Oleh: Rasyiqi
Penggiat Pancawarna
Akulah saksi
hidup dari semua yang terjadi, barangkali sudah saat dia pergi untuk
selama-lamanya.
Pancawarna
digagas dengan gagasan yang brilian, saya menilai tidak semua orang bisa
melakukannya. Alam pikiran saya pun tergiring pada sebuah impian yang manis,
melampaui batas mahasiswa pada umumnya.
Ya, itulah
Pancawarna, organisasi pelangi 5 warna di lingkungan Universitas Trunojoyo
Madura. Jika kau tau, dan mungkin pernah tergabung di dalamnya kau akan
terkontaminasi kajian-kajian intelektual mereka.
Organisasi
ini bisa disebut sebagai organisasi kesadaran. Ditengah ruwetnya perpolitikan
mahasiswa di kampus yang makin hari makin membusuk, Pancawarna hadir dengan
wajah yang baru dari sebelumnya yang kerap diwarnai crash baik secara langsung maupun tidak langsung.
Baik
kusederhanakan lagi, Pancawarna itu sederhana, hanya langkah kecil kaum pemuda
terpelajar agar bersatu, dimulai dari paradigma kampus. Persoalan spesifik
tidak perlu saya munculkan disini.
Bagaimana
lagi, Pancawarna sudah wafat, ia tidak dibunuh dan juga tidak terbunuh tapi
mati dengan sendirinya. Maka ia gagal mengalami evolusi ataupun evolusi. Habis
termakan belatung-belatung yang menggerogoti tubuhnya.
Semangat
yang awalnya bak api, kini padam seketika. Entah, saya tidak pernah memasuki
alam pikiran masing-masing orang di dalamnya. Hanya saja ini seperti tidur di
ranjang yang sama, bersetubuh, tapi sebenarnya terjadi perselingkuhan.
Saat aku
masuk di dalamnya, statusku bukan lagi mahasiswa, kau tau, mungkin pikiranku
terhadap perjuangan semacam ini telah usang, tapi aku masih punya harapan bahwa
inilah jalan bagi mereka untuk meningkatkan pikiran, terbuka terhadap keadaan,
semakin inklusif bukan malah eksklusif.
Nyatanya,
sedikit yang memahami hal ini. Kampus memang sempit, lebih sempit lagi jika
pikiran terjebak di dalamnya, semisal jika ini terjadi pada organisasi bendera
merah, kuning, hijau, hitam, eh..
Pancawarna
semula mencoba mengatasi hal itu, dengan gerakan intelektual, mengusung
semangat bahwa kaum terpelajar seperti jaman dahulu berperan aktif sebagai
pelaku sejarah nasional Indonesia. Jika tidak bisa menyumbangkan materi, mereka
bisa menyumbangkan ide dan gagasan. Sebab kaum terpelajar bertugas minimal
adalah penyumbang pemikiran terbaik sepanjang sejarah.
Contoh nyata
keterbelakangan yang terjadi saat ini; penulis di Media Pancawarna hanyalah
itu-itu saja. Lantas yang lain hanya bisa bicara saja? sungguh naif.
Innalillahi
Pancawarna…
Bagaimana
mungkin orang akan percaya perjuanganmu. Katanya aktivis, sudah mati sebelum
berperang. Siapapun, saat ini anda hanya tinggal menjalankan sistem yang sudah
ada. Medan pergerakan di dunia kampus 90% lebih mudah daripada di masyarakat.
Berorganisasi di kampus 90% lebih mudah daripada di masyarakat.
Percuma
selama ini terlalu sering dan banyak retorika. Silahkan lambaikan tangan ke
kamera!
Saya curiga
pikiran eksklusif masih dibawa di Pancawarna atau mungkin tidak tahu arah
perjuangan yang sebenarnya. Memang banyak mahasiswa bangga menyandang kata
'perjuangan’ tapi gagal memahami arah perjuangannya. Sebab mereka cenderung
memikirkan dirinya sendiri, bukan orang lain. Perjuangan macam apa ini?
Ah,
Pancawarna kau sama saja seperti warung kopi, tempat singgah, atau bahkan lebih
buruk lagi.
Aku masih
ingat, kita pernah rapat berjam-jam, kau tahu bagaimana hasilnya? hasilnya
adalah audio 128 mb di memory HP-ku. Forum berjalan tidak berkesinambungan,
tidak jelas akar dan permasalahannya, ini disebabkan karena masih ada crash dalam setiap narasi mereka dan ini
tak lepas dari pengaruh tingkat pemikiran.
Firasatku
sudah buruk, Pancawarna pasti akan gagal dan mati. Demi Tuhan. Sebab gagal itu
ada polanya, sukses juga ada polanya dan aku hanya melihat pola kegagalan itu.
Benar saja,
puncaknya adalah soal pembubaran BEM, DPM, MKM, tanda kematian Pancawarna.
Peristiwa ini menimbulkan pro-kontra dan kecurigaan dari banyak pihak, tapi aku
tidak bermaksud menjelaskannya.
Aku hanya
berharap untuk introspeksi diri, siapa yang pecundang, siapa selingkuh, siapa
pengecut, siapa yang berpura-pura, siapa yang gagal paham tapi merasa paling
paham arah perjuangan Pancawarna dan siapa menyelipkan kepentingan lain.
Silahkan
sadari sendiri. Aku tidak bisa menolongmu. Bukan organisasi kesadaran namanya
jika membiarkan pikiran babal dan semakin bebal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi