Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Pemberdayaan Sebagai Kritik Teori Pembangunan

Sabtu, 17 Februari 2018
Oleh: M. Muslih
 MAHASISWA: SOSIOLOGI FISIB UTM, SEKALIGUS AKTIVIS UKM RISET FISIB UTM

Pembangunan merupakan usaha yang direncanakan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat agar dapat mendukung keadaan hidup yang membawanya kepada kesejahteraan.

Pembangunan di negara Barat seringkali dijadikan kiblat daripada pembangunan kita, dengan demikian pembangunan di negara kita hanya dapat diartikan sebatas pembangunan yang bersifat materi, seperti halnya pembangunan infrastruktur jalan raya, gedung-gedung tinggi dan peningkatan pendapatan per kapital, atau pendapatan domestik bruto (PDB) yang digunakan untuk mengukur pembangunan suatu negara (Hardjanto, 2011: 1-2). Dari sudut pandang ini pembangunan sering di identikkan dengan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang sifatnya fisik belaka (Anwas, 2014: 41).

Sedangkan pembangunan yang menempatkan pertumbuhan ekonomi setelah perang dunia ke II memang telah menunjukkan peningkatan pendapatan per kapital negara-negara Dunia Ketiga, namun di sisi lain pembangunan pertumbuhan ekonomi ini ternyata belum mampu mengatasi permasalahan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi negara Dunia Ketiga (Hardjanto, 2011: 2). Pengalaman di Indonesia membuktikan tatkala pemerintah Orde Baru melalui kebijakan Revolusi Hijaunya menerapkan pembangunan Nasional dan menjadikan bangsa Indonesia mampu menjadi Negara swasembada terbesar di dunia. Namun di lain sisi masih banyak ketimpangan dan kemiskinan yang terjadi di desa-desa, pertanyaannya kenapa hal ini bisa terjadi? Pembangunan yang hanya menempatkan pertumbuhan ekonomilah yang menjadi jawabannya sekaligus menjadi permasalahan Orde Baru saat itu (Usman, 2010: 30-31).

Sebagaimana teori dalam ilmu pengetahuan lainnya, pembangunan sebagai teori teruslah mengalami perkembangan dan pembaharuan dari waktu ke waktu. Seperti yang dijelaskan Hardjanto (2011: 11-19). Teori pembangunan berkembang dari perspektif strategi pertumbuhan (Growth Strategy) yang menempatkan pertumbuhan ekonomi dan menempatkan sektor industrialisasi sebagai sektor strategi pembangunan, kelemahan dari sistem ini adalah untuk upaya pembinaan dalam kelembagaan di masyarakat agar menjadikan Masyarakat yang berada di daerah bergantung dengan program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Perkembangan selanjutnya adalah Strategi pertumbuhan dengan pemerataan (Growth With Distribution), perspektif ini menempatkan penyediaan lapangan pekerjaan sebesar mungkin dengan memanfaatkan teknologi sebagai upaya peningkatan pertumbuhan per kapital di suatu Negara oleh pemerintah. Namun strategi ini pun mengalami kelemahan, karena yang bisa mengakses lapangan pekerjaan tersebut hanyalah mereka yang memiliki modal pendidikan dan keterampilan, tetapi bagi yang tidak memiliki pendidikan juga keterampilan berada di luar distribusi kesejahteraan Nasional.

Strategi Teknologi Tepat Guna (Appropriate Technology) sebagai pendekatan berikutnya dengan menciptakan barang-barang produksi dengan cara berkarya. Kita perlu menempatkan sumber daya lokal dan menyiapkan masyarakat agar mampu beradaptasi dengan teknologi yang mampu di gunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Namun, seperti pendekatan yang sebelumnya, pendekatan teknologi dengan seperti ara ini pun menemui kebuntuan disebabkan ongkos teknologi yang tinggi serta ketiadaannya institusi yang mengembangkan teknologi tersebut.

Dalam Strategi lain dalam teori pembangunan adalah strategi atas kebutuhan dasar pembangunan (Basic Needs Development). Strategi yang seperti ini menempatkan kelompok Masyarakat kepada kemiskinan absolut sebagai kelompok sasaran dengan cara penyediaan kebutuhan dasar bagi Masyarakat yang tergolong dalam "absolute of pure man", tetapi strategi ini pun ditinggalkan karena ketiadaanya lembaga yang mengelola dan menerapkan "basic needs strategy".

Perkembangan strategi pembangunan berikutnya adalah pembangunan berkelanjutan atau "Suistainable Development". Pembangunan berkelanjutan dalam konsep ini merupakan kritik terhadap pembangunan yang berorientasi terhadap industrialisasi yang kemudian berdampak terhadap kerusakan lingkungan yang semakin serius saat di kondisi saat ini, seperti menipisnya ozon dan global warming merupakan isu-isu yang sering di gaungkan oleh penganut perspektif ini, dan menginisiasi pentingnya pembangunan yang lebih ramah dengan lingkungan serta pelestariannya. Sedangkan Pemberdayaan empowerment merupakan strategi pembanguann yang saat ini sedang mendapatkan perhatian besar oleh pemerintah maupun NGO.

Pemberdayaan merupakan konsep alternatif dari teori pembangunan yang menekankan pada people centered oriented dan sekaligus sebagai kritik terhadap teori pembangunan sebelumnya yang lebih menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi bukan pada keberdayaan individu (Hardjanto, 2011: 17). Pemberdayaan atau empowerment berasal dari kata “power” yang berarti kekuatan dan kekuasaan. Power bukanlah konsep yang tetap atau stagnan power berubah, dinamis, dan tercipta melalui relasi sosial sehingga pemberdayaan atau empowerment memanfaatkan konsep kekuasaan yang dapat dirubah yang awalnya tidak memiliki kekuasaan atas dirinya sendiri, lantas memiliki kekuasaan penuh untuk dirinya dan kekuasaan yang dapat diperluas dengan kedua hal inilah power sebagai dasar pemberdayaan dapat dimungkinkan (Suharto, 2014: 55). Dengan kata lain pemberdayaan adalah sharing power yaitu peningkatan kemampuan dan penetapan kewenangan kepada pihak-pihak yang belum berdaya (Aminah, 2014: 2-4).

Secara sederhana pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan dari mereka yang dirugikan. Jadi dalam konsep ini yang ditekankan adalah keberdayaan dan dirugikan (Ife, 2008: 130).

Keberdayaan adalah kondisi dimana seorang individu atau kelompok yang memiliki kemampuan untuk mengakses sumber-sumber informasi, teknologi, modal dan mengembangkan keterampilan sehingga ia mampu mengatasi masalah kehidupan dengan kemampuannya sendiri (Aminah, 2014: 2). Dengan kata lain keberdayaan adalah penetapan otonomi yang dimiliki oleh setiap individu atau pun kelompok untuk mengambil keputusan atas hidup mereka sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak luar dan pengembangan keterampilan maupun kebutuhan ini bersumber dari sumber daya yang dimiliki oleh setiap individu maupun kelompok (Hardjanto, 2011: 18).

Mereka yang dirugikan dalam konsep pemberdayaan diatas Ife (2008: 145-147), membaginya dalam tiga kategori yaitu struktur yang merugikan primer. Kategori pertama ini menitikberatkan kepada struktur yang merugikan seseorang yang dilihat dari kelas, genderm dan etnisitas. Ketiga kelompok inilah yang mendapatkan operasi yang menjadikan mereka menjadi pihak yang dirugikan oleh struktur. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kaum miskin pengangguran, pekerja berpenghasilan rendah, penerima jaminan sosial yang dimasukkan dalam kategori struktur kelas. Pihak yang dirugikan dari sisi gender adalah perempuan, dan ras/etnisitas yang dirugikan oleh struktur adalah Masyarakat pribumi atau etnis minoritas dan kultural. Kategori pertama inilah yang seharusnya diperhatikan oleh agen-agen pemberdayaan. Kategori kedua adalah kelompok lain yang dirugikan, kategori ini adalah kelompok yang di rugikan meski pun tidak merupakan korban struktur yang merugikan primer seperti yang dijelaskan sebelumnya. Kategori kedua ini adalah manula (manusia usia lanjut), penyandang disabilitas, dan penduduk daerah terpencil. Kelompok yanh tadi merupakan kelompok yang rentan untuk dirugikan karena keterbatasan kemampuan fisik, maupun keterampilan, sehingga apabila kelompok ini merupakan kelompok yang sekaligus miskin, maka mereka menjadi kelompok yang dirugikan. Kategori berikutnya adalah pribadi yang dirugikan. Kategori ini mengidentifikasi permasalahan individu atau pribadi seperti rasa malu, kesepian, krisis identitas, dan permasalahan yang bersifat individu ketika berinteraksi dengan bentuk-bentuk struktur dari keadaan yang merugikan (kelas, gender, dan ras/etnisitas) yang berdampak terhadap akses kepada sumber daya.

Kategori mereka yang dirugikan lain dan tidak jauh berbeda dengan apa yang dijelaskan di atas juga dikembangkan oleh Suharto (2014: 61) dengan istilah kelompok lemah yang di kategori kan menjadi 3 yaitu kelompok lemah secara struktural yang berarti kelompok yang di lemahkan oleh struktur seperti pendidikan yang mahal sehingga tidak mampu mengakses pendidika. Kategori berikutnya adalah kelompok lemah khusus. Kelompok yang masuk dalam kategori ini adalah penyandang diasbilitas, manula, gay dan lesbi. Mereka tidak berdaya bukan hanya karena kendala kemampuan dirinya sendiri tetapi adanya kekurang adailan dan diskriminasi dalam aspek-aspek kehidupan tertentulah yang menjadikan mereka masuk dalam kategori kelompok lemah khusus. Kategori yang terakhir adalah kelompok lemah personal.

Individu maupun kelompok yang lemah atau pun dirugikan seperti yang dijelaskan diatas mereka tidak memiliki kemampuan untuk berdaya dan tidak memiliki pilihan-pilihan sendiri dalam menentukan tujuan hidup mereka sendiri. Hal ini dikarenakan keterbatasan-keterbatasan baik secara struktural maupun kemampuan mereka. Kelompok inilah yang kemudian menjadi sasaran pemberdayaan sebagai suatu proses untuk meningkatkan kemampuan individu maupun kelompok untuk keberdayan yang dilakukan secara demokratis, agar mampu membangun diri dan lingkungannya dalam meningkatkan kualitas kehidupan sehingga mampu hidup mandiri dan sejahtera (Anwas, 2014: 50). Gambaran mengenai konsep pemberdayaan secara ringkas dapat di ketahui dari skema di bawah ini:
Gambar 2.1 Konsep Pemberdayaan
Sumber: disarikan dari Anwas, 2014: 49
*****
Dari skema di atas dapat dipahami bahwa pemberdayaan berawal dari keadaan ketidak berdayaan (powerless). Kondisi ketidakberdayaan inilah yang menyebabkan mereka tidak memiliki kemampuan untuk memutuskan pilihan hidup mereka sendiri. Struktur yang memindas maupun kelompok yang lemah kemudian menjadi sasaran pemberdayaan. Sehingga di sini pemberdayaan (empowerment) berupaya memaksimalkan pilihan-pilihan efektif individu maupun kelompok, guna meningkatkan kekuasaan mereka atas keputusan-keputusan yang menyangkut masa depan pribadi mereka. Ketika seseorang atau kelompok telah mampu menguasai dan berkuasa atas kehidupannya sendiri atau berdaya atas hidupnya sendiri telah mencapai suatu keadaan powerfull.



Daftar Bacaan
Aminah, Siti dan Narni Farmayanti. Pemberdayaan Sosial Petani-Nelayan, Keunikan Agrosistem, dan Daya Saing. Jakarta: Yayasan Penerbit Obor.
Anwas, Oos M. 2014. Pemberdayaan Masyarakat di Era Globalisasi. Bandung: Alfabeta.
Hardjanto, Imam. 2011. Teori Pembangunan. Malang: UB Press.
Ife, Jim dan Frank Tesoriero. 2008. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suharto, Edi. 2014. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Usman, Sunyoto. 2010. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Jogyakarta: Pustaka Pelajar.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kolom komentar diisi