Oleh: Moch. Didi Kurniawan
Aktivis Tiater Desah
Sedikit
Berterus Terang
Aku seorang petani, menanam
rentang, membiarkannya menumbuhkan ingin.
Meski aku tahu, seperti halnya
malam-malammu, waktu bisa saja dingin.
Kamukah itu yang menangis? Maaf,
teruskan saja dulu.
Barangkali aku akan tahu siapa yang
memulai. Jika tidak, mungkin aku akan bertanya, apakah kau bisa menanamnya
untukku.
Kau yakin, apa aku bisa menerka
tepat apa-apa tentang tangismu? Jika benar, tak ada yang berubah dariku. Dan
ketika kau tahu itu, aku semakin tenggelam di matamu.
Bangkalan,
2018
Seorang
Lelaki dan Bibir yang Dijadikannya Puisi
Di setiap bait tentang bibir yang
kau tulis,
aku berterima kasih, bingung
tiba-tiba menatapku kembali.
Yah, dia kawan lama dari runyam
teori-teori dan senyum perempuan yang tubuhnya habis dilumat puisi.
Lagi-lagi dia mengajakku berlari,
melewati lekuk warna bibir yang kau ketuk dan rangkai rapi. Memaksaku kembali
merapal napas di setiap jeda dan henti.
Kau lelaki yang menulis puisi,
jangan sedikit pun menggerakkan tubuhmu. Lihat saja hingga usai, bagaimana dia
menggenggam setiap detak jantung dan gerak mataku.
Di setiap bait tentang bibir yang
kau tulis,
bagaimana bisa aku memahami
apa-apa yang buncah dan berdengung silih berganti, menimang pelan teori-teori,
meminang lekas sebuah harap yang dinanti.
Biografi Penulis
Moch. Didi Kurniawan (18/09/1997),
akrab di panggil Didi. Senang menulis
puisi dan mengiringi orang bernyanyi. Menulis orang bernyanyi dan mengiringi puisi-puisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi