk bersama-sama melawan ketidakadilan dari
kelompok-kelompok pemecah yang bertarung hanya demi kepentingan kelompoknya
sendiri, tetapi bukan dari ajaran Ideologi dan Teologinya yang murni.
Aktivis-aktivis
Mahasiswa dari berbagai macam organisasi eksternal kampus yang berlebelkan
Ideologi dan Teologi dengan bermacam jargon ciptanya membuat kami
bertanya-tanya untuk maksud apa organisasi tersebut dibentuk?, dengan alasan
apa Ideologi dijadikan pandangan hidup dan harga mati kalau cukup dipamerkan
dipanggung kekuasaan dan ruang-ruang kecil kelompokny, tetapi keyakinan kami
tidaklah seperti itu jawabannya. Kami percaya organisasi tersebut pasti
mempunyai tujuan baik, maksud baik demi mencapai kesejahteraan bersama dengan
menjalankan isme masing-masing.
Banyak
sekali organisasi kemahasiswaan besar dalam panggung sejarah Indonesia serta
sumbangsihnya terhadap rakyat dan negara, seperti: HMI, GMNI, PMII, IMM, KAMMI, PMKRI, GMKI, LMND, GMSOS,
dan lain-lain.
Saudara-saudariku,
perlu kiranya kami sampaikan kepada kalian, bahwa latar belakang lahirnya PANCAWARNA karena
melihat realitas yang terjadi dilapangan bersama Mahasiswa-mahasiswa fanatik,
egosentris, dan apatis terhadap kebenaran ajaran yang dibawa, serta mengaku
diri dan kelompoknya paling benar dan yang tidak sejalan kemudian dianggap
sesat dan salah. Pemikiran sempit tersebut tidak cocok berada dipermukaan alam
Mahasiswa.
Mahasiswa
yang tergabung diberbagai organisasi kemahasiswaan baik internal ataupun eksternal
kampus, tidak sedikit karena kemauannya sendiri. Namun disebabkan ada dorongan
dari luar untuk masuk kedalam dengan gaya pergerakan. Perlombaan pencarian
kader dan anggota seakan-akan itu adalah kebiasaan baik untuk masadepan
kekuasaan. Menuduh orang dan oganisasi lain dengan kekejian seakan-akan
diperbolehkan untuk ajang perebutan masa kader demi besarnya organiasasi.
Perekrutan kader dengan promosi organisasi dianggap tradisi. Perolehan masa
paling terbanyak adalah bentuk daripada kesuksesan itu sendiri, tetapi bukan
untuk kebaikan dan progresnya organisasi. Ide-ide dan gagasan ilmu pengetahuan
yang didapat dari organisasi banyak dipergunakan untuk eksistensi bukan esensi.
Lambang organisasi dijunjung tinggi melebihi tuhannya sendiri, dan dibawa
dengan baju buatan sendiri, hasil dari kesepakatan kelompok masing-masing.
Janji-janji kekuasaan dan kepetingan didorong dengan Ideologi untuk
melambangkan kebenaran tanpa bukti-bukti suci, dengan literatur-literatur dan
diskusi-diskusi diwarung-warung kopi demi sensinya pribadi. Ini semua
disebabkan pemikiran sempit akal budi dan hati nurani.
Saudara-saudariku,
Pancawarna bukan milik satu orang dan yang sadar untuk melahirkannya. Namun
Pancawarna lahir karena kesadaran bersama dengan latar belakang perbedaan, sehingga
bersatulah dengan kesadaran itu. Pancawarna hadir untuk menyadarkan yang tertidur,
bukan yang tidur menyadarkan yang tidur. Pancawarna hadir dengan jiwa seni
sinkretisme, berpadu menjadi satu.
Tidak
menjadi persoalan karena pemikiran Aswaja dengan memegang Nilai Dasar
Pergerakan (NDP), atau Islam univers dengan Nilai Dasar
Perjuangan (NDP), ataupun Marhaenisme dengan azaznya, apalagi pemahaman
ke-Nusantaraan yang dibawa pada pandangan, atau tentang Muhammadiyah dan
ajaran-ajaran lain yang dibawa oleh latar belakang organisasi manapun, asal mereka
mau bersatu, berpada bersama-sama. Maka Pancawarna menerimanya dengan leluasa.
Inilah esensi sebenarnya didalam Organisasi Pancawarna.
Kami PANCAWARNA yakin,
bahwa Mahasiswa Nahdiyin, Mahasiswa yang Islamnya bersifat Univers, para
Mahasiswa yang membawa nilai-nilai ke-Nusantaraan, para Mahasiswa Marhaenis,
dan Mahasiswa-mahasiswa lain yang tidak sempat bergabung dalam ruang organisasi,
tentu yang bergabung bisa saling bahu membahu untuk kemaslahatan bersama. Kami
yakin seyakin-yakinnya, jikalau mereka bergotong royong menjadi satu barisan
dan saling mengerti satu sama lain dengan persaudaraan yang tidak mengenal
batas, egosentris, dan fanatisme pimikiran kolot. Maka kemerdekaan kemanusian
akan hadir dan keadilan bersama pasti tercapai.
Sekali
lagi kami tidak mengharap, yang Aswaja supaya berubah faham menjadi pemahaman
ke-Nusantaraan yang asli, atau Islam tanpa kenal golongan-golongan, atau faham
Marhaenisme. Bukan maksud kita menyuruh faham ke-Nusantara yang asli berubah faham
menjadi Islam univers, apalagi menjadi Marhaenisme, atau faham keaswajaan,
tatapi kita hanya mengharap kerukunan, persaudaraan, dan kesadaran antar
golongan-golongan itu untuk bersatu. Inilah maksud kita yang sebenarnya.
Pancawarna
bukan itu semua, Tapi Pancawarna bisa menjadi itu semua.
Bersatulah
Mahasiswa Indonesia!
Penggagas
lahirnya Pancawarna:
1. Saudara
Riko Sebastian Ariesta
2. Saudara
Dika Farisy
3. Saudara
Yongky Pranata
4. Saudara
Faidi Ansori
5. Saudara
Ramadhan Mustika Pamungkas
6. Saudara
Aryo Gendeng (Ach. Fauzi Wibowo Saputro)
Terimakasih
saudara-saudari sudah sadar untuk membaca tulisan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi