Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Aku Sayang

Jumat, 15 Februari 2019

Oleh: Yudi Kuswanto
Mahasiswa Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB), Universitas Trunojoyo Madura (UTM)

Masih dalam suasana hari kasih sayang dalam kesendirian diatas loteng kontrakan. Penyakit akhir-akhir ini yang aku derita kembali kambuh seolah memberikan firasat bahwa kau akan dapatkan pesan mengerikan meski harusnya hari sangat mendukung lahirnya seutas kebahagiaan. Benar saja hati seolah teriris saat gawai menyala seketika, menandakan adanya sebuah notif terpampang sebagai visualisasi pesan.

Terlihat sekejap; Kabar Duka. Sungguh kalimat tak pantas, ia tak ubahnya sekomplotan yang mengatasnamakan hamba pembela agama serta umat, meneror orang demi terciptanya sebuah substansional masyarakat yang tak terkotak-kotak atas nama rezim, ormas, maupun agama, bahkan ia berani mengorbankan segenap jiwa-raga-keluarga. Matiku surge. Mengapa harus hidup jika masih banyak kebatilan?.

Begitu, tak ubahnya kalimat klise satu ini. Mengapa harus ada sebuah kabar duka atas matinya nalar pikiran kawan-kawan Pancawarna. Jangan. Aku tak bisa lapang dada titah-titahmu yang tertuang telah ambil andil dalam kemerdekaan akal. Kini akal itu tak cupet meski cenderung bumpet.

Walau aku tak mengenal silsilah yang kau tuangkan sebagai struktur, tapi rasanya diriku telah mempunyai kedekatan hampir menyerupai kekeluargaan, sebab aksara telah berhasil menyelinap direlung palung kalbu terdalam. Kau jangan mati, sungguh. Pekikan semangat juang tak harus tersampaikan pada kongkow diskusi yang menyebalkan kan? bagiku kau masih hidup dan terus akan hidup. Pancawarna, kau sudah membangun peradaban dan akulah salah satu orang yang menghidupkan peradaban.

Jadi, tak usah menyudahi

Dini hari lalu tanggal sudah menafikan budaya saling mengkasih coklat. 15 februari 2019 Pimred Pancawarna. Mahasiswa reinkarnasi regenerasi aktivis negeri, Bung Faidi. Ia mengirimkan pesanya padaku, mungkin Bung ingin mengakasih tahu bahwa detik itu adalah hari berkabung dalam langit malam yang mendung.

Bung, bolehkah hari ini aku kirim pesan untukmu lagi sebagai representasi dari kegalauan mahasiswa introvert kampus yang hidupnya selalu diperbudak oleh kezaliman public?. Ia yang selalu merasa insecure pada tatapan-tatapan sekitarnya. Begini; sejak aku pertama berjumpa dengan Bung, tak ada kalimat yang keluar dari mulut kusam ini selain kagum. Engkau pekikkan semangat diatas mimbar dan disekeliling mahasiswa yang tak tahu esensinya sendiri sebagai mahasiswa. teringat betul hari itu kau memakai kaos dengan gambar proklamator republic ini. Sempat bagiku untuk berpikir bahwa kau hari itu memakai kaos tersebut untuk merekrut-mengajak dan mengilhami pemikiran-pemikiran Sukarno yang ternaung dalam kelompokmu—kau pasti tahu tak usah kusebutkan..hehe. Percayalah ini bukan tanpa alasan. Kau pasti juga telah tahu bahwa warna, tulisan, angka singkatnya simbol bisa meretas hakikat merdeka bagi sekelumit orang untuk memihaknya. Sebut saja yang kau lakukan adalah bentuk perilaku kognitif.

Pembelaan Bung untuk menyetir persepsi public, dengan pintarnya kau mereduksi diksi katamu Pancawarna gak mati hanya saja ia masih diperbudak oleh tugas dari kampus yang Njancuk, akibatnya belenggu-belenggu tersebut menghantarkan pada pudarnya nilai pertemuan di warung kopi di struktural internal Pancawarna, kau semestinya tak harus gusar yang perlu kau lakukan masih sama yang aku bilang sedari tadi, kau hanya perlu cari regenarasi agar visi dan misi tak pudar meski kau kian beranjak ingin melepaskan idealisme (tua/purna) masih banyak intelektual yang mengantri di depan pintu HRD Pancawarna. Kau hanya perlu tanggap dan tepat untuk memilihnya.

Pancawarna, akan tetap panca meski yang bertahan hanya eka, dan dari eka kita seharusnya sadar bahwa provokator selalu diawali dengan kata saya sebagai roda penggerak, menggerakan kaum intelektualis yang nasionalis, agamis serta rehabilitativ terhadap pranata pemikiran tajam sebagai titik awal perubahan bagi bangsa-negara, minimal nalar yang terus akan menjalar. Percayalah aku sayang kamu meski kita tak sempat bertemu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kolom komentar diisi