Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

PILKADA KABUPATEN FACEBOOK

Sabtu, 17 Februari 2018
Oleh: Em Ruddy
PENULIS DI MEDIA CABARUS.COM
Bisa jadi sekarang sama dengan lima tahun lalu, kata Panjul. Lima tahun kemarin, Pilkada via sosmed sudah rame. Dan, kau akan melihat Pilkada via sosmed tahun ini lebih spektakuler, tambah Panjul, sambil membolak-balik ponsel bututnya yang hanya bisa digunakan untuk SMS, telpon, dan facebook-an yang gratis: Zero.facebook.com (karena gak punya pulsa internet dan ponselnya gak ada wifinya).
*****
"Pilih calon yang merakyat. Suka blusukan dan taat ibadah. Solusinya , pilih Mas Jarene,"

Adalah Umbluk, salah satu anggota dari grup Facebook 'Info Pilkada Kabupaten Facebook' yang menulis status itu. Kulihat satu jam lalu ia memosting, dan 240 likers jempolnya keteteran kemana-mana. Komentatornya lebih spektakuler, ada 430 nyinyiran dan tinggal 10 orang memuji-muji mas Jarene.

"Hahaha... Namanya juga Mas Jarene, semua hanya katanya. Katanya ginilah, gitulah. Gak pasti!" Satu nyinyiran ini dilontarkan oleh Kang Mizukage Clalue Chayank Sunade.

"Situ merakyat? Situ taat ibadah? Sono, lihat ke KPK, pemimpin yang kelihatan merakyat dan taat ibadah berkarung-karung terjerat korupsi."

Dan muncul dibawahnya akun bernama Orang Baik. Ia komentar cukup singkat, tapi bikin panas. "Cuih! Anjing berkopyah."
*****
Sebagai pengangguran permanen, Salim selalu dilanda bingung saat matahari mulai menyapa. Kursi butut didepan rumahnya adalah saksi bisu kegalauannya. Tiap pagi, ia melihat hiruk-pikuk orang-orang berangkat kerja.

"Nyuk minta kopinya!" (Nyuk diambil dari kata 'Munyuk', artinya monyet. Ini adalah julukan Salim. Wajahnya lucu-lucu asu dengan simbar, brengos dan jenggot yang tebal, mirip orang baik yang biasanya jadi pemateri agama di televisi).

"Nih, jangan dihabisin, Blok!"

Blok menyeruput kopi Nyuk. Kulihat, ia memincingkan matanya, ngece.

"Yaudah, tak berangkat dines dulu." Blok pergi, setelah beberapa seruputan kopi. Tapi tidak begitu, itu adalah sindiran pada Salim, karena Blok sudah punya kerjaan.

"Dines-dines. Bilang aja mau nyangkul di sawah!" ucap Salim, setelah berlalu si Blok,menenteng cangkul menuju kebun belakang rumah Salim.

Akhir-akhir ini salim gencar selancar di Facebook mencari lowongan kerja. Dari grup ke grup hingga dari akun-akun palsu yang berkaitan dengan dunia kerja tak sampai luput. Hingga bosan; hingga kusut wajahnya; hingga kini, tetap pengangguran. Berbekal keahliannya meretas Wifi tetangga, dan karena bosen sudah mencari lowongan pekerjaan, kini ia malah asyik download gambar dan video lucu, bekal perang gambar dikomentar facebook. Hingga, Salim mulai tertarik dengan ramainya grup Pilkada.

Salim gabung ke grup Info Pilkada Kabupaten Facebook.

Salim mulai komentar dan like status di grup.

Salim ikut posting status di grup:

"Kita sebagai masyarakat harus punya semangat dalam bekerja membangun Kabupaten. Kira-kira, ada gak calon Bupati yang mendukung masyarakat seperti saya?"

Sambil duduk menikmati jam kosongnya (maksudnya nganggur), ia baca komentar-komentar pada postingannya.

"Pemuda yang seperti ini yang saya suka. Punya semangat kerja tinggi!"

"Semangat, mas. Mari bekerjasama membangun kabupaten kita tercinta."

"Bekerja? Solusinya tetap Mas Jarene."

"Bekerja karena ada-ada. Ada maunya!"

Dan, masing-masing pendukung paslon mulai rame, mengunggulkan calon yang mulia.
*****
Malam benar-benar petang. Meja bilyard masih ramai, ditusuk sana-sini, dimasukkan ini-itu. Adalah Rempong, pemuda yang saban malam berjudi. Kalau kalah, Rempong akan mabuk sampe pagi, ditraktir sama yang menang, dan kalau Rempong menang, ia tetap mabuk sampai pagi,menraktir rivalnya yang bangkrut.

Malam ini Rempong menang.

Dipojok warung bilyard Rempong menakar minuman oplosan.

Rempong mabuk bukan main.

Pulang. Matahari mulai menyapa.

"Calon pemimpin itu harus baik. Taat ibadah, taat aturan perundang-undangan dan tidak sombong."

Sambil senteyotan, status itu diselesaikan Rempong dengan susah payah. Ikut gambar orang berbusana sopan, busana yang biasa dipakai penceramah keagamaan di televisi, yang duduk manis didepan tempat ibadah, yang ia dapatkan saat googling.

"Betul,"

"Itu pemimpin apa Malaikat?"

"Itu jelas Hoax."

"Semoga pemimpin kita nanti baik sama rakyat."

"Bangsat! Pencitraan!..."

Itu rangkuman komentar paling atas dari postingan Rempong.
Didepan rumah. Rempong duduk pasrah. Badannya lemas. Sambil membaca komentar di status Facebooknya, ia takar lagi air setan (katanya) itu, dan menenggak hingga habis.

"Mari bersama-sama menjadi masyarakat yang baik, membangun kabupaten ini dengan baik."
Rempong tersungkur, pingsan, setelah komentar itu terkirim.
*****
Merindu. Suara hati terhalang restu. Malam dan siang ibarat kopi dingin kebanyakan gula: enek. Kau akan merasa kasian melihatnya. Ia murung sebab rindunya tak sampai rambu-rambu Raja-Ratu.

"Rinduku, aku rindu padamu. Apa Rindu juga rindu padaku?" Ia bergumam. Kelopak matanya hitam sudah. Air mata pun kering kerontang, seperti kering tanah dikemarau yang tak sudah-sudah. Ia berlari melampiaskan kepedihan itu. Liburan, main kerumah teman, hingga menghubungi mantan-mantannya yang sudah lebih dari jari tangan-kakimu jumlahnya.

"Hai, apa kabar? Lama gak ketemu. Dengar-dengar kamu kemarin menang lomba masak, selamat, ya!" ucapnya dalam pesan singkat yang ia kirim ke Elena, salah satu mantan pacarnya.

"Baik. Kamu gimana? Makasih ucapan selamatnya."

"Hmmm.. Aku baik, kok. Sekarang lagi sibuk apa, nih?"

"Tumben tanya ginian? Pasti kamu baru putus dan sedang galau." sindir Elena. Ia makin tertekan. Tak lama, nomer Elena ia blokir, kemudian mengurung diri dikamar, kemudian curhat keteman, kemudian up date status di Facebook.

"Aku rela. Pergilah!"

Satu, dua, tiga jam dan masih 7 like; dan tetap bersih dari komentar. Ia scrolling kebawah dan matanya tertarik pada postingan yang ratusan like dan komentarnya.

"Didunia nyata sepi. Ternyata kampanye-nya pindah kesini."

Ia tertarik dengan status itu. Mengetik sambil lalu mengatakan, rindu rindang rinduku. Merunduk, merindukan pemimpin hati yang mau mengerti padaku, pada rakyat sepertiku.

Sang Penguasa Cinta mengomentari statusnya. Katanya, hati-hati sama hati, mas. Biasanya, pejabat itu sehati awalnya. Dan, lama-lama makan hati. Sakit, tuh disini!

Rebonsya Ingiend dhi Mengerti: "Laki kok alay. Makanya, pilih Ibu Nunung. Calon bupati paling cantik dan bertanggungjawab."

Cucok Dech: " Saya jual bambu. Yang minat ganti muka bambu, chat me! #LambeTurah."

"Bu Nunung? Mau dibawa kemana kabupaten ini!"

Beranda grup ia buka. Masih dalam suasana sedih. Berharap ada posting yang lucu, setidaknya ia lupa pada gempa Vulkanik dihatinya. Tidak! Mungkin lebih pas kusebut Tsunami perasaan. Tumpah-ruah, perasaannya meluber hingga daratan tanpa cinta.

Seorang anggota grup nyinyir, teriak-teriak lantang, mengatakan, Hidup Bu Nunung! Calon Bupati yang menyanyangi dan mengayomi rakyat.

Diatasnya pula, sebuah status tandingan muncul. Katanya, hidup Pak Jarene! Calon Bupati yang anti korupsi, transparan, dan jujur.

Seorang mengatakan dirinya netral. Pembela anti korupsi. Muncul. Ikut maramaikan.

"Repot-repot promosi, nanti kalau calonnya terbukti korupsi, pura-pura begok. Sok gak ngerti, padahal, udah kenyang fulus-nya. Dasar generasi receh. Generasi rentenir."

"Hahaha... Ambil aja uangnya. Jangan pilih orangnya."

"Lu, Begok, ya. Money Politik, katanya anti. Kok nerima uang."

"Masyarakat gak amanat."

"Peras calon. Gak mau diperas calon."

"Peras susu aja. #susuAnjing,"
*****
Saudara-saudara! Saya, Jarene, Calon Bupati (selanjutnya saya singkat 'Lonti') mengajak sudara-saudara untuk bahu-membahu menyukseskan Pilkada Kabupaten. Demi kemajuan bersama, jangan lupa pilih saya, satu-satunya Lonti yang berpengalaman, energik, dan suka menolong.

Itu adalah cuplikan pidato Mas Jarene dalam acara deklarasi Lonti, Senin lalu. Cuplikan itu sedang viral di beranda grup 'Info Pilkada Kabupaten Facebook'.

Jika kau membaca, dan kau bukan Timses Lonti Mas Jarene, kau akan membuli habis-habisan. Dan, kau akan memuji, jika kau Timsesnya.

Aku sedikit gatal dan ingin mengajakmu membayangkan seorang teman berbadan tinggi, gemuk, dan lumayan ganteng. Bayangkan, seumpama ia menepuk dadanya sambil bilang, aku orang baik, suka menolong, dan berpengalaman. Aku yakin kau akan menganggapnya orang yang sombong. Tapi tidak begitu, nyatanya, Timses Lonti Mas Jarene tetap menganggap Mas Jarene sebagai malaikat yang tak punya salah, atau paling bodoh menganggapnya tuhan baru, tuhan lima-tahunan.

Tak terima, Bu Nunung pun unjuk bicara. "Semua Ibu bisa merawat, dan tak ada mas-mas yang bisa menjadi Ibu. Ingat sabda nabi, ayah adalah nomer empat setelah menghormati Ibu."

Akun-akun palsu dengan nama yang bikin muntah ramai: saling ejek. Berbagai binatang ikut serta memanaskan suasana.

"Anjing, bangsat!"

"Jangkrik Njaran!"

"Singo!"

"Bajingan!"

"Munyuk!"

"Cok! Kau yang bajingan! Anjing kudisan!"

"Asu! Setan-setan bangsat! Bilang aja lu syirik sama Mas Jarene."

"Mas Jarene busuk! Bu Nunung makin busuk! Semua calon busuk!"

"Lu yang busuk! Akun palsu, bencong lonte!"

Tak terkendali. Semua komentar semaunya sendiri. Satu sama lain tak ada yang kenal. Itu ibarat kamu bicara di telpon yang salah sambung. Namanya salah sambung, omongannya pasti tak nyambung. Bikin bingung. Tak ada untung.

Admin grup kebanyakan micin. Pura-pura buta dengan pulusi-polusi akun-akun palsu.

"Admin mana, admin? Bersihkan postingan provokator. Bikin rusuh!"

"Rakyat sudah lama memendam perasaan. Aspirasi rakyat hanya sampai pada tong sampah pejabat. Maka, jangan salah, saat ini, rakyat brutal menghujat. Sebab hanya facebook yang bebas menampung suara rakyat."

Admin muncul, memosting tulisan geli. Katanya, maaf, karena grup sudah tidak kondusif, grup saya hapus.
Grup dihapus.

Hendri, salah satu anggota grup yang hatinya tersakiti, membuat akun palsu bernama 'Rakyat Kecil'. Dan membuat grup baru: 'Info Pilkada Kabupaten Facebook'.

Perang berlanjut.

Rakyat makin brutal menghujat.

Laiknya, rakyat butuh tempat tong sampah, tapi bukan tong sampah pejabat.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kolom komentar diisi