Oleh: Aryo Gendeng
Aktifis PANCAWARNA
Aktifis PANCAWARNA
Salam Sejahtera untuk kita semua!
Saudaraku yang sedang berbahagia
dimana pun kalian berada. Tidak tau harus dimulai dari mana tulisan ini.
Kebingung dalam penyajian pun meringkus batinku. Cerpen atau puisikah yang
tepat untuk informasi seperti ini. Maka dari itu saya memohon dengan sangat
kepada para pembaca, agar tidak menyebarkan tulisan ini hanya secara tulis
saja. melainkan beribu pengharap kepada saudara-saudara, agar
menceritakan tentang ulasan dalam tulisan ini dengan pembicaraan. Ceritakanlah
inti sari tulisan ini pada keluarga, sanak famili, serta teman dekat saudara.
Saudara yang budiman. Saya yakin
saudara pasti sudah tau berita tentang SMAN 1 Torjun. Bumi belahan mana yang
tidak tau jika diingat-ingat kembali. Belum usai bencana siswa diduga membunuh
gurunya, sekarang lagi menyebar video kepala sekolah ditantang duel oleh siswa
SMP. Saudara-saudara, kebingung sudah di depan mata. Tapi tak seorang pun
memberi solusi tentang kasus ini. Tidak, saudara! Maksudnya bukan kasus SMA 1
Torjun yang tercemar. Melainkan tentang merosotnya moral di Tanah pusaka, yang
salah satunya terjadi di SMAN 1 Torjun. Jika dilihat secara faktual, banyak
buku-buku tentang teori belajar dan pembelajaran terbit hingga
meledak dimana-mana. Tapi keadaan moral generasi bangsa semakin berkurang.
Apakah ada yang salah dari teori-teori tersebut? Atau, kita yang
yang tidak siap menerima konsep pembaharuan dari buku-buku itu? Banyak
manusia-manusia yang belajar tentang kritik sastra di bumi pusaka merah putih
ini. akan tetapi banyak filem yang bukan kadar kemampuan SDM tanah merah putih
ini. Saudara-saudara! Ini buku-buku serta filem-filemkah yang gila? Atau kita
yang yang tidak mau membaca? Atau para pengajak membacakah yang terlalu
memaksa?
Ada beberapa konsepan keren dalam
teori-teori belajar dan pembelajaran. Toeri dalam buku Ratna Willi Dahlan
misalnya. Dalam bukunya ada teori tentang pengaturan diri. Yakni mencangkup
manusia menjadi pengamat prilaku sendiri, kemudian mempertimbangkan prilaku itu dengan
kereteria sendiri, hingga pada pemberian hukuman diri sendiri. Sangat luar
biasa konsepan tersebut, saudara . Tentu dapat di tebak, bahwa Ratna W. D. ini
pernah bergelut di bidang Psikologi. Hal tersebut dapat dilihat dalam
pernyataan yang ditulis itu.
Selain Ratna, ada Drs. Selameto.
Dalam bukunya terulas tentang pengaruh dalam belajar. Jelas dalam
bukunya yang berjudul “Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi” di halaman
26, yakni berisi tentang dorongan kognitf, harga diri, kebutuhan berilifas,
serta penerapan di sekolah. Teori ini sangat luar biasa untuk di terapkan,
saudara. Namun bila boleh bertanya, apakah teori ini mempu membuat anak-anak
bangsa bagian plosok jatuh cinta pada teori ini? Mungkin, bagi saudara yang
suka membaca akan menjawab iya. Dan tidak menutup kemungkinan pula, bagi
saudara yang senang berdialog langsung dengan anak-anak bangsa akan mengatakan
tidak. Mari kita kembali ke masa lampau. Kembali pada zaman nenek moyang kita
belajar pada waktu itu. Nenek moyang kita belajar itu, dari contoh tingkah yang
nyata. jadi cara belajarnya langsung pada bukti prilaku baik. Jika saudara
tidak percaya, silahkan bertanya pada orang tua yang saudara kenal.
Saudara juga ingin tau kenapa
para guru sekarang enggan dihormati oleh siswanya? Tentu sudah jelas, Bahwa,
berlakunya undang-undang yang tidak membolehkan penanganan keras pada siswa
adalah salah satu sebabnya. Kemudian kesaktian-kesaktian para guru sekarang
tidak dapat di buktikan. Kesaktian yang dimaksud adalah Kelakuan Elok Selalu
Ada dan Keiklasan Terus diajarI dalam setiap perjalanAN.
Ketika diingat-ingat ternyata
tidak sedikit guru yang mencabuli siswanya. Hal tersebut bukan dikarenakan guru
tidak mendapat ilmu tentang moral serta filsafatnya dalam perkuliahan. Bahkan
kalau boleh beranggapan, mayoritas guru-guru itu banyak melahap buku-buku.
Namun banyak manusia bumi merah putih kalangan ke bawah masih bertanya, kenapa
para guru atau para pendidik enggan dihormati? Atau, apakah selama menempuh
kuliah, guru itu lebih benyak melangkah ke percintaan dari pada keilmuan?
Kenapa siswa lebih hormat kepada ustad? Saudara yang budiman. Jangan
sekali-kali saudara menjawab pertanyaan. Sebab jika saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di atas, takutnya saudara serta orang yang memberi wacana
seperti ini dianggap teroris.
Saya bukan tidak sepakat pada
konsep UU yang tidak membolehkan memukul siswa. bahkan kekaguman perlu diberibu
tepukkan pada UU tersebut. Akan tetapi saya juga bukan tidak seteju bila siswa
di pukul.
Kita tidak boleh menyalahkan
manusia yang memberlakukan UU tidak membolehkan berlaku keras pada siswa. Akan
tetapi, perlu mempertimbangkan bila tidak membolehkan guru untuk memukul
siswanya. Yang penting ala kadarnya saja. Sesuai dengan kemampuan SBM bumi
merah putih ini.
Dan jika boleh membuka rahasia,
Manusia di pertiwi ini rindu dengan ajaran-ajaran moral yang pernah diterapkan
oleh nenek moyang kita. Seperti Ki Hajar Dewantoro, Sukarno, serta para guru
yang sangat luar biasa sungbangsihnya.
Saudara-saudara, orang yang
menulis tulisan ini, bukan orang yang paling suci! Bukan kritikus! Bukan
pengamat! Bukan penulis! Akan tetapi satu sampah yang ingin berproses menjadi
pupuk, agar bermanfaat bagi Bumi Merah Putih. Dan dengan rendah hati kepada
saudara berharap, agar tidak menyebarkan informasi ini dengan membagikan
tulisan saja. Beribu terimakasih akan tersampaikan pada saudara, Apabila sudah
bercerita secara lisan pada keluarga serta teman dekat.
Sebagai bumbu mutiara dalam
hidup. Izinkan informai ini ditutup dengan kalimat yang dikutip di kitab
La-tazhan. Yakni, Sesungguhnya yang patut disalahkan adalah kesalahan itu
sendiri, dan sesungguhnya yang patut dibenarkan adalah kebenaran itu sendiri.
Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi