Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Kencing dan kentut

Jumat, 24 November 2017

Oleh: Aryo Gendeng
“Aduh, aduh, aduh” suara lirih Pak Raji karena rasa sakit yang nyeri dari perutya. Perut yang kembung itu membebani Pak Raji untuk berjalan. Pak Raji tidak bisa kencing dan kentut. Penyakit apa lagi ini? kok bisa ada orang yang sakitnya seprti itu? Apa mungkin penyakit ini yang dinamaka santet? Ayau kencing manis? Aku juga tidak tau! Yang aku tau, Kak Rosidi menangis sambil memegang perut bapaknya yaitu pak Raji. Adapaun Sumrati istri dari Rosidi juga bercucuran air mata ketika melihat Mertuanya  itu menjerit kecil sambil memegang perutnya. Tidak beda pula dengan Sutiha istri Pak Raji, bukan hanya melepas air mata melainkan menangis sambil berguling-guling ke lantai lantaran penyakit yang meimpa suaminya. Aku harus bagaimana ketika melihat semua telah buntu akal? Apakah aku harus usul untuk membawa Pak Raji ke rumah sakit terdekat? Tidak! itu tidak bisa! aku di sini siapa? Aku hanya anak kecil yang suaranya tidak dibtutuhkan, dengan sangat terpaksa aku harus diam meski aku sudah tak tahan dengan buntunya akal mereka lantaran kepanikan mereka berlarut-larut!

Setelah satu jam aku bergumam dalam hati. Tiba-tiba seorang dengan kopyah putih dan pakaian serba putih disertai dengan ikat kepala putih (Sorban) datang dan masuk dari pintu depan rumah. dia duduk disebelah kiri bu’ Sutihah yang baru saja berhenti berguling-guling. Ternyata yang berpakaian serba putih itu aba bi’in. abanya sepupu ku. Ba bi’in namanya, dia baru dua bulan datang dari tanah mekah. Dengan gaya santai layaknya pak kiayi, dia memberi masukan kepada pak Raji dan keluarganya “Lebih baik dia dibawa ke dokter atau rumah sakit terdekat.” begitulah masukannya, masukan tersebut diterima dengan tidak memberatkan hati pak Raji dan keluarganya, terutama kak Rosidi “memang itu, rencana saya paman, tapi saya lupa karena kebinguan tadi. sepertinya tak ada harapan lagi untuk bapakku! Baiklah ayo cepat mumpung masih tidak terlalu malam”. lontaran kak rosidi membuka otak-otak yang berlarut-larut membuntu tadi.

Di bawah bulan yang memekar Mobil-Mobil berjalan dengan ke elokan dan gaya masing-masing. Mobil truk dengan gaya gagah seperti gajah. Mobil sedan dengan gaya Siputnya. Pemandang diluar mobil sangat indah banyak lampu-lampu yang menempel di depan mobil berjalan dengan kencag. 15 menit perjalanan menuju Puskesmas terdekat. Puskesmas Jerengik kabupaten Sampag Setibanya disana Pak Raji sekeluarga disambut dengan baik oleh perawat dan petugas PUSKESMAS. Pak Raji diangkat bersama oleh perawatnya ranjang yang beroda empat. Entah apa nama dari ranjang itu! dan darimana asal usul ranjang yang bisa berjalan itu! yang  jelas ranjang itu sangat berguna di puskemas.
“Eh, jangan masuk dulu, Pak Raji masih diperiksa oleh Dokter” perawat yang ikut mengangkat pak raji melarang saya dan keluarga Pak Raji masuk kedalam ruangan yang di tempati pak raji.
“Oh, kok bisa. Saya kan keluarganya?”  usaha kak rosidi untuk mesuk ke dalam ruangan itu.
“Bukan begitu pak, tapi jangan memganggu dokter yang berusaha menemukan penyakit ayah sampean!” penjelasan perawat itu membuat kepala kak rosidi mengangguk mengerti dengan larangan perawat itu.
“Baiklah akan aku tunggu di luar kalau seperti itu” ucap Kak rosidi dengan mebebbankn tubuhb ke kursi disamping kanannya.

Penyakit apakah yang mendekap pak raji? Apakah dokter akan menemukannya? atau tuhan yang memberitukan kepada dokter lewat pengetahuan yang dititipkannya? Sungguh termasuk orang yang Musrik kita ini. Mendahulukan diri dalam suatu hal. Padahal kita ini seperti korek yang tidak akan menyala kecuali ada yang menyalakan. Mudah-mudahan tuhan mengampuni kita semua atas ketakabburan kita.

8 menit Kami menunggu di depan kamar yang di tempti pak raji, sehingga dokter itu keluar dengan wajah yang tidak mengenakan hati.
“Bagaimana dok?” pertanyaan kak rosidi memberhentikan dokter yang semula menuju ke ruangannya.
“Ia, begini.  Pak Raji sudah terlalu lama mengidap penyakit itu. penyakitnya kencing batu. Jadi ak Raji harus segera dirujuk ke rumah sakit Kota” jawaban dari pak dokter membuat kak Rosidi mengerti apa yang harus dilakukan setelah itu.
“Baiklah aku akan merujuk ke rumah sakit kota dok” ucap kak Rosidi kepada pak dokter. Dan mau mengurus keperluan yang dibutuhkan untuk dapat dirujuk ke rumah sakit kota.
Dalam perjalanan Pak Raji meminta berhenti di Desa kelampes dekat rumahnya pak Raji. Setelah berhenti.
“Brek. maaf ya semua aku tak mau ke rumah sakit! Tidak!” ucap Pak Raji dengan lari menuju lorong kecil utaranya jalan raya.  Semua orang kaget ketika meliahat pak Raji lari dengan hanya memakai kolor dan sarung yang di sandangnya. Anehnya lagi orang-orang yang menemani Pak Raji dalam mobil itu tidak mengejar Pak Raji. Entah karena heran atau karena apa aku juga tidak tau. Secara sepontan aku membelokan sepeda motor yang ku kendarai ke arah yang sama dengan pak raji, tapi beda jalan. Saya akan memotong jalan dan akan memberentikan pak raji. aduh, kenapa motor ini kok berhenti mendadak, apa yang terjadi apakah motor yang ku kendarai mogok. Apa, adu, dengan sangat terpaksa aku harus mengamarkan motorku ke bengkel. Aku langsung melarikan motor ku ke bengkel terdekat. Langsung saja aku mengejar pak raji yang lari ke utara tadi. Lo kemana Pak Raji? Apakah mungkin dia sudah sampai ke rumahnya? Atau dia ngumpet di rumah tetangga? Mudah-mudahan dia langsung pulang kerumahnya.
*****
“Hahaha. Kenapa kama lari cak?” aku lari karena aku tak yakin dengan para dokter itu.” “kok bisa”
“Pasti nanti di suruh ngurus KK, inilah itulah, pokoknya banyak deh yang harus diurus nati itu” “oh, terus gimana ini” “kini hanya tuhan harapanku”.
Suara-suara siapa itu yang di teras duduk di kursi warna biru? Pak Selamet, dan Pak Raji berbincang-bincang .
“Aku punya kenalan kiyai cak, semua orang yang berobat ke sana pasti sembuh” pernyataan pak Selamet memberi harapan dan minat yang besar untuk pak raji.
“Benarkah” pak raji merespon pernyataan pak selamet dengan memolototkan kepalanya.
“Tapi, anak dan istri Pak Raji  masih belum pulang” pak selamet mengingatkan Pak Raji tentang anak dan istri yang di tinggalkan.
“Tak usa menunggu merekalah, biar mereka menunggu di jalan nanti, ayo berangkat” Pak Raji menepuk pundak pak Selamet, tanpa memikirkan keselamatan anaknya.
“Ok” dengantersenyum pak Selaamet membalas pernyataan pak raji.
“Pak, tunggu” Aku pun mengejar mereka dengan panggilan yang disertai dengan lambaian tangan.
“Iya. ada apa ya cong?” tanya pak Selamet sambil memperhatikan nafasku yang ngos ngosan.
“Ba, ba, bapak berdua, mau kemana?” tanya ku kembali kepada mereka. Sambil mengatur nafas yang ngos ngosan.
“kami mau brobat. Mau minta pendapat pada kiayi”
“Bolehkah saya ikut?” dengan harapan yang sangat, aku ajukan kepada mereka agar bisa bersilaturahmi dengan kiayi.
“Ok, boleh tapi kamu bawa sepeda sendiri ya?” dengan diterimanya aku bercabis kepada kiyayi, aku disuruh membawa sepeda sendiri.
“Baiklah” dengan sangat tergesah-gesah aku naik sepeda mengikuti mereka.

Satu jam aku mengikuti mereka menuju rumah kiayi. Akhirnya samapilah kami dengan selamat. Pak kiyai itu sudah tua. Kira-kira sudah berumur 50 tahun. Dia sangat senang dengan baju lusuh hitamnya. jenggotnya menjadi ciri khas kiyai itu. kami disambut dengan baik bahkan kiyayi itu memberi hidangan untuk kami santap. solusi daripada penyembuhan penyakit yang dibawa pak raji itu ada. Pak Raji di kasih jamu. Kata beliau, jamu racikan sendiri. Pak Raji bukan hanya dikasih jamu tapi di kasih mantra juga. Setelah satujam setengah kami berbincang-bincang dengan kiayi itu. kami pamit untuk undur diri. Bergegaslah kami dari rumah megah pak kiyai itu.
*****
Apa yang terjadi dirumah Pak Raji! Kok banyak orang! Apakah ada orang yang hajatan! atau ada orang meninggal! Mereka menangis! Menangis karena apa mereka itu? Apakah menangis karena ketidak sembuhan pak raji? Oh, ternyata mereka menangis karena Pak Raji menghilang tadi. Mereka pikir pak raji bunuh diri lantaran penyakitnya memberatkan beban mereka. Tidak bapak-bapak dan ibu-ibu. Pak Raji tidak akan melakukan hal yang konnyol. Mungkin karena tidak berpamitan waktu ke rumah pak kiyai. Mereka jadi tidak tau dengan kepergian pak raji.

Setelah 3 hari jamu yang dikasih pak kiayi di minum, Pak Raji sudah tidak sakit perut lagi. Namun perutnya masih kembung. Pas keesokan harinya hari ke empat setelah jamu itu diminum. Pak Raji merasakan sakit yang tak pernah dirasakan sebelumnya. Sakit itu berada di tepat pusar perut. 5 jam lamanya Pak Raji ditanjak sakit itu. meski aku tidak tau rasa sakit perut pak raji, tapi aku tau dan mendengar suara tangisan pak raji. 5 menit kemudian datang seorang ibu tua dengan pakaian yang tak layak di pakai. beliau membawa segelas air yang berwarna kuning . gelas itu bwerikan ke tangan pak raji. Dan pak raji pun mengambil dan langsung meminumnya. Setelah satu menit kemudian ada suara kentut yang bunyinya panjang “Tuuuuuuuuut” siapakah yang ketut itu. apak Pak Raji yang kentut. Apakah mungkin air kuning di gelas tadi yang menyembuhkan? dan siapakah ibu tua tadi? Dia mirip dengan Pak Raji. oh, ternyata ibu itu ibunya Pak Raji. terus air itu, air apa? Apakah mungkin kencing! Sebab warnanya sama dengan kencing. Ia ternyata ibu itu membawa air kencing untuk Pak Raji. Jadi memang benar kata tuhan. Rido tuhan akan tersiram apabila  rido ibunya terlontar. Sembuhlah penyakit pak raji.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kolom komentar diisi