Oleh: Em Ruddy
PENULIS DI MEDIA CABARUS.COM
Bisa jadi sekarang sama dengan lima
tahun lalu, kata Panjul. Lima tahun kemarin, Pilkada via sosmed sudah
rame. Dan, kau akan melihat Pilkada via sosmed tahun ini lebih
spektakuler, tambah Panjul, sambil membolak-balik ponsel bututnya yang hanya
bisa digunakan untuk SMS, telpon, dan facebook-an yang gratis: Zero.facebook.com
(karena gak punya pulsa internet dan ponselnya gak ada wifinya).
*****
"Pilih calon yang
merakyat. Suka blusukan dan taat ibadah. Solusinya , pilih Mas Jarene,"
Adalah Umbluk, salah satu anggota
dari grup Facebook 'Info Pilkada Kabupaten Facebook' yang menulis status
itu. Kulihat satu jam lalu ia memosting, dan 240 likers jempolnya
keteteran kemana-mana. Komentatornya lebih spektakuler, ada 430 nyinyiran dan
tinggal 10 orang memuji-muji mas Jarene.
"Hahaha... Namanya juga Mas
Jarene, semua hanya katanya. Katanya ginilah, gitulah. Gak pasti!"
Satu nyinyiran ini dilontarkan oleh Kang Mizukage Clalue Chayank Sunade.
"Situ merakyat? Situ taat
ibadah? Sono, lihat ke KPK, pemimpin yang kelihatan merakyat dan taat ibadah
berkarung-karung terjerat korupsi."
Dan muncul dibawahnya akun bernama
Orang Baik. Ia komentar cukup singkat, tapi bikin panas. "Cuih! Anjing
berkopyah."
*****
Sebagai pengangguran permanen, Salim
selalu dilanda bingung saat matahari mulai menyapa. Kursi butut didepan
rumahnya adalah saksi bisu kegalauannya. Tiap pagi, ia melihat hiruk-pikuk
orang-orang berangkat kerja.
"Nyuk minta kopinya!" (Nyuk
diambil dari kata 'Munyuk', artinya monyet. Ini adalah julukan Salim. Wajahnya
lucu-lucu asu dengan simbar, brengos dan jenggot yang tebal, mirip orang baik
yang biasanya jadi pemateri agama di televisi).
"Nih, jangan dihabisin,
Blok!"
Blok menyeruput kopi Nyuk. Kulihat,
ia memincingkan matanya, ngece.
"Yaudah, tak berangkat dines
dulu." Blok pergi, setelah beberapa seruputan kopi. Tapi tidak begitu, itu
adalah sindiran pada Salim, karena Blok sudah punya kerjaan.
"Dines-dines. Bilang aja mau
nyangkul di sawah!" ucap Salim, setelah berlalu si Blok,menenteng cangkul
menuju kebun belakang rumah Salim.
Akhir-akhir ini salim gencar selancar
di Facebook mencari lowongan kerja. Dari grup ke grup hingga dari
akun-akun palsu yang berkaitan dengan dunia kerja tak sampai luput. Hingga
bosan; hingga kusut wajahnya; hingga kini, tetap pengangguran. Berbekal
keahliannya meretas Wifi tetangga, dan karena bosen sudah mencari lowongan
pekerjaan, kini ia malah asyik download gambar dan video lucu,
bekal perang gambar dikomentar facebook. Hingga, Salim mulai tertarik
dengan ramainya grup Pilkada.
Salim gabung ke grup Info Pilkada
Kabupaten Facebook.
Salim mulai komentar dan like status
di grup.
Salim ikut posting status di
grup:
"Kita sebagai masyarakat
harus punya semangat dalam bekerja membangun Kabupaten. Kira-kira, ada gak
calon Bupati yang mendukung masyarakat seperti saya?"
Sambil duduk menikmati jam kosongnya
(maksudnya nganggur), ia baca komentar-komentar pada postingannya.
"Pemuda yang seperti ini yang
saya suka. Punya semangat kerja tinggi!"
"Semangat, mas. Mari bekerjasama
membangun kabupaten kita tercinta."
"Bekerja? Solusinya tetap Mas
Jarene."
"Bekerja karena ada-ada. Ada
maunya!"
Dan, masing-masing pendukung paslon
mulai rame, mengunggulkan calon yang mulia.
*****
Malam benar-benar petang. Meja bilyard
masih ramai, ditusuk sana-sini, dimasukkan ini-itu. Adalah Rempong, pemuda
yang saban malam berjudi. Kalau kalah, Rempong akan mabuk sampe pagi, ditraktir
sama yang menang, dan kalau Rempong menang, ia tetap mabuk sampai
pagi,menraktir rivalnya yang bangkrut.
Malam ini Rempong menang.
Dipojok warung bilyard Rempong
menakar minuman oplosan.
Rempong mabuk bukan main.
Pulang. Matahari mulai menyapa.
"Calon pemimpin itu
harus baik. Taat ibadah, taat aturan perundang-undangan dan tidak
sombong."
Sambil senteyotan, status itu
diselesaikan Rempong dengan susah payah. Ikut gambar orang berbusana sopan,
busana yang biasa dipakai penceramah keagamaan di televisi, yang duduk manis
didepan tempat ibadah, yang ia dapatkan saat googling.
"Betul,"
"Itu pemimpin apa
Malaikat?"
"Itu jelas Hoax."
"Semoga pemimpin kita nanti baik
sama rakyat."
"Bangsat! Pencitraan!..."
Itu rangkuman komentar paling atas
dari postingan Rempong.
Didepan rumah. Rempong duduk pasrah.
Badannya lemas. Sambil membaca komentar di status Facebooknya, ia takar
lagi air setan (katanya) itu, dan menenggak hingga habis.
"Mari bersama-sama menjadi
masyarakat yang baik, membangun kabupaten ini dengan baik."
Rempong tersungkur, pingsan, setelah
komentar itu terkirim.
*****
Merindu. Suara hati terhalang restu.
Malam dan siang ibarat kopi dingin kebanyakan gula: enek. Kau akan
merasa kasian melihatnya. Ia murung sebab rindunya tak sampai rambu-rambu
Raja-Ratu.
"Rinduku, aku rindu padamu. Apa
Rindu juga rindu padaku?" Ia bergumam. Kelopak matanya hitam sudah. Air
mata pun kering kerontang, seperti kering tanah dikemarau yang tak sudah-sudah.
Ia berlari melampiaskan kepedihan itu. Liburan, main kerumah teman, hingga
menghubungi mantan-mantannya yang sudah lebih dari jari tangan-kakimu
jumlahnya.
"Hai, apa kabar? Lama gak
ketemu. Dengar-dengar kamu kemarin menang lomba masak, selamat, ya!"
ucapnya dalam pesan singkat yang ia kirim ke Elena, salah satu mantan pacarnya.
"Baik. Kamu gimana? Makasih
ucapan selamatnya."
"Hmmm.. Aku baik, kok. Sekarang
lagi sibuk apa, nih?"
"Tumben tanya ginian? Pasti kamu
baru putus dan sedang galau." sindir Elena. Ia makin tertekan. Tak lama,
nomer Elena ia blokir, kemudian mengurung diri dikamar, kemudian curhat
keteman, kemudian up date status di Facebook.
"Aku rela.
Pergilah!"
Satu, dua, tiga jam dan masih 7 like;
dan tetap bersih dari komentar. Ia scrolling kebawah dan matanya
tertarik pada postingan yang ratusan like dan komentarnya.
"Didunia nyata sepi.
Ternyata kampanye-nya pindah kesini."
Ia tertarik dengan status itu.
Mengetik sambil lalu mengatakan, rindu rindang rinduku. Merunduk, merindukan
pemimpin hati yang mau mengerti padaku, pada rakyat sepertiku.
Sang Penguasa Cinta mengomentari
statusnya. Katanya, hati-hati sama hati, mas. Biasanya, pejabat itu sehati
awalnya. Dan, lama-lama makan hati. Sakit, tuh disini!
Rebonsya Ingiend dhi Mengerti:
"Laki kok alay. Makanya, pilih Ibu Nunung. Calon bupati paling cantik dan
bertanggungjawab."
Cucok Dech: " Saya jual bambu.
Yang minat ganti muka bambu, chat me! #LambeTurah."
"Bu Nunung? Mau dibawa kemana
kabupaten ini!"
Beranda grup ia buka. Masih dalam
suasana sedih. Berharap ada posting yang lucu, setidaknya ia lupa pada gempa
Vulkanik dihatinya. Tidak! Mungkin lebih pas kusebut Tsunami perasaan.
Tumpah-ruah, perasaannya meluber hingga daratan tanpa cinta.
Seorang anggota grup nyinyir,
teriak-teriak lantang, mengatakan, Hidup Bu Nunung! Calon Bupati yang
menyanyangi dan mengayomi rakyat.
Diatasnya pula, sebuah status
tandingan muncul. Katanya, hidup Pak Jarene! Calon Bupati yang anti korupsi,
transparan, dan jujur.
Seorang mengatakan dirinya netral.
Pembela anti korupsi. Muncul. Ikut maramaikan.
"Repot-repot promosi, nanti
kalau calonnya terbukti korupsi, pura-pura begok. Sok gak ngerti, padahal, udah
kenyang fulus-nya. Dasar generasi receh. Generasi rentenir."
"Hahaha... Ambil aja uangnya.
Jangan pilih orangnya."
"Lu, Begok, ya. Money
Politik, katanya anti. Kok nerima uang."
"Masyarakat gak amanat."
"Peras calon. Gak mau diperas
calon."
"Peras susu aja. #susuAnjing,"
*****
Saudara-saudara! Saya,
Jarene, Calon Bupati (selanjutnya saya singkat 'Lonti') mengajak
sudara-saudara untuk bahu-membahu menyukseskan Pilkada Kabupaten. Demi kemajuan
bersama, jangan lupa pilih saya, satu-satunya Lonti yang berpengalaman,
energik, dan suka menolong.
Itu adalah cuplikan pidato Mas Jarene
dalam acara deklarasi Lonti, Senin lalu. Cuplikan itu sedang viral di beranda
grup 'Info Pilkada Kabupaten Facebook'.
Jika kau membaca, dan kau bukan
Timses Lonti Mas Jarene, kau akan membuli habis-habisan. Dan, kau akan memuji,
jika kau Timsesnya.
Aku sedikit gatal dan ingin
mengajakmu membayangkan seorang teman berbadan tinggi, gemuk, dan lumayan
ganteng. Bayangkan, seumpama ia menepuk dadanya sambil bilang, aku orang baik,
suka menolong, dan berpengalaman. Aku yakin kau akan menganggapnya orang yang
sombong. Tapi tidak begitu, nyatanya, Timses Lonti Mas Jarene tetap menganggap
Mas Jarene sebagai malaikat yang tak punya salah, atau paling bodoh
menganggapnya tuhan baru, tuhan lima-tahunan.
Tak terima, Bu Nunung pun unjuk
bicara. "Semua Ibu bisa merawat, dan tak ada mas-mas yang bisa menjadi
Ibu. Ingat sabda nabi, ayah adalah nomer empat setelah menghormati Ibu."
Akun-akun palsu dengan nama yang
bikin muntah ramai: saling ejek. Berbagai binatang ikut serta memanaskan
suasana.
"Anjing, bangsat!"
"Jangkrik Njaran!"
"Singo!"
"Bajingan!"
"Munyuk!"
"Cok! Kau yang bajingan! Anjing
kudisan!"
"Asu! Setan-setan bangsat!
Bilang aja lu syirik sama Mas Jarene."
"Mas Jarene busuk! Bu Nunung
makin busuk! Semua calon busuk!"
"Lu yang busuk! Akun
palsu, bencong lonte!"
Tak terkendali. Semua komentar
semaunya sendiri. Satu sama lain tak ada yang kenal. Itu ibarat kamu bicara di
telpon yang salah sambung. Namanya salah sambung, omongannya pasti tak
nyambung. Bikin bingung. Tak ada untung.
Admin grup kebanyakan micin. Pura-pura
buta dengan pulusi-polusi akun-akun palsu.
"Admin mana, admin? Bersihkan
postingan provokator. Bikin rusuh!"
"Rakyat sudah lama memendam
perasaan. Aspirasi rakyat hanya sampai pada tong sampah pejabat. Maka, jangan
salah, saat ini, rakyat brutal menghujat. Sebab hanya facebook yang
bebas menampung suara rakyat."
Admin muncul, memosting tulisan geli.
Katanya, maaf, karena grup sudah tidak kondusif, grup saya hapus.
Grup dihapus.
Hendri, salah satu anggota grup yang
hatinya tersakiti, membuat akun palsu bernama 'Rakyat Kecil'. Dan membuat grup
baru: 'Info Pilkada Kabupaten Facebook'.
Perang berlanjut.
Rakyat makin brutal menghujat.
Laiknya, rakyat butuh tempat tong
sampah, tapi bukan tong sampah pejabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi