Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

SIAPA STATUS PALING TINGGI DI MASYARAKAT

Jumat, 29 Desember 2017

Oleh: Faidi Ansori
"Siapa status yang paling tinggi di masyarakat? Kalau boleh saya jujur, yang paling tinggi bukanlah Nabi, bukan ulama’, bukan sahabat, bukan raja, bukan syuhada’, bukan kiyai, bukan pastur, bukan pendeta, bukan resi, bukan sufi, bukan ustad, bukan orang tua, bukan profesor, bukan dosen, apalagi Mahasiswa. Yang paling tinggi adalah Manusia, maka menjadi manusia itu lebih penting,” Bung Slenteng

Santai dulu Cak, janganlah tegang, jangan marah, jangan keburu-buru. Pertama yang harus kita lakukan, yaitu sabar, karena sabar adalah pangkal dimana kita akan disayang Tuhan, kalau kita tidak sabar, tak disayang tuhan, jadi jelas kan? Demikian ucap Ustad saya sewaktu ngaji kitab.  

Yang pertama harus kita lakukan sebelum ketema diatas, nyalakan dulu roknya dan hisap dengan kesenangan hati. Ingat hanya bagi perokok, yang tidak ngerokok jangan mengharam-haramkan yang ngerokok. Kedua, buat kopi dulu, kalau selesai baru seruputlah, biar fres otaknya, tapi hanya bagi yang ngopi, kalau yang tidak, gak usah menyalahkan yang ngopi, apalagi sampai apesoan pada sipenulis, sebab penulis sedang ngerokok dan ngopi juga. Hahahaha.

Kini tiba saatnya saya harus menjelaskan apa yang menjadi pengangkatan tema diatas “Siapa Status Paling Tinggi Di Masyarakat”.  Sekarang pertanyaan saya, kalain pernah belajar agama Islam, Kristen, Katolik, Bhuda, Hindu, Konghucu, atau apapun agama yang pernah kalain pelajari atau yang kalian pelajari? Kalau kalian benar-benar belajar tolonglah jawab, tapi sik. Kalian harus belajar sungguh-sungguh dulu, itu syarat utamanya.  Insyallah kalau saya tidak salah didalam ajaran dogma masing-masing diantara kita, masih mempercayai adanya Status Nabi-Nabi, Sahabat, Anak Tuhan, Pastur, Pendeta, Resi dan semacamnya.

Jika saya diperbolehkan berbicara Islam, kebanyakan umat Islam didalam mempercayai agama, mereka dikenalkan dan mengenal para Nabi dan Rosul. Rosul yang wajib dipercayai ada 25. Begitu pula didalam ajaran agama Kristen dan Katolik Status Nabi sangatlah penting keberadaannya. Didalam ajaran agama Konghucu mereka banyak mengenal Nabi-nabi seperti Nabi Fu Xi, Huang Di, Nabi Yao, Nabi Sun, Nabi Xia Yu, Nabi Wen dan Nabi yang lain. Didalam agama Hindu ada banyak Kasta, diantaranya ada kasta Brahma yang terdiri dari para pendeta-pendeta, ada kasta Kesatria, Kasta Waisya, dan lain-lain. Didalam Agama Bhuda kalau tidak salah yang saya ketahui, untuk membantu orang mengalami pencerahan, yang membantu adalah Sangha, Sangha ini adalah komunita para rahib. Ya begitulah pengetahuan saya tentang Status didalam ajaran agama-agama dunia. Semua yang saya sebutkan diatas adalah status penting  dan perlu kita ketahui agar mampu mengerti siapa sebenarnya mereka itu didalam masyarakat.

Yang penting juga perlu kita tahu, siapakah Ustad, Kiyai, Profesor, Doktorr, Dosen, Raja, Orang Tua, dan Mahasiswa didalam Masyarakat dan seberapa kuatkah mereka?  Saya akui secara jujur, bahwa mereka sama-sama kuat didalam masyarakat. Mereka punya status sendiri didalam kalangannya masing-masing.

lihatlah Kiyai, kalau dia berada disosial kultur pondok pesantren kedudukan Statusnya bagaikan dewa, siapa yang tidak mau takdim padanya, setiap ucapanya tak salah, walaupun terkadang pula banyak salahnya. Tetapi saking takdim butanya para santri tanpa belajar dengan baik dan benar, segala yang keluar dan yang dilakukan oleh Kiyainya dianggap wahyu yang tak boleh dibantahkan. Ini banyak terjadi dikalangan pondok pesantren. Kiyai adalah status tertinggi dipondok pesantren.

