Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Jerit Seorang Aktivis

Kamis, 08 Maret 2018
Oleh: Choirul Anwar
Gubernur BEM FISIB Universitas Trunojoyo Madura (UTM)

Kau tahu, aku sudah membaca sedemikian banyak buku idealisme, sudah berdiskusi dengan banyak  malam bersama pemikir-pemikir handal di berbagai kampus. Menggeluti puluhan prinsip di setiap sudut pergerakan, menelan banyak kritikan serta pujian. Namun tidak satupun dari semua itu membuatku girang. Orang bilang, mahasiswa adalah penyambung lidah rakyat, tapi sampai sekarang, rakyat mana yang mengatakan seperti itu. Persoalan garam misalnya, aku dan banyak temanku sudah berjuang beradu mulut dengan para pemangku kebijakan. Begitu juga dengan persoalan UU MD3, tapi sekali lagi, tidak ada rakyat yang mampu menginterpretasikan, bahwa gerakan itu akan membawa dampak positif bagi mereka.

Persoalan yang sama, juga aku rasakan di dalam rumahku sendiri. Jika ada orang yang mengatakan keadaan “sepi dalam keramaian” mungkin aku sudah selera dengan makanan semacam itu. Bergerak dan berteriak bersama tiga puluh, dua puluh, bahkan sepuluh orang sudah biasa aku lakukan, meskipun ketika tujuan tercapai tidak hanya sebatas itu yang merasakan, bisa jadi ribuan orang yang menikmati hasil jerih payah orang semacam aku ini, tapi cerita akan berbeda lagi jika apa yang aku lakukan tidak menuai hasil apa-apa, mungkin ribuan orang akan mengatakan bahwa aku adalah orang yang kurang kerjaan, meskipun kau tahu, bahwa mereka yang mengatakan itu justru lebih kekurangan pekerjaan dibandingkanku.

Terkadang aku berfikir, bahwa dulu pertama kali ketika hendak memasuki dunia mahasiswa, ijinku kepada orang tua hanya kuliah kemudian lulus. Karena yang aku ketahui dulu, menjadi mahasiswa lalu lulus dengan nilai yang baik, dan masuk kerja di tempat yang baik, tapi, setelah menjalani selama beberapa tahun ini, justru aku menempuh jalan yang seolah-olah berbanding terbalik dengan niatku di awal tadi. Semua ini tidak akan terjadi, jika aku tidak memikirkan sumpah yang kadung diikrarkan pada saat ospek kemarin. Kau tahu, hanya gara-gara kalimat yang terselip dalam sumpah mahasiswa aku menjadi begini.

Aku harus konsisten dengan apa yang kadung terlontar tentang Tri Fungsi mahasiswa, meskipun banyak orang yang inkonsisten dengan nilai tersebut. Setidaknya, aku harus paham tentang hukum kifayah atau hukum berjamaah. Dan kau tahu, bahwa kewajiban untuk mengawal kebijakan adalah hukum kifayah. Selagi masih ada yang peduli dengan ketidaksesuaian atau kerusakan, maka kewajiban itu sudah dianggap gugur. Aku hanya memegang itu, ketika aku merasa sepi dalam keramaian.

Pola pikir yang aku bangun memang tidak boleh berujung pada keuntungan sendiri. Tiap detik aku mati, dan tiap detik selanjutnya aku hidup kembali, tapi kematianku setidaknya bisa membuat orang hidup, apalagi kehidupanku justru harus membuat ladang penghidupan untuk orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kolom komentar diisi