Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Aktivis yang Hilang

Selasa, 05 Desember 2017

Oleh:  Aryo Gendeng
Hidup Mahasiswa! 
Hidup Mahasiswa! 
Hidup Mahasiswa! 

Begitulah kata yang dinanti-nanti olehku dalam keadaan darurat ini. Aktivis kampusku payah sekali! Mugkin karena terlelap dalam tidurnya. Gumamku dalam hati, pun perjalanan menuju kampus. Aku jalan kaki menuju gedung B, disana ada pementasan yang akan di perankan oleh teman-teman kesenian kampusku. Kampus yang bernama  buono. Salah satu kampus ternama di Pulauku. Kampusku sekarang dalam keadaan darurat, sebab mulai dari kemarin setiap jam 10 malam, kampus diwajibkan sepi. Daruratnya itu karena jam malam yang tak jelas manfaatnya.

“Hai Cak. Mau kemana Cak?” Sambil memberhentikan sepedanya Udin menyapaku. Kemudian bertanya dengan kalimat singkatnya.
“Ini dek mau ke gedung B.” Jawabku singkat.
“Oh, ayo bareng kak. Aku juga mau kesana. Kakak mau nonton pementasankan tah?” Tanyanya padaku.
“Ia dek, ayo.” Jawabku.
“Makanya ayo bareng aja.” ucapnya. Aku langsung naik-bonceng pada motor yang dikendarainya. Dalam perjalanan, kami asik membincangkan tentang kampusku yang sepi. Nampaknya setiap pukul 10, kampus ini diwajibkan sepi seperti kuburan. Dan pernyataan dari udin tentang kampus yang sepi itu juga lumayan gawat. Dia mengatakan bahwasannya, ada beberapa kemungkinan tentang  kampus yang sepi itu. Kemungkinan pertama, karena barang-barang yang berada di dalam kampus takut dicuri oleh Mahasiswa. Kemungkinan kedua, karena ada kaitannya dengan politik kampus. Kebetulan sekarang ini, di kampus kami sedang ada pesta demokrasi yakni PILPRES. Kemungkinan ketiga, dikarenakan memang ada suatu hal yang terjadi. Seperti pekerjaan SEX yang dilakukan Mahasiswa. Sebab pada sebelum-sebelumnya acap kali ditemukan Mahasiswa terciduk begituan dalam kampus. Sedang yang keempat mungkin Bapak terkait masih punya urusan memberi matakuliah tambahan, yakni matakuliah kesabaran. Atau bapak terkait itu, ingin menguji kesabaran Mahasiswa. Dan kemungkinan terakhir adalah, bapak rindu dengan kalimat HIDUP MAHASISWSA. Kalimat yang mengusut namanya. Mungkin terkait itu bapak ingin eksis dengan didemo.

Dialogku dengan udin sekisar 6 menitan. Bisa dibilang sekitas 6 menitan aku dan udin telah sampai di gedung B, di sana sudah banyak suara yag menyatu berbunyi bersama. Kalimat yang di ucapkan itu sudah tak asing lagi di kupingku. “Salam Seni dan Budaya.”  Kalimat itulah yang terdengar lantang secara bersamaan. Aku dan udin mencagak motor yang kami tunggangi, kemudian melangkah cepat menuju ruangan tempat pementasan.

*****

Ada empat pementasan yang dipentaskan tadi, yakni tari, pementasan sastra, rupa, dan drama. Sehabis 4 pementasan itu usai, kami melangkah dari gedung B menuju ke luar kampus. Lebih tepatnya di Warung Depan Kampus (WDK). Ya! kami melakukan diskusi yang bisa disebut sarasehan itu di sana. Suasana tanpa alas kurang asik, dan bisa dibilang tidak kondusif.

Sebelum jam malam itu berlaku biasanya kami bersarasehan didalam ruangan dalam kampus. Suasana di luar dan dan di dalam kampus itu berbeda ternyata. Kalau di dalam ruangan itu, bunyi kenalpot sepeda motor tidak terdengar begitu lantang. Kemudian lampu membantu menerangi wajah-wajah Mahasiswa kesenian yang mengikuti sarasehan dimalam itu. Sedang di luar kampus sarehannya tidak kondusif. Banyak motor yang lewat. Sehingga fokus peserta sarasehan itu terpecah. Aku semakin tak tahan dengan semua ini. Aku tak tahan dengan Mahasiswa yang sabar dengan jam malam ini. Kegiatan-kegitan dalam kampus semacam terseteril. Tak ada lagi kegiatan malam yang menjadi jembatan Mahasiswa untuk mengasah keterampilan. Mahasiswa di kampusku semacam numpang saja. Diperintah terus! Ditambah lagi para aktifis yang menghilang! Sehingga KEDIKTATORAN semakin menjadi! Pihak terkait memberi permasalahan tanpa solusi. Semacam aku kuliah di jaman penjajahan saja!

Adapu para tamu dari Kampus lain, harus hidup menggantung di jalanan. Biasanya para tamu mendapat jamuan yang layak, eh ini malah hidup terlantung. Padahal bila jamuan dari kami baik, pasti nama kampus kami juga dikenal baik. Kalau seperti ini bagaimana bisa dikenal baik. Ya sudahlah, aku ikut teman-teman saja, wong teman-teman biasa-biasa saja kok dengan keadaan darurat ini. Mending aku diam. Seperti para aktifis yang diam karena sudah dikenyangkan.


1 komentar:

Silahkan kolom komentar diisi