Oleh : Homaidi
Tanpa ada
keinginan untuk merendahkan siapapun, judul diatas hadir atas susunan premis
persoalan yang kiranya membuat miris, terutama penulis sendiri. Hal ini berawal
dari persoalan, kegelisahan, dan penyesalan tentunya kepada golongan yang
identitasnya pada sebuah warna.
Bukan
permasalahan pigmen kulit yang kiranya dapat menghantarkan pada rasisme, bukan.
Melainkan persoalan sederhana pada sekelumit organisasi mahasiswa dengan
identitasnya masing-masing. Baik itu berupa warna dominan pada bendera atau
atribut dan logo yang menyertainya. Karena memang tidak dipungkiri kita hidup
pada simbol-simbol. Jika dikaji lebih jauh simbol dapat mengantarkan pada
pembentukan pola pikir, paradigm, dan sampai pada taraf ideologi. Sudah, saya
rasa kita semua menyepakati hal demikian. Jadi, sampai sini saya perkenankan
anda untuk tidak membantah. Hehehe, ~
Syahdan,
permasalahan yang sering muncul adalah fanatic yang mengarah pada radikalisme
mobilisasi masa. Jika senada dengan Prof. Mahfud, maka sebenarnya fanatik itu
boleh dan sah saja. Yang tidak boleh adalah jika sudah memasuki radikal.
Sekarang kita ambil contoh, dalam sekelumit dunia mahasiswa kita kenal dengan
organisasi mahasiswa GMNI, HMI, dan PMII. Tentunya tiga nama tersebut sudah
tidak asing ditelinga kita semua. Jauh sebelum hari ini tiga oraganisasi
tersebut sudah dominan identitasnya dari hal warna misalnya, GMNI yang identik
dengan merah-hitam, HMI dengan hijau-hitam, dan PMII dengan kuning-biru. Juga; mereka
hadir dengan ideologi mereka masing-masing, karena memang ideologi ibaratkan
ruh dalam organisasi tersebut.
Salahkah hal
demikian? Ya, jelas tidak salah. Hanya orang yang kurang belajar sejarah saja
yang bilang kalau hal itu salah. Organisasi itu hadir atas suatu persoalan dan
ingin menawarkan sebuah solusi atas ketimpangan sosial khususnya. Dulu, biar
saya ceritakan di Indonesia sempat terjadi mobilisasi warna, misalnya pada masa
Golkar (sengaja saya coret
biar susah dibacanya). Saat itu partai tersebut sedang mendominasi birokrasi
pemerintahan. Akhirnya, banyak gedung dan bahkan sampai rumah harus berwarna
sesuai warna benderanya. Apakah anda masih ingat? Kalau tidak mungkin umur saya
saja yang terlalu tua. Sekarang kita pakai logika dasar dan berbicara sesuai
kenyataan lapangan, hal itu masih dalam taraf wajar dan alamiah. Seperti: saya
memiliki organisasi dan kebetulan saya mendapat kedudukan penting dalam
pemerintahan, otomatis alamiah yang muncul adalah memasukan yang senada dengan
saya (dari organisasi yang sama). Hal ini masih taraf alamiah. Namun, kecacatan
pola pikirnya seperti jika sudah memaksakan orang lain untuk senada dengan
kita. Terlebih jika semua memiliki inisiatif yang sama, bisa dipastikan
sikut-sikutan menjadi agenda berikutnya.
Tidak sampai
situ, hal ini akan berdampak pada budaya musyawarah kita, yang nantinya akan mengedepankan
egosentris daripada mufakat sosial. Sering terjadi tidak sepakat dengan
argument orang yang tidak senada organisasi dengan kita. Sangat disayangkan memang.
Walaupun juga pernah bapak kita terdahulu sering tidak sepemikiran, misalnya
Soekarno – Hatta. Tapi, yang jelas ketidakselarasan tersebut hadir atas dasar
persatuan.
Begini saja, biar kita saling mengingatkan. Semua orang ataupun
organisasi yang punya alur pemikiran itu ibaratkan alat kelamin. Semua
memilikinya. Tapi, jangan paksa orang lain untuk memeluk alat kelaminmu. Jelas
saudara?
Bukalah pandangan kita seluas-luasnya dengan tidak melihat sesuatu dari
presepektif egosentris diri sendiri hingga menybabkan konflik yang
berkepanjangan. Tak ada yang sahal. Yang salah adalah pemahaman pendek
berlandaskan ego dan nafsu. Maka marilah bersama-sama merubah cara pandang kita
agar diri kita dan orang lain terselamatkan dari rasa benci, sedikit demi sedikit. Membenci atas dasar warna adalah suatu rasa yang
perlu ditanyakan pada diri sendiri. Jika sudah terlanjur memiliki rasa benci, maka pahamilah bahwa rasa benci tersebut bukanlah rasa dari diri kita akan
tetapi rasa dari egoisme kita. Diri dan egoisme kita adalah hal yang berbeda, maka buanglah setiap hal yang tidak datang dari diri kita (setiap hal yang
bedasar dari egoisme).
Sampai sini,
saya kira anda bisa menagkap arah dan maksud tujuan saya. Jadi, jangan
repot-repot menanyakan solusi
*Editor: Bung Time
*Editor: Bung Time
Hadzaanallahu Waiyaakum
Wassalamualaikum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi