Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Kabar Duka, Pancawarna Telah Tiada

Kamis, 14 Februari 2019

Oleh: Rasyiqi
Penggiat Pancawarna

Akulah saksi hidup dari semua yang terjadi, barangkali sudah saat dia pergi untuk selama-lamanya.

Pancawarna digagas dengan gagasan yang brilian, saya menilai tidak semua orang bisa melakukannya. Alam pikiran saya pun tergiring pada sebuah impian yang manis, melampaui batas mahasiswa pada umumnya.

Ya, itulah Pancawarna, organisasi pelangi 5 warna di lingkungan Universitas Trunojoyo Madura. Jika kau tau, dan mungkin pernah tergabung di dalamnya kau akan terkontaminasi kajian-kajian intelektual mereka.

Organisasi ini bisa disebut sebagai organisasi kesadaran. Ditengah ruwetnya perpolitikan mahasiswa di kampus yang makin hari makin membusuk, Pancawarna hadir dengan wajah yang baru dari sebelumnya yang kerap diwarnai crash baik secara langsung maupun tidak langsung.

Baik kusederhanakan lagi, Pancawarna itu sederhana, hanya langkah kecil kaum pemuda terpelajar agar bersatu, dimulai dari paradigma kampus. Persoalan spesifik tidak perlu saya munculkan disini.

Bagaimana lagi, Pancawarna sudah wafat, ia tidak dibunuh dan juga tidak terbunuh tapi mati dengan sendirinya. Maka ia gagal mengalami evolusi ataupun evolusi. Habis termakan belatung-belatung yang menggerogoti tubuhnya.

Semangat yang awalnya bak api, kini padam seketika. Entah, saya tidak pernah memasuki alam pikiran masing-masing orang di dalamnya. Hanya saja ini seperti tidur di ranjang yang sama, bersetubuh, tapi sebenarnya terjadi perselingkuhan.

Saat aku masuk di dalamnya, statusku bukan lagi mahasiswa, kau tau, mungkin pikiranku terhadap perjuangan semacam ini telah usang, tapi aku masih punya harapan bahwa inilah jalan bagi mereka untuk meningkatkan pikiran, terbuka terhadap keadaan, semakin inklusif bukan malah eksklusif.

Nyatanya, sedikit yang memahami hal ini. Kampus memang sempit, lebih sempit lagi jika pikiran terjebak di dalamnya, semisal jika ini terjadi pada organisasi bendera merah, kuning, hijau, hitam, eh..

Pancawarna semula mencoba mengatasi hal itu, dengan gerakan intelektual, mengusung semangat bahwa kaum terpelajar seperti jaman dahulu berperan aktif sebagai pelaku sejarah nasional Indonesia. Jika tidak bisa menyumbangkan materi, mereka bisa menyumbangkan ide dan gagasan. Sebab kaum terpelajar bertugas minimal adalah penyumbang pemikiran terbaik sepanjang sejarah.

Contoh nyata keterbelakangan yang terjadi saat ini; penulis di Media Pancawarna hanyalah itu-itu saja. Lantas yang lain hanya bisa bicara saja? sungguh naif.

Innalillahi Pancawarna…

Bagaimana mungkin orang akan percaya perjuanganmu. Katanya aktivis, sudah mati sebelum berperang. Siapapun, saat ini anda hanya tinggal menjalankan sistem yang sudah ada. Medan pergerakan di dunia kampus 90% lebih mudah daripada di masyarakat. Berorganisasi di kampus 90% lebih mudah daripada di masyarakat.

Percuma selama ini terlalu sering dan banyak retorika. Silahkan lambaikan tangan ke kamera!

Saya curiga pikiran eksklusif masih dibawa di Pancawarna atau mungkin tidak tahu arah perjuangan yang sebenarnya. Memang banyak mahasiswa bangga menyandang kata 'perjuangan’ tapi gagal memahami arah perjuangannya. Sebab mereka cenderung memikirkan dirinya sendiri, bukan orang lain. Perjuangan macam apa ini?

Ah, Pancawarna kau sama saja seperti warung kopi, tempat singgah, atau bahkan lebih buruk lagi.

Aku masih ingat, kita pernah rapat berjam-jam, kau tahu bagaimana hasilnya? hasilnya adalah audio 128 mb di memory HP-ku. Forum berjalan tidak berkesinambungan, tidak jelas akar dan permasalahannya, ini disebabkan karena masih ada crash dalam setiap narasi mereka dan ini tak lepas dari pengaruh tingkat pemikiran.

Firasatku sudah buruk, Pancawarna pasti akan gagal dan mati. Demi Tuhan. Sebab gagal itu ada polanya, sukses juga ada polanya dan aku hanya melihat pola kegagalan itu.

Benar saja, puncaknya adalah soal pembubaran BEM, DPM, MKM, tanda kematian Pancawarna. Peristiwa ini menimbulkan pro-kontra dan kecurigaan dari banyak pihak, tapi aku tidak bermaksud menjelaskannya.

Aku hanya berharap untuk introspeksi diri, siapa yang pecundang, siapa selingkuh, siapa pengecut, siapa yang berpura-pura, siapa yang gagal paham tapi merasa paling paham arah perjuangan Pancawarna dan siapa menyelipkan kepentingan lain.

Silahkan sadari sendiri. Aku tidak bisa menolongmu. Bukan organisasi kesadaran namanya jika membiarkan pikiran babal dan semakin bebal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kolom komentar diisi