Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Sepotong Roti Gepeng Kucuitkan Untuk Tirakat Cinta

Jumat, 18 Mei 2018

By: Em Ruddy, penulis di Institusi Cabarus.com

Seperti tahanan, kekacauan perasaan meluber tak terbendung, tumpah tak karuan dan menjelma menjadi kata-kata yang penuh dengan intrik. Umpatan, igauan, nasihat hingga keragu-raguan terhadap perasaan dihidangkan dengan balutan gurih ideologi islami. Aryo Gendeng membuat saya harus segera berdaulat atas segala belenggu, termasuk belenggu aturan-aturan tata kepenulisan berdasarkan kaidah bahasa yang disepakati. Seperti membaca umpatan-umpatan James Joyce, penulis novel yang menjadi biang aliran 'monolog interior', yang menulis 30 halaman tanpa adanya titik.

Tentang konsistenitas Aryo Gendeng, kutandai beberapa poin. Seperti tanda baca yang menyimpang dari kaidah atau penempatan huruf kapital yang bisa kukatakan linglung. Seperti tulisan sesat dan menyesatkan, masuk bersama pertentangan. Sebagai penikmat buku ini, aku benar-benar dipaksa tirakat oleh penulis. Tirakat dari apapun yang mengganggu kedaulatan dalam tata kepenulisan.

Novel Tirakat Cinta ini termasuk jenis teenlit, dimana isinya menceritakan tentang percintaan remaja. Tulisannya terperinci. Bahkan, untuk hal-hal kecilpun dituliskan, baik dalam bentuk kalimat langsung, maupun tidak langsung. Ini perlu diperbaiki, sebab, sebenarnya, kalimat langsung itu dipakai untuk lebih mengekspresikan keadaan; untuk memerjelas karakter tokoh; atau, untuk menggambarkan sesuatu yang kalau tidak dengan kalimat langsung, tidak memuaskan.

Berdasarkan isinya, penggambaran kisah percintaan yang dibalut unsur religiusitas, sangat terlihat bahwa tulisan pada novel ini berangkat dari pengalaman pribadi penulis. Selipan-selipan simbol kemaduraan juga dimuat dalam novel. Hal itu disebabkan karena penulis adalah anak asli Madura. Tepatnya di kecamatan Torjun, Sampang.

Proses menulis sangat memengaruhi jenis tulisan. Hal ini bisa dilihat dari perbedaan tulisan pada halaman awal, tengah dan akhir. Banyaknya tulisan yang typo dan penempatan tanda baca yang kurang tepat pada halaman awal (Pada judul Menggapai Air Mata,Malaikatku, dan Tulang Rusuk yang Salah), kemungkinan diakibatkan karena kurang terbiasa menulis. Namun, pada tulisan yang berjudul 'Sehayat Cinta yang Terlepas', tulisan terstruktur dengan baik, atau, setidaknya lebih baik dari sebelumnya. Namun, ada yang mengganjal, seperti kata 'Cuk' yang merupakan umpatan khas surabayaan, yang diucapkan beberapa tokoh yang seharusnya memakai umpatan khas madura. Ini menjadi penting untuk diperhatikan, sebab, setting yang singkron dengan isinya, akan membuat pembaca lebih mendalami originalitas keadaan dari cerita.

Sebagai pembaca, tentu aku harus jujur terhadap apa yang  kubaca. Dan, jujur, ikatan batinku sudah lama terjalin dengan Aryo Gendeng.  Itu sebabnya, aku kagum dengan pendiriannya. Maka, adalah sama dengan mengenali Aryo Gendeng, jika kita membaca Novel ini.

Terakhir, satu quote yang menjadi favoritku: Di mana ada permulaan, di situ ada akhiran.

Itu adalah kalimat akhir pada novel tirakat cinta. Menjadi kalimat yang secara tiba-tiba merangkum seluruh cerita pada novel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kolom komentar diisi