Ustad, hahahaha ini mungkin agak lucu, karena status Ustad juga bermacam-macam. Ada Ustad karena dipaksa menjadi Ustad sebab ada tugas dari Kiyainya, ada pula Ustad karena sering bersama Kiyai, ada juga Ustad karena sering muncul ditelevisi. Nama Ustad juga mempunyai status tinggi dimasyarakat. Biasanya para Ustad mengajar dimadrosah, di masjid-masjid, dan yang sangat mungkin pula punya murid dan jamaah pengajian. Ya namanya manusia, saya punya perspektif sendiri untuk menilai Status Ustad yang saya tulis ini. Bagi saya nama Ustad terkadang hanya bergelar nama, namun kenyataannya sungguh sangat miris bila kita ketahui yang sebenarnya. Maaf ini pengalaman saya yang saya tahu selama bersama Ustad-ustad dan juga yang saya alami sendiri ketika menjadi Ustad hahahahah, sebab itu Status Ustad sangatlah berat untuk dipunya, karena Ustad mengemban moral yang perlu dilakukan dengan ikhlas sesuai tuntunan Al-quran dan Hadis, ya masak Ustadnya ngerampok, pacaran, judian, mabukan, zinahan, korupsian. Itu kan gak etis bagi seorang Ustad.

Sekarang saya memang menyediakan terhadap kalian khusus untuk yang berstatus Dosen, Profesor, Doktor, dan Mahasiswa.

Cak, kalian pernah tahu dan pernah berhadapan dengan Dosen, Prof, dan Doktor? Kalau memang iya, apa yang pernah kalian tahu dan alami dari mereka, baik atau buruknya? Ya udah, jawab sendiri saja, gak usah dikasih tahu sama saya, sebab saya juga gak bisa telepati dengan kalian diwaktu sekarang, kapan-kapan saja lah. Simpan saja unek-unek itu. Sekarang coba baca saja uraian pengalaman saya ketika saya bersama mereka. Dulu sekitar tahun 2010 kalau gak keliru, saya pernah hadir seminar yang diisi oleh Profesor dan juga berstatuskan Rektor. Namun sayang seribu kalisayang saya lupa nama Profesor itu dan dari Universitas mana? tetapi ingatan saya insyaallah masih kuat atas energi positif pembawaannya ketika beliau mengisi seminar diaula Gedung Block E lantai paling atas Pondok Pesantren Banyuanyar. Rektor itu keren sekali, cerdik, berilmu, dan mampu bahasanya dipahami oleh para santri termasuk saya yang pada waktu itu menjadi santri di pondok pesantren Banyuanyar. Tetapi ketika saya bertemu Profesor lain, mereka hanya bisa keren didalam teks dan penilitian saja. Namun tidak keren didalam prilaku kesehariannya ketika berdinas dikantor yang dia duduki. Waduh Prof seperti ini tidak perlu dicontoh oleh kalian, sebab kalau dijadikan contoh akan hancurlah dunia ini hahahahaha.
Saya kira cukup kalau masalah Profesor, sekarang bagaimana Status Doktorr dan Dosen dikampus-kampus. Selama saya menjadi Mahasiswa di Universitas ternama dimadura, Kecamatan Kamal, sulit kiranya saya dapati Doktor dan Dosen yang benar-benar bisa membimbing saya para Mahasiswa untuk menjadi mahasiswa kreatif, inovatif, solutif, akademis, dan organisatoris. Tetapi sebaliknya banyak diantara teman-teman saya dibangku kuluaih yang otaknya banyak terisi dan tercuni dengan pekerjaan-pekerjaan yang diluar dunia keilmuan dan pengetahuan. Banyak membuktikan bahwa teman-teman saya dikampus dipenuhi dengan otak-otak pabrik dan perusahaan. Sekarang pertanyaannya benarkah Status Dosen, katanya mendidik keilmuan dan pengetahuan tetapi melahirkan anak-anak bangsa yang berjiwa pekerja alias pembantu atau lebih kasarnya kalau sering saya sebutkan “Merupakan budak-budak produksi”. Ya betul. Kanapa tidak saya harus jujur dengan kondisi itu.

Dosen dan Doktor yang saya ketahui selama ini. Sangatlah tidak sesuai dengan apa yang ada dibenak fikirkan sebelum kuliah. Pemikiran masalalu seperti Dosen, Doktor, Profesor dengan layangan isu bahwa mereka pinter-pinter. Namun sayang seribu kali sayang ternyata tidak sesuai dengan apa yang dialami dan dirasakan setiap kali saya masuk kuliah. Ya apa mungkin seorang pengajar tidak masuk matakuliah dengan seribu alasan ada kesibukan, sakit karena proyek ini dan proyek itu, hahahaha maaf tidak disengaja, terlanjur menyebutkannya. Tetapi memang benar kan? Hihihi. Ada banyak pula Dosen yang telat masuk kelas sedangkan mahasiswanya disuruh nunggu dan diberikan tugas. Saya kira yang sibuk dan yang lebih pintar adalah mahasiswa bukanlah Dosen atau Doktor, cuma karena Starus Sosial para mahasiswa kalah perang dimidan perkuliahan dengan Dosen. Waduh-waduh, ini bahaya demi kecerdasan bangsa Indonesia kalau dikemudian hari setiap dosen seperti itu terus, celaka. Kita harus adil sesama pelajar. Kita harus mempercayai tuhan dengan kaffah, bahwa tuhan maha adil, masak dosen tidak mau mengeikuti tuhan yang maha adil. Jadi jikalau diantara kita punya Status, maka pergunakanlah Status  sosial untuk kebaikan bersama sebagaimana tuhan menciptakan kita untuk bekerjasama. Kita tidak boleh lagi mengulangi kesalahan dua kali bahkan berkali-kali dikemudian hari, dan jangan banyak alasan untuk membenarkannya kalau itu betul butul salah. Karena apabila kita berbicara Status Dosen dan Doktor diruang-ruang kuliah sangatlah berpengaruh terhadap para mahasiswa. Kalau dosennya tidak tahu maka mahasiswanya akan lebih daripada itu, kalau mahasiswanya bodoh maka jangan salahkan mahasiswanya saja, tetapi dosennya juga. Dan perlu dingat untuk para mahasiswa, seperti apa yang dikatakan Soe Hoe Gie “Guru bukan dewa dan tak selamanya benar dan murid bukan kerbau” dan juga untuk para dosen, Mahasiswa juga manusia yang sepantasnya diperlakukan sebagaimana manusia, bukan mesin.

Wah maaf bapak ibu dosen, saya tidak bermaksud demikian tetapi saya bermaksud mencari apa yang benar dan apa yang salah diantara kita. Saya mencari esensi bukan eksistensi. Apabila saya salah, mohon dicari kenapa saya harus salah dan bisa anda menegur selama tidak sesuai dengan realitas yang anda alami. Maklumilah karena saya manusia dan bersifat manusia. Jika saya dipukul maka sifat seorang manusia juga ingin memukul, jika anda disindir maka pantas kiranya anda tersindir dan mau menyindir pula. Kalau dengan tinta kita bisa marah maka jawablah dengan tinta juga kita harus marah. Karena ini adalah bentuk keadilan.

Pendapat saya akan pengalaman yang selama ini dirasa diruang-ruang kuliah tidaklah bernilai absolot, sebab masih ada dosen yang saya kenal baik diruang kuliah dan diluar. Ya kerena itu indahnya Status Manusia dimuka bumi, pastilah ada Kontoversi, ini tidak perlu dikelirukan. Saya lebih mencintai manusia daripada Status yang baru dibuat manusia.

Membicarakan Prof, Doktor, dan Dosen saya kira sudah cukup jelas dengan pekerjaannya. Sekarang siapa sebanarnya Mahasiswa dan apa Status yang diemban. Benarkah mahasiswa itu adalah agen perubahan, seorang manusia geneus, intelek, dan kontrol Masyarakat?  Apakah itu benar-benar dimiliki para mahasiswa? ataukah malah sebaliknya mayarakatlah yang memiliki itu semua? Persoalan ini adalah persolan yang cukup berat utuk saya jawab. Namun semoga tidak salah jika saya jawab soal-soal itu dengan pengalaman salama belajar dibangku kuliah bersama Mahasiswa.

Mahasiswa merupakan kekuatan besar dimana penjajah bisa ditaklukkan karenanya, rezim bisa terganggu sebab ulah-ulah gerakannya dan Masyarakat mengapresiasikan ketika mahasiswa bergeraak progresif demi masa depan bangsa. Mari kita melihat kemasa lampau, ambil contoh paduka presiden Sukarno, beliau sejak berumur 20 tahun mampu menyusun sistem yang mampu mengusir penjajah dari tanah “Bumi Ibu Pertiwi”, dengan senjata ajaran Marhaenismenya. Kemudian menggali apa yang ada di negeri Indonesia dan muncullah PANCASILA 1 juni 1945 serta disepakati sebagai kelahiran Pancasila yang dipelopori oleh paduka Presiden Jokowi. Ingatlah ketika umur 20 tahun Status Sukarno masih mahasiswa dan dia bisa berbuat besar untuk Indonesia. Sukarno ketika itu kuliah d HBS kalau sekarang Institut Tektologi Bandung (ITB). Kita coba lihat yang lain seperti Hatta, Sjahrir, dan Tan Malaka, mereka sarjana-sarjana yang mampu membangun bangsa Indonesia menuju perubahan kearah yang lebih maju, sampai sekarang kita rasakan hasilnya. Itulah Fonding Father kita.

Diera sekitar 1965/1966 muncullah manusia baru yang tak asing ditelinga para aktivis Mahasiswa, yaitu Soe Hoe Gie dan Ahmad wahib, mereka berdua mampu memberi perubahan signifikan dan semangat baru untuk pemuda dan masyarakat Indonesia sehingga tergulingkanlah Ir. sukarno dari kursi kedudukannya. Sukarno pada waktu itu dianggap otoriter dikalangan Mahasiswa terutama oleh Gie. Namun sayang seribu kali sayang sulit saya temui Manusia-manusia baru dikalangan mahasiswa zaman Pos-Moderent ini yang seperti Gie dan Wahib atau yang mendekati semangat perjuangannya menghadapi penguasa yang serba ambur adur ini. Harap dimaklumi mungkin karena presiden bangsa kita masih belum dicap otoreter dan diktator atau memang Mahasiswanya yang BANCI.

Kalau coba saya teliti dari diri sendiri, terkadang malah lebih banyak malesnya untuk belajar dari pada ngopi. Sering membuang waktu hanya untuk ngobrol tak bermakna, daripada membaca buku, belajar, ngerjakan tugas, menulis, dan mendengarkan dosen diawaktu persentasi. Inilah yang saya alami. Namun juga masih banyak mahasiswa yang berangkat dari rumahnya dibekali uang saku tebal dan rekening dengan bermacam nama oleh orang tuanya, tatapi kuliah ya gak kuliah, belajar ya gak belajar, nugas ya gak nugas, ya pacaran betul pacaran. Aneh, ini mahasiswa macam apa? Otak Materialisme meracuni mereka. Masuk kampus dikenalkan dan mengenal jabatan, kekuasaan, biasiswa, pacaran, cafe, dan pakain. Harap dimaklumi jika kalian menemukan Mahasiswa zaman Now ini. Karena mereka memang terbiasa dengan seperti itu. Sulit kiranya saya melihat Mahasiswa zaman Now membawa buku, membaca, berdiskusi, kajian, musyawarah, hadir seminar dan acara-acara organisasi, serta hal-hal postif lainnya. Apa karena bekal mereka materi ataukah nafsu birahi hahahaha. Maaf-maaf saya tidak bermaksud demikian. Namun ini jukup jelas dalam kehidupan mahasiswa sekarang. Yang waras harus ngalah, katanya hihihihi.

Warung kopi dan Cafe dijadikan tempat pertemuan hanya untuk internetan dan game-gamean. Apa pantas untuk kalangan Satus tertinggi di masyarakat. Saya kira tidak cocok, memang benar kata adik saya, mahasiswa sekarang merupakan “Gererasi Menunduk”, menunduk bukan lagi baca buku, bukan baca kitab, tetapi baca status dan saling chatingan dengan teman-teman dan pacarnya. Sunggu terbaiknya mahasiswa zaman sekarang, aduh keliru, sungguh terburuknya mahasiswa zaman sekarang hahahaha.  Yang sangat miris sekali ketika saya tanyakan “Kalau lulus entar apa yang akan kamu lakukan?”  Dia menjawab “Ya, kerja mas?”, kerja apa?  “Ya pokoknya Saya lamar pekerjaan dulu?”. Demikian jawaban teman saya ketika ditanya. Hahahaha, begitu sangat miris keadaan zama ini. Jadi kalau seperti itu, buat apa kulaih mencari ilmu jauh-jauh kalau kita tidak keluar dari zona perbudakan yang selama ini ada dan mengental dinegara kita. Kalau kuliah hanya untuk bekerja menjadi budak, ya ngapain kuliah. Jadi begini saja, saya punya adik dan teman-teman Mts dirumah, mereka gak kuliah bahkan Mts-pun gak lulus, tetapi penghasilannya sebukan lumayan untuk menghidupi diri dan keluarganya. Dan ada juga anak didik saya di Amperreh, Karang Anyar, Ketapang Sampang, dia bekerja di Samarinda, Kalimantan dan Malaysia. Pekerjaannya dikebun kelapa sawit, ada juga pembantu rumah tangga. Namun penghasilannya bisa membuat rumah, membeli seperda motor dan mobil, pengahasilannya lumayan banyak. Ketika saya fikir-fikir anak yang gak lulus Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau SD bisa mengalahkan para mahasiswa dikampus saya yang hanya bisa menghasilkan uang 1 bulan dengan jumlah 2 juta.  Sungguh mirisnya jika yang ada diotak Mahasiswa adalah pekerjaan pembudakan atau kalau kata teman saya “Budak-budak pabrik dan budak-budak perusahaan”, saya bukan bermaksud menyinggung tetapi inilah kenyataannya ketika saya bertanya pada teman-teman. Kebiasaan ini harus dirubah, sebab ini tidak sejalan dengan apa sebanarnya tujuan kita kuliah. Yang tepat seperti apa? Yaitu niat kita seharusnya mencari ilmu, ibadah, menghilangkan kebodohan untuk mencapai kreatifitas dan punya jiwa usahawan. Mungkin ini saran, apabila gak cocok ya, jangan dipaksakan. Namun fikirkan dulu kalau kalian tidak suka dengan cara ini, sialahkan cari cara lain.

Orang tua merupakan Status tertinggi dalam keluarga, jika orang tua mengatakan A maka si anak seharusnya mengikuti apa yang dikatakannya tetapi jika tidak karena keluar dari syariat agama kita masing-masing maka jawabannya tidaklah boleh diikuti. Mari kita buka lebar-lebar kebenaran yang seharusnya kita cari. Ingat kebenaran itu datangnya dari tuhan bukan dari siapapun bahkan orang tua. Yang lebih berkuasa adalah sang pencipta, bukan yang diciptakan, orang tua itu bukan pencipta. Jadi kita berhak ikut, berhak pula tidak, apabila tuhan melarang kita berbuat zina tetapi orang tua kita menganjurkannya, janganlah kita ikuti, berati berhak tidak terhadapnya. Kalau tuhan menyuruh kita bersilatur rahim dan orang tua kita melarangnya berarti orang tua melanggar aturan tuhan. Perlu diingat bahwa bukan siapa yang berbicara tetapi apa yang dibicarakan dan ini yang salah kaprah. Banyak orang tua tak mau mengikuti apa yang disarankan oleh anaknya yang tahu dari tuhan dan nabinya karena dianggap anak itu lahir darinya. Banyak sikap raja yang menjelma dalam diri orang tua yang tak mau diatur oleh rakyatnya (Anak). Namun tidak sedikit anak yang tidak patuh pada orang tuanya sekalipun salah dalam hukum agama dan budaya sosial. Banyak diantara orang tua dan anak yang bersikukuh pada prisnsip masing-masing dengan buta. Ya bahasa anak mudaya gak mau kalah karena “Saya yang lebih tahu”. Sikap demikian tidak diperbolehkan oleh tuhan, kitab, dan nabi.


Saya kira kita harus sama-sama dewasa untuk mengahadapi kehidupan ini, kita sama-sama mencari apa yang benar bukan siapa yang benar. Karena kebenaran ada pada diri kita masing-masing, bisa ada pada saya, anda, kalian, mereka, atau siapapun. Jangan kita persoalkan yang benar. Yang perlu kita benahi adalah pengakuan kebenaran kita masing-masing. Tetapi saya katakan demikian bukan menyuruh si anak untuk membantah, mencela, melecehkan dan perbuatan negatif lainnya. Namun saya bermaksud kita harus bijaksana dalam melakukan semua hal.

Sekarang sudah sampai maksud sebenarnya yang saya tulis mulai dari pragraf paling atas serta maksud tema “Siapa Status Paling Tinggi Di Masyarakat Itu”. Nabi, ulama’, sahabat- sahabat, raja, syuhada’, kiyai, ustad, pastur, pendeta, resi, sufi, orang tua, profesor, dosen, mahasiswa. Semuanya itu adalah statusnya adalah Manusia bukan malaikat, bukan syaiton, bukan pula tuhan dan dewa. Mereka semua, jika kita ketahui dengan teliti kenapa mereka dipilih sebagai satus tertinggi diantara yang lain,  jawaban seder hananya karena itu merupakan kepanjangan tangan tuhan.

Tuhan punya kepanjangan tangan dibumi untuk menyebarkan kebenaran keberadaannya. Kita coba ambil contoh Para nabi dan rosul didalam agama Islam. 25 Nabi dan Rosul adalah manusia pilihan tuhan yang diperintah oleh Allah Swt. Untuk menyebarkan syariat, thariat, hakikat, dan makrifat tuhan untuk semua makhluk ciptannya dibumi. Para Nabi menyuruh yang makruf dan mencegah yang mungkar. Karena nabi manusia maka dengan alasan status Manusia tuhan mimilih nabi sebagai staus tertinggi diantara ciptaan yang lain. Coba kita baca Buku “Mengilmiahkan Tauhid” Karya Bamar Eska, yang diterbitkan CV. Bintang Pelajar. Gresik di halaman 51/56. Dalam buku tersebut dijelaskan “Allah berkuasa menunjuk manusia tertentu menjadi nabi”, jadi kita dapat memahami bahwa hanya manusialah yang dipilih oleh Allah sebagai status tertinggi di bumi, dan manusia tertentu itu bernamakan Nabi, ingat, Nabi itu manusia. Manusia mempunyai akal yang mampu tahu apa yang baik baginya dan apa yang tidak baginya. Seharusnya manusia mampu meneliti dan milihat dampak positif atau negatif yang akan menimpa seorang diri. Maka karena Status manusia kita dapat menilai segala apapun yang ada dimuka bumi.

Kiyai, Ustad, Dosen, Profesor, Pendeta, Pastur, Sufi, Mahasiswa mereka semua dipilah oleh ruang sosialnya bukan karena dia berkelamin malaikat, atau hewan tetapi karena statusnya sebagai manusia. Namun masih banyak diantara mereka keluar dari jalur kemanusian. Banyak diantara mereka malah milih sendiri seperti hewan bahkan melebihi. Status gelar akan percuma jika tidak menjadi manusia sebagiamana sifat manusia seharusnya.

Jadi sangatlah jelas, bahwa pangkal Status kelas yang saya sebutkan semuanya karena dilatarbelakangi hakikatnya sebagai Manusia. Kita tak perlu memperdebatkan hal ini keruang-ruang diskusi dan kertas. mulai dari sekarang kita harus menjadi manusia sejati, yang kiyai, ustad, pastur, pendeta, profesor, dosen, doktor, Mahasiswa dan yang menyandang status lain. Perlu kiranya kita benahi kekeliruan, biar status tertinggi kita sebagai manusia mendorong status lainnya yang selama ini kita bangga-banggakan. Kalau kita benar-benar menjadi manusia sejati, saya yakin kita tidak akan perlu dengan status baru itu. Baik yang profesor, ustad, pendeta, sufi, dan lainnya.

Saya kira cukup disini saja karena tangan ini tak sanggup untuk meneruskan.


Terimakasih anda sudah membaca. Kalau anda gemes, silahkan koment dan anggaplah tulisan ini gawur, ya karena memang disengaja ngawur hahahaha, tolong balas dikomentar.

Hadanallah Waiyyakum Summassalamu Alaiku Warah Matullahi Wabarakatuh



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kolom komentar diisi