Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Saya Mahasiswa dan Saya Lebih Tampan Dari Anda

Selasa, 28 November 2017

Oleh: Rasyiqi S.Hum, CEO CABARUS.COM

Hai para mahasiswa, jika anda masih merasa mahasiswa silahkan baca tulisan ini. Ini bukan tulisan ilmiah seperti mata kuliah, karena saya tahu anda kurang menyukainya. Sediakan kopi dan sebatang rokok sambil mencoba untuk tenang dalam banyak kekacauan pikiran. Dan saya mohon maaf jika tulisan ini menyakiti hati, asal anda sadar ternyata anda tidak hanya punya otak tapi juga punya hati.

Saya orang desa dan alhamdulillah bisa kuliah di perguruan tinggi dengan gratis. Itu sudah cukup untuk membanggakan orang tua saya. Tapi saya lebih bangga pada orang tua yang hingga detik ini melebihi apa yang telah saya lakukan selama menjadi mahasiswa. Jika saya kuliah di kampus, orang tua saya kuliah di kehidupan. Maka anda boleh congkak kepada siapapun yang sama dengan orang tua saya, tidak berpendidikan, konservatif, kolot dan kampungan. Bayangkan ada berapa banyak anak-anak diluar sana yang tidak bisa sekolah atau mereka yang juga ingin kuliah sepertimu tapi terpaksa bekerja serabutan dan merantau. Bolehlah sombong, karena itu yang diharapkan. Mereka berharap kesombonganmu bisa bermanfaat.

Kini anda sudah berada di kampus dan anda mulai berbicara filsafat, ideologi-idologi dan sebagainya mulai bertahi hingga bertahi lagi. Orang tua saya hanya berbicara bagaimana hidup bahagia dan mati masuk sorga. Kuliah mulai senin sampai jum’at, ngopi mulai pagi sampai malam. Mengisi otak dengan wawasan dan menguras isi dompet.

Di kampus, anda tidak hanya belajar di kelas, tapi juga ikut organisasi, anda kemudian disebut dengan aktifis, organisatoris dan sebagainya. Anda sudah hebat, saya kira. Oh iya, hey, sebentar lagi akan masuk pesta politik kampus. Anda bisa melihat banyak banner sudah dipasang, ada yang memang mengganggu pemandangan dan ada yang tidak. Berpasang-pasangan, seperti mempelai. Saya berdecak kagum, ternyata benar dugaan saya, untuk menjadi pemimpin memang tidak harus pintar. Karena orang pintar seperti di Pancawarna ini seharusnya lebih banyak di warung kopi bersama rakyat bukan bersama birokrat.

Sudah lama memang warna pelangi tak pernah terlihat berjauhan, warna mesti berkumpul agar bisa disebut pelangi. Dan jika semakin berkumpul lalu bersatu maka akan menjadi warna putih. Bukan pelagi lagi. Banyak mahasiswa alergi dengan organisasi mahasiswa ‘seberang jalan’. Bahkan masing-masing saling tendang, baik secara pikiran atau dengan pukulan. Ahaha. Apakah di kampusmu terjadi demikian tretan?.

Terlalu banyak organisasi yang ingin saya tertawakan, tertawa seperti orang gila lebih membahagiakan daripada tertawa seperti pejabat yang besok ditangkap KPK. Dulu sebelum saya masuk kuliah, dalam bayangan saya mahasiswa itu sosok yang wow. Apalagi kalau mendengar cerita bahwa presiden pun takut dengan mahasiswa. Cerita peristiwa 98 siapa yang menurunkan Suharto dari kekuasaan? Mahasiswa! Suharto Turun Sendiri, karena masih kuat. Demo-demo seperti demo kenaikan BBM itu siapa. Itu dulu, tapi setelah saya benar-benar menjadi mahasiswa, kok begalpun tidak takut dengan mahasiswa?. Saat ini mahasiswa hanya berani pada Satpam, keluar masuk kampus bisa lolos dari pemeriksaan STNK. Waini, pasti ada yang keliru.

Tidak usah menyalahkan sejarah soal naturalisasi mahasiswa. Dulu memang ibarat domba liar yang bisa menyeruduk elit kampret politik. Sekarang domba-domba itu sudah dikembalikan ke habitatnya, dikandangkan, dininabobokkan. Ya mungkin beberapa mahasiswa masih selalu bernostalgia, kadang-kadang baper, tidak bisa move on.

Jadi dibuatlah kampus menjadi seperti minatur negara. Ada Badan Eksekutif Mahasiswa, Dewan Perwakilan Mahasiswa, dan seterusnya. Dengan kata lain, wes to sekarang kamu sudah punya negara sendiri yang lebih kecil, gak usah ikut campur urusan negara Indonesia. Maka apakah salah jika orang tua saya mengatakan ‘tugasmu itu ya belajar’.

Mari kembali pada kenyataan, bersatulah manjadi putih, sebab pelangi hanya datang di waktu tertentu. Bersatu kok musiman sih?. Pancawarna sudah bagus dalam Visi dan Misinya tapi saya tidak tahu kedepannya. Cara terbaik untuk besatu adalah melupakan urusan kampus. Kembali ke kampus hanya untuk belajar. Ingat belajar bukan demi IPK, paling tidak biar tidak lucu kuliah 3,5 tahun hanya dapat almamater dan seragam eksistensi. Katakanlah anda ingin eksis sebagai Badan Ekskutif Mahasiswa, seng woles ae. Tunjukkan kalau ternyata BEM itu masih ada. Menunjukkan bukan dengan cara menuntut sana sini atau ‘tidur’ panjang selama periode jabatan. Tapi dengan pancawarnaisme, betul kan?. Sederhananya, kalau anda Pink maka BEM jangan ikut Pink, ngerti ora?.

Masih boleh berwarna-warni dan itu hak kita bersama, Cuma terkadang banyak kader yang tidak benar-benar dikader, atau kaderisasinya memang onani, asal ngecrot hamil tidak. Lantas merekalah yang kemudian jadi biang kerok, diperalat kekuasaan dan ego yang kagak tahan pengen memperkosa idealismenya sendiri. Sudah gagalkan rencana nyalon kader itu! (itu siapa? Ya gak tahu, cuk). Sadar diri lebih baik, kalau sekiranya merasa antara capability dan eletability-nya tidak imbang, kembali ke markas masing-masing belajar lagi. Biarkan kursi jabatan di sana itu kosong, toh nantinya sama-sama la yamutu wa la yahya.

Makanya, jangan diusung atuh, kader yang masih tidak jelas itu. Suatu saat teman saya dari BEM-U UNESA bertandang ke kampusku, kampus Universitas WDK (depan kampus UTM) dan dia berkata “terus terang aku malu, dia satu warna denganku dan dia begitu. Berarti dia belum selesai di kader, kebelet ngising di jeding UTM”. Kami tertawa, karena untuk bisa eksis, tretan, tidak perlu ikut ‘begituan’ kalau tujuannya hanya eksis lho ya. Tinggal di mesjid kampus, rajin mengaji, rajin shalat lalu sering-seringlah adzan melalui pengeras suara. Itu caranya. Tapi..

Tapi anda jangan sampai menjadi akhi-akhi cupet, atau ukhty-ukhty ciput. Anda tahu kan, kampus bisa jadi lahan basah untuk berkembangnya paham anti pancasila yang suka berdakwah pakai hadist-hadist yang dibeli dipasar loak.

Jadi, siapapun anda yang membaca tulisan ini, jangan baper ya. Kalau sudah tidak tahan coba untuk Santai Tapi Serius dan Serius Tapi Santai di Cabarisme. Kalau saat membaca tulisan ini anda membayangkan sesuatu, bukan itu maksud saya. Saya menulis untuk semuanya, maksudnya ya tidak semua buruknya tertulis saat ini. Saya perlu objektif, ya wes tunggu di tulisan selanjutnya, saya akan tulis hal baiknya karena saya mahasiswa yang lebih tampan dari anda.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kolom komentar diisi