Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

RINAI-RINAI KISAH BERLAWAN

Minggu, 29 Oktober 2017

Oleh: Dika Farizy

Sambil berbaring kutulis kembali kisah ini,
kisah setelah kekalahan kaum progresif.
Cerita bermula di awal 1974,
ketika pembungkaman mulai secara masif nyata.
Ada rinai-rinai perlawanan di ibukota, kaum urban dan Mahasiswa memenihu jalanan
menentang terik dan membakar apa yang ada.
Penggusuran basis lahirnya taman mini Indonesia indah.
Pembakaran ditanah abang, nyambi yel-yel anti mobil Jepang.
Rinai-rinai cuma mampu membentuk kelokan air yang mengalir,
berujung keruh tanpa dukungan dari desah perau daerah-daerah,
apalah artinya rinai-rinai geopolitik.

Ditahun 1978
Rinai-rinai bergemericik di daerah-daerah
sementara di ibukota kembali kemarau
rinai-rinai itupun keruh akhirnya
apalah artinya bejibun rinai-rinai tanpa masifitas geopolitik,
berujung pada nasib naas dengan munculnya:
Normalitas kehidupan kampus dan badan koordinansi kampus,
makin kering kerontanglah seluruh negeri,
bahkan rinaipun enggan mampir.

Di sekitar 1980-an
laksana kaktus ditengah padang gurun kehidupan,
berbagai varian praksis dan aliran membentuk awan
sayup-saup dan seadanya merenda asa.
Minoritas bukan alasan berpangku dan memohon iba
kelindan mitra, jaringan, dan sel lewat kontak.
Manfaat kesempatan berbuah peluang hindari fatamorgana.

Di sekitar 1990-an
bendera telah dikibarkan, pantang diturunkan
menyusuri kali-kali kering,
meniti lembah mendaki bukit latihan-latihan menghadapi menara gading tiran
sembari tetap awas pada fatamorgana
pada  advonturisme dan oportunian
selalu waspada pada alat-alat rezim militerisme
mulai dari menwa dikampus hingga organisasi pemuda mahasiswa yang terokoptasi rezim
hingga tibalah saatnya ketika 1998
rinai-rinai berubah berderai-derai
tumpah-ruah memenuhi jalanan, banjir bandang perubahan menjungkalkan otoritarian.
Gejolak massa luar biasa terlarut dalam euforia tak awas menatap, banyak yang terapung
berenang tak tenggelam.
Pekik reformasi keseantero negeri.
Keluar mulut buaya masuk mulut singa
situasi kini kembali terjajah
derai-derai hanyalah tinggal kisah
bahkan rinai-rinaipun enggan menyapa.
28 Oktober didepan mata.
Guratan prasasti heroik para pemuda-pemudi
89 tahun silam berikar.
Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa, tanah air tanpa penindasan,
bangsa yang gandrung akan keadilan, bahasa tanpa kebohongan.
Jangan biarkan itu kerontang tanpa rinai-rian.
Marilah bersatu bangkit melawan mengguratkan kisah berlawan generasi dua ribuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kolom komentar diisi