Oleh: Rasyiqi S.Hum, CEO CABARUS.COM
Hai para mahasiswa, jika anda
masih merasa mahasiswa silahkan baca tulisan ini. Ini bukan tulisan ilmiah
seperti mata kuliah, karena saya tahu anda kurang menyukainya. Sediakan kopi
dan sebatang rokok sambil mencoba untuk tenang dalam banyak kekacauan pikiran.
Dan saya mohon maaf jika tulisan ini menyakiti hati, asal anda sadar ternyata
anda tidak hanya punya otak tapi juga punya hati.
Saya orang desa dan alhamdulillah
bisa kuliah di perguruan tinggi dengan gratis. Itu sudah cukup untuk
membanggakan orang tua saya. Tapi saya lebih bangga pada orang tua yang hingga
detik ini melebihi apa yang telah saya lakukan selama menjadi mahasiswa. Jika
saya kuliah di kampus, orang tua saya kuliah di kehidupan. Maka anda boleh
congkak kepada siapapun yang sama dengan orang tua saya, tidak berpendidikan,
konservatif, kolot dan kampungan. Bayangkan ada berapa banyak anak-anak diluar
sana yang tidak bisa sekolah atau mereka yang juga ingin kuliah sepertimu tapi
terpaksa bekerja serabutan dan merantau. Bolehlah sombong, karena itu yang
diharapkan. Mereka berharap kesombonganmu bisa bermanfaat.
Kini anda sudah berada di kampus
dan anda mulai berbicara filsafat, ideologi-idologi dan sebagainya mulai
bertahi hingga bertahi lagi. Orang tua saya hanya berbicara bagaimana hidup
bahagia dan mati masuk sorga. Kuliah mulai senin sampai jum’at, ngopi mulai
pagi sampai malam. Mengisi otak dengan wawasan dan menguras isi dompet.
Di kampus, anda tidak hanya
belajar di kelas, tapi juga ikut organisasi, anda kemudian disebut dengan
aktifis, organisatoris dan sebagainya. Anda sudah hebat, saya kira. Oh iya,
hey, sebentar lagi akan masuk pesta politik kampus. Anda bisa melihat banyak
banner sudah dipasang, ada yang memang mengganggu pemandangan dan ada yang
tidak. Berpasang-pasangan, seperti mempelai. Saya berdecak kagum, ternyata
benar dugaan saya, untuk menjadi pemimpin memang tidak harus pintar. Karena
orang pintar seperti di Pancawarna ini seharusnya lebih banyak di warung kopi
bersama rakyat bukan bersama birokrat.
Sudah lama memang warna pelangi
tak pernah terlihat berjauhan, warna mesti berkumpul agar bisa disebut pelangi.
Dan jika semakin berkumpul lalu bersatu maka akan menjadi warna putih. Bukan
pelagi lagi. Banyak mahasiswa alergi dengan organisasi mahasiswa ‘seberang
jalan’. Bahkan masing-masing saling tendang, baik secara pikiran atau dengan
pukulan. Ahaha. Apakah di kampusmu terjadi demikian tretan?.
Terlalu banyak organisasi yang
ingin saya tertawakan, tertawa seperti orang gila lebih membahagiakan daripada
tertawa seperti pejabat yang besok ditangkap KPK. Dulu sebelum saya masuk
kuliah, dalam bayangan saya mahasiswa itu sosok yang wow. Apalagi kalau
mendengar cerita bahwa presiden pun takut dengan mahasiswa. Cerita peristiwa 98
siapa yang menurunkan Suharto dari kekuasaan? Mahasiswa! Suharto Turun Sendiri,
karena masih kuat. Demo-demo seperti demo kenaikan BBM itu siapa. Itu dulu,
tapi setelah saya benar-benar menjadi mahasiswa, kok begalpun tidak takut
dengan mahasiswa?. Saat ini mahasiswa hanya berani pada Satpam, keluar masuk
kampus bisa lolos dari pemeriksaan STNK. Waini, pasti ada yang keliru.
Tidak usah menyalahkan sejarah
soal naturalisasi mahasiswa. Dulu memang ibarat domba liar yang bisa menyeruduk
elit kampret politik. Sekarang domba-domba itu sudah dikembalikan ke habitatnya,
dikandangkan, dininabobokkan. Ya mungkin beberapa mahasiswa masih selalu
bernostalgia, kadang-kadang baper, tidak bisa move on.
Jadi dibuatlah kampus menjadi
seperti minatur negara. Ada Badan Eksekutif Mahasiswa, Dewan Perwakilan
Mahasiswa, dan seterusnya. Dengan kata lain, wes to sekarang kamu sudah punya
negara sendiri yang lebih kecil, gak usah ikut campur urusan negara Indonesia.
Maka apakah salah jika orang tua saya mengatakan ‘tugasmu itu ya belajar’.
Mari kembali pada kenyataan,
bersatulah manjadi putih, sebab pelangi hanya datang di waktu tertentu. Bersatu
kok musiman sih?. Pancawarna sudah bagus dalam Visi dan Misinya tapi saya tidak
tahu kedepannya. Cara terbaik untuk besatu adalah melupakan urusan kampus.
Kembali ke kampus hanya untuk belajar. Ingat belajar bukan demi IPK, paling
tidak biar tidak lucu kuliah 3,5 tahun hanya dapat almamater dan seragam
eksistensi. Katakanlah anda ingin eksis sebagai Badan Ekskutif Mahasiswa, seng
woles ae. Tunjukkan kalau ternyata BEM itu masih ada. Menunjukkan bukan dengan
cara menuntut sana sini atau ‘tidur’ panjang selama periode jabatan. Tapi
dengan pancawarnaisme, betul kan?. Sederhananya, kalau anda Pink maka BEM
jangan ikut Pink, ngerti ora?.
Masih boleh berwarna-warni dan
itu hak kita bersama, Cuma terkadang banyak kader yang tidak benar-benar
dikader, atau kaderisasinya memang onani, asal ngecrot hamil tidak. Lantas
merekalah yang kemudian jadi biang kerok, diperalat kekuasaan dan ego yang
kagak tahan pengen memperkosa idealismenya sendiri. Sudah gagalkan rencana
nyalon kader itu! (itu siapa? Ya gak tahu, cuk). Sadar diri lebih baik, kalau
sekiranya merasa antara capability dan eletability-nya tidak imbang, kembali ke
markas masing-masing belajar lagi. Biarkan kursi jabatan di sana itu kosong,
toh nantinya sama-sama la yamutu wa la yahya.
Makanya, jangan diusung atuh,
kader yang masih tidak jelas itu. Suatu saat teman saya dari BEM-U UNESA
bertandang ke kampusku, kampus Universitas WDK (depan kampus UTM) dan dia
berkata “terus terang aku malu, dia satu warna denganku dan dia begitu. Berarti
dia belum selesai di kader, kebelet ngising di jeding UTM”. Kami tertawa,
karena untuk bisa eksis, tretan, tidak perlu ikut ‘begituan’ kalau tujuannya
hanya eksis lho ya. Tinggal di mesjid kampus, rajin mengaji, rajin shalat lalu
sering-seringlah adzan melalui pengeras suara. Itu caranya. Tapi..
Tapi anda jangan sampai menjadi
akhi-akhi cupet, atau ukhty-ukhty ciput. Anda tahu kan, kampus bisa jadi lahan
basah untuk berkembangnya paham anti pancasila yang suka berdakwah pakai
hadist-hadist yang dibeli dipasar loak.
Jadi, siapapun anda yang membaca
tulisan ini, jangan baper ya. Kalau sudah tidak tahan coba untuk Santai
Tapi Serius dan Serius Tapi Santai di Cabarisme. Kalau saat membaca tulisan
ini anda membayangkan sesuatu, bukan itu maksud saya. Saya menulis untuk
semuanya, maksudnya ya tidak semua buruknya tertulis saat ini. Saya perlu
objektif, ya wes tunggu di tulisan selanjutnya, saya akan tulis hal baiknya
karena saya mahasiswa yang lebih tampan dari anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi