Oleh: M. Muslih
MAHASISWA: SOSIOLOGI FISIB UTM, SEKALIGUS AKTIVIS UKM RISET FISIB UTM
Pembangunan merupakan usaha yang direncanakan untuk meningkatkan
kualitas hidup masyarakat agar dapat mendukung keadaan hidup yang membawanya
kepada kesejahteraan.
Pembangunan di negara Barat seringkali dijadikan kiblat daripada
pembangunan kita, dengan demikian pembangunan di negara kita hanya dapat
diartikan sebatas pembangunan yang bersifat materi, seperti halnya pembangunan
infrastruktur jalan raya, gedung-gedung tinggi dan peningkatan pendapatan per
kapital, atau pendapatan domestik bruto (PDB) yang digunakan untuk mengukur
pembangunan suatu negara (Hardjanto, 2011: 1-2). Dari sudut pandang ini
pembangunan sering di identikkan dengan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
yang sifatnya fisik belaka (Anwas, 2014: 41).
Sedangkan pembangunan yang menempatkan pertumbuhan ekonomi setelah
perang dunia ke II memang telah menunjukkan peningkatan pendapatan per kapital
negara-negara Dunia Ketiga, namun di sisi lain pembangunan pertumbuhan ekonomi
ini ternyata belum mampu mengatasi permasalahan kemiskinan dan kesenjangan
ekonomi negara Dunia Ketiga (Hardjanto, 2011: 2). Pengalaman di Indonesia
membuktikan tatkala pemerintah Orde Baru melalui kebijakan Revolusi Hijaunya
menerapkan pembangunan Nasional dan menjadikan bangsa Indonesia mampu menjadi
Negara swasembada terbesar di dunia. Namun di lain sisi masih banyak
ketimpangan dan kemiskinan yang terjadi di desa-desa, pertanyaannya kenapa hal
ini bisa terjadi? Pembangunan yang hanya menempatkan pertumbuhan ekonomilah
yang menjadi jawabannya sekaligus menjadi permasalahan Orde Baru saat itu
(Usman, 2010: 30-31).
Sebagaimana teori dalam ilmu pengetahuan lainnya, pembangunan
sebagai teori teruslah mengalami perkembangan dan pembaharuan dari waktu ke waktu.
Seperti yang dijelaskan Hardjanto (2011: 11-19). Teori pembangunan berkembang
dari perspektif strategi pertumbuhan (Growth Strategy) yang menempatkan
pertumbuhan ekonomi dan menempatkan sektor industrialisasi sebagai sektor
strategi pembangunan, kelemahan dari sistem ini adalah untuk upaya pembinaan
dalam kelembagaan di masyarakat agar menjadikan Masyarakat yang berada di
daerah bergantung dengan program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.
Perkembangan selanjutnya adalah Strategi pertumbuhan dengan pemerataan (Growth
With Distribution), perspektif ini menempatkan penyediaan lapangan
pekerjaan sebesar mungkin dengan memanfaatkan teknologi sebagai upaya
peningkatan pertumbuhan per kapital di suatu Negara oleh pemerintah. Namun
strategi ini pun mengalami kelemahan, karena yang bisa mengakses lapangan
pekerjaan tersebut hanyalah mereka yang memiliki modal pendidikan dan
keterampilan, tetapi bagi yang tidak memiliki pendidikan juga keterampilan
berada di luar distribusi kesejahteraan Nasional.
Strategi Teknologi Tepat Guna (Appropriate Technology) sebagai
pendekatan berikutnya dengan menciptakan barang-barang produksi dengan cara berkarya.
Kita perlu menempatkan sumber daya lokal dan menyiapkan masyarakat agar mampu
beradaptasi dengan teknologi yang mampu di gunakan untuk memenuhi kebutuhannya.
Namun, seperti pendekatan yang sebelumnya, pendekatan teknologi dengan seperti
ara ini pun menemui kebuntuan disebabkan ongkos teknologi yang tinggi serta
ketiadaannya institusi yang mengembangkan teknologi tersebut.
Dalam Strategi lain dalam teori pembangunan adalah strategi atas
kebutuhan dasar pembangunan (Basic Needs Development). Strategi yang
seperti ini menempatkan kelompok Masyarakat kepada kemiskinan absolut sebagai
kelompok sasaran dengan cara penyediaan kebutuhan dasar bagi Masyarakat yang
tergolong dalam "absolute of pure man", tetapi strategi ini
pun ditinggalkan karena ketiadaanya lembaga yang mengelola dan menerapkan "basic
needs strategy".
Perkembangan strategi pembangunan berikutnya adalah pembangunan
berkelanjutan atau "Suistainable Development". Pembangunan
berkelanjutan dalam konsep ini merupakan kritik terhadap pembangunan yang
berorientasi terhadap industrialisasi yang kemudian berdampak terhadap
kerusakan lingkungan yang semakin serius saat di kondisi saat ini, seperti
menipisnya ozon dan global warming merupakan isu-isu yang sering
di gaungkan oleh penganut perspektif ini, dan menginisiasi pentingnya
pembangunan yang lebih ramah dengan lingkungan serta pelestariannya. Sedangkan
Pemberdayaan empowerment merupakan strategi pembanguann yang saat ini
sedang mendapatkan perhatian besar oleh pemerintah maupun NGO.
Pemberdayaan merupakan konsep alternatif dari teori pembangunan
yang menekankan pada people centered oriented dan sekaligus sebagai
kritik terhadap teori pembangunan sebelumnya yang lebih menitikberatkan pada
pertumbuhan ekonomi bukan pada keberdayaan individu (Hardjanto, 2011: 17).
Pemberdayaan atau empowerment berasal dari kata “power” yang berarti
kekuatan dan kekuasaan. Power bukanlah konsep yang tetap atau stagnan power berubah,
dinamis, dan tercipta melalui relasi sosial sehingga pemberdayaan atau empowerment
memanfaatkan konsep kekuasaan yang dapat dirubah yang awalnya tidak
memiliki kekuasaan atas dirinya sendiri, lantas memiliki kekuasaan penuh untuk
dirinya dan kekuasaan yang dapat diperluas dengan kedua hal inilah power
sebagai dasar pemberdayaan dapat dimungkinkan (Suharto, 2014: 55). Dengan kata
lain pemberdayaan adalah sharing power yaitu peningkatan kemampuan dan
penetapan kewenangan kepada pihak-pihak yang belum berdaya (Aminah, 2014: 2-4).
Secara sederhana pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan
keberdayaan dari mereka yang dirugikan. Jadi dalam konsep ini yang ditekankan
adalah keberdayaan dan dirugikan (Ife, 2008: 130).
Keberdayaan adalah kondisi dimana seorang individu atau kelompok
yang memiliki kemampuan untuk mengakses sumber-sumber informasi, teknologi,
modal dan mengembangkan keterampilan sehingga ia mampu mengatasi masalah
kehidupan dengan kemampuannya sendiri (Aminah, 2014: 2). Dengan kata lain
keberdayaan adalah penetapan otonomi yang dimiliki oleh setiap individu atau
pun kelompok untuk mengambil keputusan atas hidup mereka sendiri tanpa adanya
paksaan dari pihak luar dan pengembangan keterampilan maupun kebutuhan ini
bersumber dari sumber daya yang dimiliki oleh setiap individu maupun kelompok
(Hardjanto, 2011: 18).
Mereka yang dirugikan dalam konsep pemberdayaan diatas Ife
(2008: 145-147), membaginya dalam tiga kategori yaitu struktur yang merugikan
primer. Kategori pertama ini menitikberatkan kepada struktur yang merugikan
seseorang yang dilihat dari kelas, genderm dan etnisitas. Ketiga kelompok
inilah yang mendapatkan operasi yang menjadikan mereka menjadi pihak yang
dirugikan oleh struktur. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kaum miskin
pengangguran, pekerja berpenghasilan rendah, penerima jaminan sosial yang
dimasukkan dalam kategori struktur kelas. Pihak yang dirugikan dari sisi gender
adalah perempuan, dan ras/etnisitas yang dirugikan oleh struktur adalah
Masyarakat pribumi atau etnis minoritas dan kultural. Kategori pertama inilah
yang seharusnya diperhatikan oleh agen-agen pemberdayaan. Kategori kedua adalah
kelompok lain yang dirugikan, kategori ini adalah kelompok yang di rugikan
meski pun tidak merupakan korban struktur yang merugikan primer seperti yang
dijelaskan sebelumnya. Kategori kedua ini adalah manula (manusia usia lanjut),
penyandang disabilitas, dan penduduk daerah terpencil. Kelompok yanh tadi
merupakan kelompok yang rentan untuk dirugikan karena keterbatasan kemampuan
fisik, maupun keterampilan, sehingga apabila kelompok ini merupakan kelompok
yang sekaligus miskin, maka mereka menjadi kelompok yang dirugikan. Kategori
berikutnya adalah pribadi yang dirugikan. Kategori ini mengidentifikasi
permasalahan individu atau pribadi seperti rasa malu, kesepian, krisis
identitas, dan permasalahan yang bersifat individu ketika berinteraksi dengan
bentuk-bentuk struktur dari keadaan yang merugikan (kelas, gender, dan ras/etnisitas)
yang berdampak terhadap akses kepada sumber daya.
Kategori mereka yang dirugikan lain dan tidak jauh berbeda
dengan apa yang dijelaskan di atas juga dikembangkan oleh Suharto (2014: 61)
dengan istilah kelompok lemah yang di kategori kan menjadi 3 yaitu kelompok
lemah secara struktural yang berarti kelompok yang di lemahkan oleh struktur
seperti pendidikan yang mahal sehingga tidak mampu mengakses pendidika.
Kategori berikutnya adalah kelompok lemah khusus. Kelompok yang masuk dalam
kategori ini adalah penyandang diasbilitas, manula, gay dan lesbi. Mereka tidak
berdaya bukan hanya karena kendala kemampuan dirinya sendiri tetapi adanya
kekurang adailan dan diskriminasi dalam aspek-aspek kehidupan tertentulah yang
menjadikan mereka masuk dalam kategori kelompok lemah khusus. Kategori yang
terakhir adalah kelompok lemah personal.
Individu maupun kelompok yang lemah atau pun dirugikan seperti
yang dijelaskan diatas mereka tidak memiliki kemampuan untuk berdaya dan tidak
memiliki pilihan-pilihan sendiri dalam menentukan tujuan hidup mereka sendiri.
Hal ini dikarenakan keterbatasan-keterbatasan baik secara struktural maupun
kemampuan mereka. Kelompok inilah yang kemudian menjadi sasaran pemberdayaan
sebagai suatu proses untuk meningkatkan kemampuan individu maupun kelompok
untuk keberdayan yang dilakukan secara demokratis, agar mampu membangun diri
dan lingkungannya dalam meningkatkan kualitas kehidupan sehingga mampu hidup
mandiri dan sejahtera (Anwas, 2014: 50). Gambaran mengenai konsep pemberdayaan
secara ringkas dapat di ketahui dari skema di bawah ini:
Gambar 2.1 Konsep Pemberdayaan
Sumber: disarikan dari Anwas, 2014: 49
*****
Dari skema di atas dapat dipahami bahwa pemberdayaan berawal dari
keadaan ketidak berdayaan (powerless). Kondisi ketidakberdayaan inilah
yang menyebabkan mereka tidak memiliki kemampuan untuk memutuskan pilihan hidup
mereka sendiri. Struktur yang memindas maupun kelompok yang lemah kemudian
menjadi sasaran pemberdayaan. Sehingga di sini pemberdayaan (empowerment) berupaya
memaksimalkan pilihan-pilihan efektif individu maupun kelompok, guna
meningkatkan kekuasaan mereka atas keputusan-keputusan yang menyangkut masa
depan pribadi mereka. Ketika seseorang atau kelompok telah mampu menguasai dan
berkuasa atas kehidupannya sendiri atau berdaya atas hidupnya sendiri telah
mencapai suatu keadaan powerfull.
Daftar Bacaan
Aminah, Siti dan Narni Farmayanti. Pemberdayaan
Sosial Petani-Nelayan, Keunikan Agrosistem, dan Daya Saing. Jakarta:
Yayasan Penerbit Obor.
Anwas, Oos M. 2014. Pemberdayaan Masyarakat di Era
Globalisasi. Bandung: Alfabeta.
Hardjanto, Imam. 2011. Teori Pembangunan. Malang:
UB Press.
Ife, Jim dan Frank Tesoriero.
2008. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era
Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suharto, Edi. 2014. Membangun Masyarakat
Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan
Pekerjaan Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Usman, Sunyoto. 2010. Pembangunan
dan Pemberdayaan Masyarakat. Jogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi