Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

RAKYAT INDONESIA BUKAN PERKAKAS KAUM FEODAL

Sabtu, 04 November 2017

Oleh: Faidi Ansori
”Feodalisme kuno yang terutama sekali feodalismenya Brahmanisme, yang tidak memberi jalan sedikitpun jua pada rasa kepribadian yang menganggap raja beserta bala keingratannya sebagai titisan dewa dan menganggap rakyat sebagai perkakas melulu dari pada titisan dewa itu,”
(Sukarno, Mencapai Indonesia Merdeka)

Rakyat Nusantara dan Indonesia sebenarnya belumlah merdeka seutuhnya, bukan hanya Tan Malaka yang mengatakan bahwa Indonesia tidak merdeka 100%. Namun Prof. Veth juga mengatakannya dengan tegas bahwa “Sebenarnya Indonesia tidak pernah merdeka. Dari zaman purbakala sampai sekarang, dari zaman ribuan tahun sampai sekarang, dari zaman hindu sampai sekarang”, itulah perkataan Prof. Veth yang dikutip oleh Sukarno dalam bukunya (Mencapai Indonesia Merdeka).

Penjajahan bangsa atas bangsa, penjajahan rakyat atas rakyat sendiri, dan penjajahan pemimpin akan yang dipimpin membuat suatu bangsa atau organisasi yang dinamakan Negara membuatnya tidak merdeka dan tetap pada situasi jajahan. Tunduk pada negara lain atau bahkan terhadap kekuasaan pemimpin atas nama pribadi bukan berdiri diatas semua golongan akan pasti melahirkan kesengsaraan besar yang membuat suatu bangsa tidak akan merdeka selama-lamanya. Tapi apa benarkah pertakaan para pujangga itu ketika melihat negara kita sekarang yang sudah tergoyang persatuan dengan makarnya terorisme, radikalisme, fanatisme golongan keagamaan, korupsiisme, nepotiisme, kolusiisme, koncoisme, dan lain-lain problematika yang terjadi nampak di Indonesia sekarang. Maka jawabannya betul kiranya para pujangga itu mengatakan bahwa kita dalam kedaan demam dan tak merdeka seutuh-utuhnya. Karena Indonesia sekarang bukan lagi menghadapi bangsa lain dengan cara jajahan yang lebih halus dengan alat-alat canggih Pos-Moderent bangsa barat tetapi yang dihadapi bangsa kita sekarang adalah bangsa sendiri dengan membawa tradisi dan kebudayaan nenek moyang yang kolot, baik budaya, tradisi, agama, dan konsep kepemerintahan serta lain-lain. Inilah yang menyebabkan bangsa kita tak merdeka 100%.

Ketidakmerdekaan suatu bangsa dan negara karena banyak sebab terjadinya. Apa sebab suatu negara tidak merdeka dan kenapa pula setelah kemerdeaan awal didapat. Namun ternyata masih tetap ada sistem-sistem yang mau merenggut kemerdekaan tersebut. Apa saja sistem yang merenggut kemerdekaan suatu bangsa tersebut? Maka tentu banyak pertanyaan-pertanyan yang membuat diri kita bingung, siapakah sistem yang membuat suatu negara terjajah dan sulit untuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah dicapai. Dialah sistem kapitalisme, imperialisme, kolonialisme, dan feodalisme. Semua itu membuat penyakit dinegara Indonesia merdeka. Dengan ini perlu kiranya musuh-musuh itu diketahui oleh halayak, bahwa sistem-sistem demikian tidak cocok keberadaannya dibumi kita Indonesia. Kita harus menolak, terutama sekali sistem feodalisme dengan sedemikian kuat mencokol diwaktu kerajaan-kerajan bangsa kita dikenal dengan nama Nusantara.

Istilah feodalisme baru muncul sejak abad 17 dengan difinisinya sebagai struktur pendeligasian kekuasaan Sosio-Politik yang dijalankan oleh kalangan bangsawan dengan sistem monarki untuk mengendalikan berbagai wilayah yang diklaemnya melalui kerjasama dengan pemimpin-pemimpin lokal sebagai mitra. Namun karena penggunaan sistem feodalisme tersebut semakin lama semakin berkonotasi negatif dan hanya memberikan kekuasaan besar terhadap golongan bangsawan serta sistemnya yang hanya mengagung-angungkan pangkat dan jabatan. Maka sistem tersebut menjadi jelek dan itu tidak bisa kita terima keadaannya dimasa sekarang dan akan datang.

Mari kita mencoba berfikir sebelum kita mendengar munculnya istilah feodalisme itu serta difinisinya dan cobalah singgungkan dengan tradisi bangsa kita sebelum muncul istilah bangsa Indonesia. Kita perlu tahu bahwa sistem feodalisme bukanlah sesuatu hal yang baru didengar, bahkan sebelum lahirnya istilah tersebut, bangsa kita sudah berabad-abad tahun lamanya sejak bangsa kita bernama bangsa Nusantara dengan sistem Monarkinya (Raja). Namun harus diingat dengan adanya sistem feodalisme diwaktu kerajaan-kerajaan besar sebelum bernama Indonesia dan Hindia Belanda itu. Maka nasib rakyat kita bagai perkakas oleh raja-raja dengan segala bala keningratannya. Rakyat dipaksa untuk patuh pada sang raja baik atau buruk, mereka tidak diberi bergerak secara leluasa untuk menentukan nasib sendiri menuju masa depan dan anak keturunannya. Nasib rakyat pada waktu itu terpaksa mengikuti para ningrat sebagai kaum atasan. Mereka menderita ditanah sendiri dengan sistem feodalisme yang dibuat oleh raja-raja dan ningrat itu. Tanah yang dimiliki oleh petani bukan lagi milik mereka secara utuh sebab hasil dari pertanian dan segalanya masih dimintai pajak. Namun malah dimiliki kaum ningrat dan raja-raja. Bumi kita sendiri sudah dimonopoli oleh kaum atasan. Maka patutkah bila milik kita diberikan kepada sang raja atau kalau sekarang terhadap presiden dan pemerintah lain dibawah kekuasaannya. Tidak merasa kasihankah kita pada rakyat dimana mereka hanya dijadikan perkakas oleh diri yang mengaku keturunan dewa dan rakyatnya dianggap perkakas. Dimanakah letak kemanusian kita, dimanakah kemanusian sang raja, diamanakah kemanusian kaum ningrat, dimanakah kita memahami sejarah masa lalu yang seharusnya diadopsi baiknya saja dikehidupan masa lalu itu untuk kondisi sekarang abad ke-21 dan dikemudian hari. Merasa belaskasihankah kita pada rakyat yang dirugikan dan dikungkung dengan sistem feodalisme itu dinegeri Indonesia ini. Apakah kita masih punya keinginan lagi akan sistem-sistem tersebut yang secara jelas-jelas merugikan segenap rakyat. Kita adalah manusia dan seharusnya bersikap manusiawi, dengan ini kita harus mengerti semengerti-mengertinya bahwa hidup mereka adalah nyawannya dan nyawanya juga hidupnya.

Sistem feodalisme janganlah sampai bertumbuh besar apalagi sampai menjadi pandangan hidup dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara Indonesia. Kekuatan-kekuatan feodalisme dimasa lalu besar adanya ketika kerajaan Kutai, Sriwijawa, Majapahit, Mataram, Pajajaran, Bintara, dan yang lain-lain. Namun kita terkadang buta untuk melihat sejarah dimasalalu sejak zaman feodalisme itu. Pernahkah kita tahu perang kaum feodalisme tua dan feodalisme muda antara Majapahit dan Demak, antara Banten dan Pajajaran. Tidakkah kita tahu dengan perang itu maka bangsa kita dimasa lalu membuat mereka lembek tak berkekuatan. Apakah kita tetap mau perang sesama saudara sebangsa. Apakah kita tetap mau dengan sistem feodalisme tersebut. Marilah kita buka mata lebar-lebar, perasaan, dan akal sehat secara mendalam, bahwa sistem demikian tidak boleh adanya dinegara Indonesia ini. Jangan jadikan rakyat sebagai perkakas dari sistem-sistem tersebut agar rakyat bisa hidup sejahtera sebagaimana bunyi silla terakhir didalam Pancasila. Rakyat bukanlah perkakas para raja-raja, ningrat-ningrat, pemimpin-pemimpin, dan golongan-golongan tertentu dengan kepentingan untuk kekuasaannya sendiri. Kasihanilah nasib rakyat yang menderita oleh masalalu dan jangan sampai terulangi dimasa kita sekarang dengan nama Indonesia dan Pancasila. Percayalah bahwa Pancasila menolak sistem-sistem feodalisme, percayalah bahwa negara Indonesia tidak menawarkan sistem-sismtem yang tidak mendukung rakyatnya untuk merdeka. Percayalah bahwa hanya manusia Indonesia yang tidak mengerti Indonesia akan tetap pada pola tersebut. Ingatlah bahwa Pancasila menolak akan sistem feodalisme dalam bentuk apapun dan dari latar belakang bangsa apapun. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kolom komentar diisi