Oleh: Rochman Ali Putra
Ketua Umum Organda Ikatan Mahasiswa Pasuruan
(IMAPAS)
Semua orang
tahu bahwa ngerokok itu nikmat. Kepulan nikotin yang dihasilkan dari batang
kretek serta bara api di ujungnya, ditambah paduan air panas, bubuk kopi dan
gula pasir dengan takaran yang cukup, dan dituangkan kedalam satu cangkir
cantik merupakan kenikmatan tersendiri bagi penikmat kopi dan rokok .
Kenikmatan rokok
dan kopi hanya bisa dirasakan oleh orang yang memang benar-benar pecandu. Yang
tidak terbiasa dengan tradisi itu pasti merasakan rasa lain yang tidak enak.
Namun kita tidaklah boleh saling memaksa. Kalau yang tidak suka ngerokok dan
ngopi cukuplah dengan air putih saja, atau teh, atau apapun yang lain, asal
jangan miras, sebab yang satu ini dalam ajaran semua kitab agama manapun
sangatlah dilarang. Pancasila pun menegaskan demikian (wkwkwakwak)-Intermezo
saja, gak usah kalian mengerutkan dahi, nanti tuhan kalian Marah loh.
Jika anda
tersinggung membaca tulisan gak serius ini. Saya sarankan: Ambil Wudhu’ dan banyaklah
membaca Istighfar. Kalau kalian masih berkenan melanjutkan tulisan iseng ini
dan sudah lari karakter kesetanan kalian. Dan juga kalian dapat memastikan
sudah mempunyai iman yang kuat. Maka lanjutkan dengan sepenuh hati dan gak usah
merasa tersinggung.
Jika ada
seribu orang yang tidak suka dangdutan, pastikan salah satunya adalah saya.
Karena menurut saya, dari pada mendengarkan musik dangdut, mendingan dengerin
shalawatan, mutsabaqohan, dan tadarusan. Dangdut menurut saya sangat un-faidah dan itu merupakan bagian dari
kemunafikan walaupun toh saya juga kadang munafik. Buktinya, akhir-akhir ini
saya malah juga tertarik pada musik dangdut, terlebih ketika nyanyian Artis
Muda yang sedang naik daun saat ini ‘katanya sih’ yaitu Via Vallen.
Lagu dangdut
dalam persepektif penikmat yang baru tahu ini, seperti saya terkadang merasa
aneh, ketika mendengar goyangan nada yang dibawakan Via Vallen yang saya
sebutkan seorang yang naik daun dipragraf atas. Jangankan bertatap mata, lihat
fotonya saja saya tak tahu seperti apa, tapi rasa saya telah jatuh cinta pada ‘suaranya’.
Maklumilah saya merupakan penikmat lagu dangdut yang baru kenal terutama sosok
Vallen. Jika saya penasaran pada sosok Via Vallen seperti kelakuannya yang sebenar-benarnya
sungguhlah wajar. Bahkan sampai-sampai saya sempat membayangkan seorang Via
Vallen sedang berada di balik kelambu tempat saya sholat dengan nada yang
lamban nan sayu serta alunan pola yang tersayat-sayat, lalu membaca dengan
tuntas Surah Ar-Rahman dengan suara emasnya, suara yang persis ketika ia
melantunkann lagu yang berjudul “SAYANG” di atas panggung OM SERA. Itu hanyalah
bayangan sewaktu saya mengingatnya. Hahaha, maaf sampai terbayang-bayang.
Maklum soalnya baru tahu lagu dangdutan.
Nikmat-nikmat
geli saya membayangkan wanita dangdut itu. Walaupun itu betul-betul terjadi, saya
masih berkeyakinan tidak mungkin juga ia lakukan ditempat biasa saya sholat.
Kalaupun ia benar-benar membaca surah Ar-Rahman paling juga ia akan jual hasil
rekamannya untuk ia tukar dengan kulit pisang dari pada membeli tunas pisangnya
untuk ia tanam.
Terlepas soal
Via Vallen dan Dangdut, kurang lebih 2 bulan ini saya bisa mengisi liburan
dengan kegiatan penuh di rumah, ya sambil melupakan segala kemunafikan yang
telah saya nikmati selama satu tahun terakhir di kampus tercinta, yaitu kampus ternama
di madura UTM atau lebih terkenalnya dengan sebutan kampus Trunojoyo.
Perasaan
jengah karena selalu mendengar dakwah-dakwah manusia munafik dikampus juga wejengan,
sastra, puisi, dan lain-lain yang saya rasa terlalu sangat dipaksakan biar
dikatakan keren oleh pendengar sejatinya.
Dilain waktu pernah
saya mendapat kritikan akan tulisan saya di akun FB. Tulisan itu saya sadari
memang terlalu kasar dan tajam. Namun kritikan tersebut saya alihfungsikan
sebagai bahan bakar untuk kemudian dalam kesempatan tulisan berikutnya.
Keindahan
bahasa dalam penulisan sastra dan lainnya cenderung tidak saya pakai dalam gaya
tulisan ini, karena saya menulis bukan untuk dijual. Namun aneh saja ketika ada
orang yang rela menukar Idealismenya dengan sepeser uang kertas. Dan yang lebih
aneh lagi orang yang membelinya ‘Hayooo,
siapa sekarang yang sedang berpolitik jual beli daging itik. Ooo maaf salah,
daging sapi maksudnya’ tapi tak jadi masalah. Saya tidak sakit hati loh,
sebab bagi saya ketika anda berkhianat itu sudah biasa, yang luar biasa ketika
anda tidak berhianat, hehehehehe. Dan kalau boleh saya ingatkan, itu IDEALISME
men, bukan gorengan, juga bukan bungkusan filter, karena seorang produsen tidak
menjual IDE-nya dengan harga eceran. Bayangkan saja ketika pemilik perusahaan
rokok menjual resep rokok sama dengan harga perbungkus rokok ke setiap orang,
wakwakwak, gile lu ndro’
*****
Peran
Mahasiswa memang mulai terasa apik ketika
pasca tragedi runtuhnya kekuasaan Rezim Suharto tahun 1998. Sehingga sampai
saat ini dengan adanya sejarah yang telah Mahasiswa goreskan diera 1998 membuat para generasi kita berbusung
dada dengan adanya pertanyaan “siapa ditatanan masyarakat Indonesia yang paling
ditakuti?”, maka jawaban mereka pastilah muncul kata “KAMI” (bagi mahasiswa). Pertanyaan
berikutnya menyusul “Loh kenapa kok bisa kalian?” jawabnya pasti “Karena saya
Mahasiswa”. Demikian tukas puas Mahasiswa sambil ketawa terbahak-bahak.
Dari dialog
tersebut saya mencoba menarik kesimpulan yang konyol “jika Hakim sebagai Wakil
Tuhan di dunia, maka Mahasiswa adalah sekutu Tuhan di dunia”. Percaya atau
tidak percaya terserah kalian soal kekonyolan perkataan saya itu. Namun yang
pasti anda juga mengamini dengan adanya gelar ‘mahasiswa’ yang merupakan suatu
subjek selain Tuhan yang memakai gelar “MAHA” di depan namanya. Oleh karena
itu, saya tidak pernah mengakui diri sebagai Mahasiswa Hukum, walaupun saya
Mahasiswa Hukum atau Pelajar Hukum. Hehehehe.
Ke-idealisan
Mahasiswa diera keterbelakan memang patut diajungi jempol. Mereka mampu
menurunkan seseorang setingkat presiden dari Altar kekuasaannya, bahkan mereka
juga berhasil meninabobokkan para penerusnya (Mahasiswa Jaman Now). Jangankan demo
presiden, unjukrasa Toilet pun masih lenggak lenggok dan selalu berada pada
garda terdepan ketika ada pembagian uang beasiswa, hahahah, hehehe.
Ohhh,,,,Via
Vallen, Suaramu bagai Emas 24 karat, sayang kalau hanya engkau tukar dengan
se-KIJANG kulit Pisang, hehehehehe.
Cangkir dan
bungkus filter sudah kosong, tulisanpun terpaksa saya cukupkan. Maaf apabila
kalian kurang puas dengan materi stand up
komedi ini.
PASURUAN,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi