Selamat sejahtera kawan-kawan. Dimana saja anda berada jangan lupa tersenyum, baik dalam keadaan susah maupun senang. Saudara, jangan membaca tulisan ini, karena akan mengakibatkan kepintaran serta kekeritisan saudara lahir kembali.
Saudara yang budiman, di hari
senin ini, lebih tepatnya di pukul 12.45 menit tadi Seniman-seniman teater
SABIT mengkritisi kepengurusan DEKANAT FIP UTM. Para seniman itu mengkritisi
dengan memainkan naskah drama yang berjudul “Kampung Suka Ilmu.”, naskahnya
berisi tentang satu ruangan keorganisasian yang harus di keroyok ditempati.
Seperti pemain drama biasanya, diantara mereka ada yang menari, ada yang
tertawa, ada pula yang berteriak. Seolah-olah peristiwa itu benar-benar terjadi.
Kebertemuan dengan Kopet Petteng
menambah penjelasan kenapa seniman-seniman SABIT ini memberontak dan
mengkritisi kepengurusan DEKANAT. Kopet Petteng berkata, pementasan tersebut
berupaya pemindahan sekber ke Lab. Humaniora tidak mencukupi dalam penempatan
waktu rapat dan proses bagi UKM-UKM serta BEM dan DPM. Dengan landasan itu
Seniman-seniman memberontak halus pada Dekanat yang bersangkutan. Sebenarnya,
sudah ada tindakan dari Kopet Petteng serta Ketua BEM yang baru, akan tetapi
dikarenakan dalam mengurus memindahkan para UKM ke ruang yang memadai itu
terlambat, maka akibatnya BEM serta para Mahasiswa yang membantu harus berfikir
dan mencari ruangan baru.
Untuk BEM serta teman-teman yang
berjuang, ada kalimat dari Kopet Petteng. Yaitu, “air dalam mangkok akan KOCAR-KACIR
bila di tekan dengan secara mendadak. Jadi tekanlah pihak-pihak yang mengurus
dalam hal itu! Carilah bapak kalian yang mengumbar seribu janji itu! Lalu
ajaklah berputar otak untuk masalah ini.” begitulah ucapan Kopet Petteng pada
kami. Mudah-mudah yang berjuang, benar-benar menjadi pejuang. Sekian dan sampai
jumpa.
Oleh:
Pemanah Senja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi