Oleh: Aryo Gendeng
“Hahahahahah. Lesap, sekarang
tamat riawayatmu!” Kata seorang lelaki yang berpakaian layaknya seorang raja.
“Aku sudah siap sejak aku belum
dilahirkan raja! Kenapa kau masih ragu untuk menancapkan tombak mu itu? Ayo
tancapkan ke dadaku. Aku sudah siap! Bahkan siapku lebih tajam dari tombakmu
itu!” Lontaran lantang itu mengeretak raja. Sehigga raja murka pada pemuda yang
berpakaian hitam. Pemuda itu jatuh tergeletak. Di samping pemuda itu terdapat
senjata tajam seperti pisau. Senjata itu tergelatak melukai tanah.
“Kurang ngajar kau sap! Dimana
letak sopan santunmu pada orang tua? Apakah kau tidak diajari sopan santun,
hah?” Geretak si raja sambil mengambil leher pemuda itu. kemudia mendorongnya
sehingga menyentuh tanah. Pemuda itu mengerakkan wajahnya ke kanan dan kekiri.
Kemudian menatap sang raja yang pada saat itu menghada membelakangi pemuda itu.
si pemuda mencoba mengambil senjata di dekatnya. Namun pengawal yang berbaju
layaknya tentara belanda memukul tangannya. Sehingga tangan sipemuda itu
terbentur ke tanah. Pemuda itu berteriak. Sang raja mendengar teriakan itu.
kemudian tertawa gila “hahahahahahahahaha.”
“Ia, aku memang tak pernah
diajari sopan santun oleh bapakku. Kau tau kenapa bapakku tidak mengajari sopan
santu? Hahaha. Bapakku yang bejat itu pergi meninggalkan ibu setelah menikmati
tubuh ibuku. kau pernah merasaka dikatakan anak hasil zina? Akulah itu raja!
Semua orang menanyakan keberadaan ayahku pada ibu semenjak aku masih belum
lahir.” Lelaki yang berpakaian seperti raja itu menjatuhkan lutunya di depan
sang pemuda. Kemudian menunduk, lalu menetes air mata.
“Kenapa kau menangis raja? Apakah
kisahku sama dengan apa yang kau alami? Atau kau pernah menghamili perempuan
kemudian meninggalkannya?” lanjut sang pemuda sambil tersnyum sinis. Orang yang
berbaju seperti tentara belanda. Mendakati lelaki berbaju layaknya raja itu,
kemudian berbisik. “ Raja, jangan sampai terpengaruh. Kalau kau tidak
menghabisi dia sekarang, maka tidak menutup kemungkinan anak muda itu akan
mengahbisimu. Kalau kau sampai kalah, maka nasip kepemerintahanmu akan sama
dengan 3 kerajan yang ditaklukan itu.” kemudian sang raja bangun dibantu oleh
pengawal. mungkin pengawal yang berpakaian seperti tentara belanda itu memiliki
pangkat tinggi di kelompoknya. Sehingga raja begitu yakin dengan pengawal itu.
“Agak aneh! 3 kerajaan berahasil
kau bumi hanguskan. Kau menerjang dari timur. bahkan ada satu kerajaan yang
menyerahkan tanda kekalahan padamu! Ku dengar senjatatnmu juga hebat. Bisa
terbang dan membunuh lawan dari jarak yang jauh. Tapi kehebatanmu sampai di
sini, tak ada tanda-tanda kesaktian yang dikabarkan raja dari kerajaan ketiga yang
kau taklukan. Kehebatanmu kalah dengan arak dan pelacur-prlacur cantik yang ku
hias sperti putri kerajaan!” ucap raja sambil melangkah santai ke kanan dan
kekiri.
“Hahahaha! Dasar antek belanda!
Pemeras hasil keringat rakyat! Raja bejat! Bisanya menindas kaum lemah! Dan
bodoh!” ucap sang pemuda dengan nada menggeretak. Bibirnya berdarah, sehingga
giginya tertutup warna merah.
“Kau yang bodoh! Memberontak pada
kerajaan!” Marahnya lelaki berbaju kerajaan itu sambil menuding dengan tangan
kirinya.
“Hahahaha. Lebiah baik dikatakan
memberontak oleh raja busuk sepertimu! Dari pada dikatakan pemberontak oleh
rakyat!” sambil mengusap darah di bibirnya sang pemuda berkata.
“Kau tau, aku RAJA! Aku akan
membuat sejarah yang baik untukku! Aku juga bisa membuat sejarah yang buruk
bagi orang-orang yang sok sepertimu itu.” lelaki itu menuding dengan tombaknya.
Kemudian menusukkan ke dadanya.
*** **
“jangan! Jangan kau tusuk raja!
Itu anakmu! Itu anakmu raja! Jangan!”
“heh. Kamu sedang mimpi apa?
Hahaha dasar tunggang tidur. Ayo bangun!” Kata kakekku. Ternyata
aku bermimpi. “Astaufirullah.” Ucapku dengan lirih. Aku berdiri dengan kaki
kanan kuturunkan terlebih dulu dari tempat tidur. aku melihat buku dengan
gambar Senjata Pisau bercengkok-cengkok. Di buku itu tertulis tebal judul
yakni “Jatuhnya Todi’ Cerangcang”.
Bangkalan 31/10/2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi