Oleh: Saudara Dika Farizy
Lebah,
sebagaimana yang kita tahu adalah serangga yang dapat menghasilkan madu. Ia
pergi ke bunga-bunga yang ada di sekitarnya, kemudian kembali ke sarangnya,
mentransfer nektar dan disimpanlah cikal bakal madu tersebut di rumahnya, tak
jarang madu-madu itu kemudian dimanfaatkan oleh makhluk lain.
Pada proses “pemungutan” nektarpun, dimana
seolah lebah “egois” memikirkan diri sendiri, entah disengaja atau tidak lebah turut
membantu proses reproduksi bunga-bunga yang ia hinggapi. Ia datang membantu
penyerbukan bunga yang ia hinggapi dan proses reproduksi terjadi. Bunga-bunga
lain muncul di masa yang akan datang, lebah-lebah lain bisa memanfaatkannya.
Pada waktu yang semakin bertambah-tambah .
Manusia yang memang senang mengambil manfaat dari alam, memiliki ide untuk
menernak lebah. Lebah-lebah dikumpulkan di satu lokasi yang terpusat, sehingga
sarang yang digunakan untuk menyimpan madu dapat terpantau dan madu yang
dihasilkan oleh lebah dapat dipanen oleh manusia kemudian dijadikan berbagai
macam produk pangan, juga jenis obat-obatan.
Kalau kita berfikir lebih dalam, sedikit saja,
tentu kita bisa memahami bahwa berbeda antara lebah yang diternak dengan lebah
yang tidak diternak alami, apa bedanya pada lebah alami yang hidup dialam liar?
mereka membuat madu untuk mengatasi kebutuhan pangan koloni mereka sendiri.
Bebas bergantung kapan habisnya persediaan madu pada koloninya. Sedangkan lebah
yang diternak, ada unsur pemaksaan. Begitu sarangnya penuh madu, manusia
memanen dan lebah dipaksa untuk terus memproduksi madu. Pada lebah yang diternak,
seolah ada unsur pemaksaan lagi, tetapi keduanya tetap sama dalam satu hal
yaitu : kebermanfaatan nya.
Baik lebah liar, pun dengan lebah yang
diternak, keduanya sama bermanfaat bagi bebungaan yang ada di sekitarnya
membantu untuk terus bereproduksi, yang mana berarti juga menjaga keindahan
alam. Keduanya sama menghasilkan madu, yang manfaatnya bisa dirasakan bahkan
spesies yang berlainan, pun keduanya sama dalam “etos” kerja. Baik dalam
keadaan diternak atau liar, lebah-lebah hanya mau mengambil yang baik-baik,
melakukan pekerjaan alaminya yang bagus-bagus. Tentu sulit mengatakan lebah
peternakan gak passion atau marah saat menjalankan pekerjaannya, sebab kita tidak
bisa membuktikannya. Memang peternak lebah sesekali mengalami antupan lebah, tetapi
kita tetap bisa menilai bahwa, lebah-lebah itu bekerja sesuai dengan sifat
alamiahnya dan keahliannya. Kita tidak mungkin meminta lebah untuk memproduksi
benang sutra itu jauh dari kemungkinan akan bisa dibuatnya?
Sekarang, bayangkan andai manusia bisa seperti
lebah-lebah itu. Bukan, bukan memiliki sayap atau memiliki sungut untuk
menghisap nektar dari bunga-bunga di taman. Bukan itu. Tetapi pola hidup atau
malah prinsip hidupnya.
Mengambil prinsip lebah dapat diartikan dengan
bagaimana kita memaksimalkan diri di manapun kita berada, misal setelah lulus
kuliah dan mengambil keputusan akan bekerja, meneruskan pendidikannya ke-S2,
atau pun bisnis dan yang lain. Memaksimalkan diri, berarti kita menekuni jalan
yang telah dipilih dengan serius, menjadi ahli dibidangnya dan dalam konteks
seorang muslim, menjadikan pilihan kita itu ladang ibadah yang khas,
bersesuaian dengan kemampuan yang kita miliki, sehingga hasil menempa diri
dengan serius di masing-masing jalan yang dipilih, dengan menjaga keberadaan
Allah di hati, akan muncullah seorang ilmuwan, seorang professional, seorang pengusaha
yang mencurahkan kemampuannya untuk menjadi manfaat bagi banyak orang, bahkan
berbeda spesies pun disaat berada di laboratorium penelitian, di dalam
ruang-ruang rapat, dan di gedung-gedung pencakar langit, tetapi bagaimana kita
memaksimalkan kehadiran kita dengan terus menebar manfaat. Itulah “serbuk sari”
yang disebarkan dan Itulah madu yang akan dihasilkan.
Sehingga, dari sekian banyak pilihan yang
menjadi pilihan sebagai pekerjaan hanyalah hal yang baik-baik. Prosesnya komunikasi
bagaimana memulai dan mengakhirinya, dan juga hasil yang diperoleh. Yang
diberikan kebaikan yang didapatkan pun kebaikan. yang ditebarkan kekeluarga, tetangga, dan seluruhnya
kebaikan. Ketika tidak ada lebah yang mengambil makananan dari sampah. Maka
bangkai adalah bagian dari lalat untuk dihinggapi.
Dengan ukuran, bahwa ditempat kita berkarya manfaat yang kita
lakukan sekedar menggoyangkan benang sehingga serbuk sari beterbangan, sehingga
tumbuhlah bunga-bunga di taman yang embuat orang banyak tersegarkan saat
melihatnya, membuat banyak kumbang bahagia di sekelilingnya dan “Di rumah”, ditempat
kita bukan menjadi lebah peternak, kita memproduksi madu yang manfaatnya jauh
lebih beragam dan penikmatnya jauh lebih luas.
Maka ambillah prinsip lebah, yang setiap gerak geriknya
menebarkan manfaat, meskipun berada dalam kerangkeng peternak. Sesekali
mengantup, sebagai bukti bahwa jiwa tetap merdeka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi