Oleh: Faidi Ansori
Kerjaan Ngopi dan Keliling
“Bukalah sambil melirik ke-kanan, ke-kiri.
Bacalah dengan penuh hati”
“Saya mau kembali kezaman dimana setiap
orang menggunakan kertas, semoga kita sama-sama Bahagia”
Kian lama kian
berkecamuk di mata, hatipun terbawa gelombang wanita jelita, Elbat namanya. "Itulah nama yang aku kenal ketika pertemuan kedua
di dalam kelas selapas mata kuliah berakhir", ucap Eril disaat ingatannya
dihimpit dinginnya tiupan angin malam.
Setiap lelaki
diujung samudra atau dipedalaman hutan belantara menghadapi kata langit
yang sama, "Cinta dalam
keberadaannya".
Perhatian mata dalam subjektifitasnya materil
adalah bentuk. Hati diperuntukkan hanya bagi pencinta sejati sebagaimana contoh
tokoh Kahlil Gibran, Sufi Mirza, dan Syaeh Badiuzzaman Said Nurzi (Ulama’ Turki
sang pecinta agung). Tiga menusia tersebut benar-benar pecinta agung diatas
kelas cinta kita.
Aku menarik
nafas cinta begitu panjang untuk kalipertama, sebab kidungan bibir manis Elbat jelita di sudut
kelas sebelah barat. Dia duduk manis sambil melirik bolpoin temannya yang
merahnya agak sudah luntur. Dia menyapaku dari arah belakang.
"Eril, kau tak mau duduk denganku" tanya dia dengan suara lirih pertanda
dia mengajakku supaya menemani disampingnya.
Akupun melirik
dia dengan kedipan mata, pertada aku menyukai si-Elbat itu. Namun dia
hanya biasa-biasa saja dengan saat tingkah
manjaku.
Disamping dia melirikku
dan memintaku untuk ada di dekat tempat duduknya, kayaknya dia hanya butuh
teman, tidak lebih daripada itu. Aku mencoba
menghampirinya dan aku duduk disebalah kanan dimana dia duduk, tetapi dia hanya
tersenyum manja.
Setelah lama
aku ada didekatnya, akupun merasa senang karena dekat dengan anak itu, namun
sayang, aku tidak mengenal batin akarnya. Tetapi di arah garis lain, aku
merasakan energi positif yang dibawa.
Rasanya aku ingin berkata "Ana Uhibbuki". Hati
ini berkecamuk untuk cepat melayangkan surat ini pada anak manis jelita itu,
agar segala keinginan tidak hanya dimuat dibenak keinginan pecinta.
Tidak disangka,
perempuan itu membuatku tertarik untuk dimiliki, bahkan api gairah cintaku tak
ingin terpadamkan.
"Elbat, engkau ibarat lapisan gula diatas sepotong kue yang direbutkan
semut-semut" ucapku dalam hkayal saat aku sedang menuliskan surat itu.
Pengalaman yang
berlalu dialam yang berlalu membuat hati
ini berdenyut, bergetar rasa cinta. Kegembiraan melihat perempuan jelita
tersebut tidaklah berganda, bahkan melampaui nikmatnya hisapan rokok dan
seruputan kopi disela-sela diskusi dan membaca.
Saat pertengahan malam mulai tiba, aku mulai mencoba
berhati-hati dalam menulis, agar perempuan itu tak merasa bahwa dirinya lagi
sedang ditembak.
Saat pertengahan malam sudah terlewarti aku mulai
meneruskan kata-kataku yang termuat ruang hayal.
"Saat bertatab muka didekatnya sungguh
menenangkan hati, bagai seorang pemuda saat direlung dahaga di bawah panasnya matahari
dihamparan padang pasir, lalu diwaktu itu pula siraman air-hujan bercucuran
mengenakan kesekujur tubuh ini" tulisku saat mengingatnya diwaktu
pertemuan kedua di sudut kelas itu.
Jika
hkayalku nyata, maka tentu rasa cintaku terpuaskan. Aku pecinta
perempuan, pemerhati, dan pemuji kecantikan. Kecantikan yang dibawa oleh Elbat merupakan pemikat rasa cinta di dalam diri.
Saat satu
minggu setelah pertemuan kedua itu, Elbat mulai merespon
candaku dengan manja, namun hanya sekali, setelah itu gak ada lagi.
"Mas aku
malu dengan cinta" lirihnya saat aku ajak dia kerumah.
Tak lama
kemudia dia hanya tersenyum bila bertemu denganku, sama halnya ketika aku melihat
ketika juga bersama temannya.
Aku memang
terpesona dengan seyumnya, tapi disisi lain aku merasa risih dan cemburu jika
dia seperti itu.
sebab itulah
alasannya. Fikiran mulai bercinta. Hati mulai terusik
akan keelokan parasnya di depan mata.
Langkah mulai terdorong oleh rasa cinta,
sebab perempuan cantik jelita, rupa menawan itu.
Banyak orang
berkata
"Lihatlah
wanita dari sudut matanya”, namun kata-kata tersebut masihlah belum tepat
bagiku seorang diri, sebab pembicaraanku tidaklah seperti itu, karena untuk melihat Elbat haruslah dari
sinar bola matanya, dan ini bisa dilihat dari pancaran sinarnya yang Indah penuh pesona, bagai pancaran
biru matanya perempuan Amerika dan membahagiakan tak terhingga.
Aku menyukai
canda dan bawaan pembicaraan dari bibir
manisnya, dan aku juga menaruh hati pada paras kecantikan.
Melihat dia tidaklah jauh seperti melihat bunga
mawar lagi sedang tumbuh mekar nan Indah ditaman. Seandainya aku diperbolehkan
menjadi pemilik bunga tersebut juga mahkota hatinya, tentu syukur tak akan
hingga pada ujung batasnya. Namun sayang, kabar burung memukul hati dan telingaku,
bahwa “Ada seorang yang ia cintai yaitu tunagannya". Demikan kabar
burung yang aku terima dari Eri teman karibnya waktu SMP. Benar atau tidak
kabar tersebut hanya dia yang biasa menjawab.
Mekarnya rasa
cintaku selama ini mulai terpecah ketika mendengar kabar burung tersebut,
mulailah meredup, menggugur, dan memecahkan hati. Tetapi
beginilah pencarian diri.
Terkadang
diwaktu-waktu kosong, tembok menjadi penghalang besar agar tamu tidak bisa
mampu melihat indahnya taman di depan teras rumah. Bunga-bunga yang ayu menjadi
hayalan semu pembeli, ketika pembeli yang lain sudah lebih awal menawar dan
mendapatkannya. Mungkin nasib seorang pengeran itu jauh lebih baik nasibnya
dibandingkanku. Tetapi aku tetap berusaha selama pepatah “Sebelum janur kuning melengkung” masih berlaku didalam situasi
sosial laki-laki dan perempuan. Dan semoga hari ini, aku masih beruntung untuk
mendapatkan Si-Elbat. Semoga!, A...Mi...N.
“Bergetar tanganku
ketika memulai menuangkan hati yang paling dalam di alam kertas singkat ini.
Permulaan kalimat didalam surat memaksa, banyak
yang aku rasakan. Namun ketika
aku paksakan bait-bait dari tangan, hilanglah ketakutan untuk melayangkan
surat ini kepadamu, tetapi aku mulai ragu,
gugub, dan was-was, apakah tulisan ini dirasa mengganggu yang membaca"
"Aku lebih
sangat dan teramat bebas menulisakan surat-surat ini daripada mengatakan jujur
dihadapanmu dengan lisan. Sebab aku gampang lupa dan hilang segala keinginan
dan ingatan kalau sudah betatap dengan parasnya. Matamu yang
seperti bintang ditengah rembulannya malam,
membuat aku terpesona sehingga hilanglah kata-kata yang
telah di susun sejak awal dipersiapkan"
Jujur,
aku mencintainya, sebab keelokan paras, kehalusan tutur, dan kepribadian yang
baik. Aku bukan bermaksud mengada-ngada saat rangkaian tulisan ini dibaca
olehmu, namun ini terjadi karena pertemuan. “Kalau perasaan hati seseorang hanya
disimpan bagai permata didalam peti, dan tidak ditelurkan dengan kejujuran,
maka seperti itulah yang disebut cinta palsu. Rasa cinta dengan gaya tersebut
tidak bisa dikatakan sebagai kepercayaan pada diri sendiri, dan aku tidak mau
dikakan seorang yang tidak percaya pada diri sendiri, walaupun penolakan
menimpa, menampar mukaku”
Ucapku di dalam surat itu.
Marilah kita berbicara jujur walaupun pahit dan
menyakitkan. Kopi tidak akan dirasa pahit atau manis kalaulah masih belum
dicoba.
Aku pengagum
perempuan, namun kekaguman tersebut tidaklah gampang untuk meluas keseantero
perempuan jagat, dan semua itu hanya untuk Elbat seorang. Sama
seperti tulisan lafat Allah di atas langit yang terukir atas dasar awan. Lafad
Allah sangatlah Istimewa, begitu pula jika Elbat merupakan
keistimewaan tersendiri yang aku temui.
Serangkaian kata diatas bukan maksud
mengikat hatimu, tetapi hanya kata-katalah yang ternilai estetik. Terkadang
bayanganya bukan mimpi tidur, tetapi kenyataan ketika sendiri bersama ruang.
Celakalah keinginan seseorang, apabila
perjuangannya tanpa membuahi hasil yang segar, masaknya tak rusak, manis
dirasa. Hanya manusia tidak waras yang mau sabar akan kekasih yang dicintainya
tak ada disamping tempat duduk yang sudah tersedia.
Elbat yang manis! Rayuan pepatah penyair konon
katan-katanya sangatlah terkenal pernah berkata “Aku ingin mencintaimu
dengan sederhana seperti kata yang tak pernah tersampaikan api kepada kayu yang
menjadikaannya debu”, demikian pungkas penyair tersebut.
"Kalau pepatah diatas menyalar
keseantero negeri dan memecahkan ruang-ruang kaku, maka aku akan meminjamnya
untuk mu, mungkin dengan kata tersebut aku dapat berhasil, semoga!" terang
Eril dalam kertas kecil yang dia tulis.
Seorang penyair dengan pandainya
memperindah kata sehingga sulit di mengerti banyak orang. Aku bukan manusia
sastra yang bisa memperindah bahasa dan juga melembutkannya. Namun mungkin cara
ini lebih mudah dimengerti dan di balas dengan kesenangan.
Jangan cemberut muka agar tidak keriput
nampak di mata, karena kata-kata Iseng ini. Memilihpun terkadang sangatlah
berat bagi seorang, tetapi tidak harus dibuat pusing kalau pilihanmu merasa
tidak enak untuk keperluan penulis. Buanglah kebisingan ini keluasnya lautan
samudra, karena ombak akan membawa dan orang lain tidak akan menemuinya. Tapi
perlu juga diingat, sebesar apapun ombak yang membawa sampah secuil biji padi,
ombak pastilah bersama, karena hanya ombak air laut yang akan tahu mau dibawa
kemanakah secuil biji padi tersebut.
Dikau wanita jelita, senyum melepaskan
hayalan asap berkepul di udara, nyaman dan segar di lihat mata, tak
membosankan.
Kesendirian adalah kekosongan, kesendirian
adalah keambiguan, kesendirian adalah fikiran. Tetapi sendiri bukan tidak mau
beradu nasib terhadap pujaan hati sepertimu wahai Elbat.
Apakah elektronek dan alat pos-moderent
bisa diganti balasan kiriman pesan merpati putih pertanda surat tersampaikan
dan membahagiakan pengirim, karena cantik jelita tidak dibikin hayalan penulis,
tapi sambut mesra bagai Irya dan Uma dinovel “Surat-surat Irya kepada
Uma, Uma kepada Irya”, karya Ghentong Selo Ali.
Lukisan perempuan di dinding yang ditulis
para seniman karena ada maksud kekaguman dan permintaan untuk menjadi
kenyataan, tetapi dinding bukan makhluk yang dapat mengerti pembicaraan
pengukir. Jika rasaku
membohongimu, maka akan kubohongi banyak perempuan di baju.
Aku tidak seperti anak kecil yang gampang
mengadu. Aku bukan ayam yang sering meminta pelukan induknya. Kiranya bunyi
petikan gitar bersenandung ditelinga membahagiakan penulis.
Setiap kali aku melihatmu di pencibiran
bibir kala kita di pojok kelas itu kebahagian tidak terhingga dimata dan hati.
Aku tetap optimis, bahwa setiap pelayar
ingin mendapatkan banyak ikan untuk dimakan. Pelayar tidak mau rugi pergi
ketengah lautan samudra, begitupun aku menuliskan surat ini padamu.
"Dalam menyukai
tidak bisa mandiri total sendiri, maaf aku sering membenci diri, dan
amuk-amukan karena kerinduan. Cinta terkadang hanya menjadi simpul-simpul
ikatan, tetapi hancur karena ketidakjujuran. Aku terkadang muak membaca,
menulis, dan berbicara hanya kata dan bahasa, tetapi baru-baru ini rasa mulai
muncul mendekat ingin menyentuh hati seorang perempuan yang bernamakan Elbat"
Janganlah khawatir untuk memukulku dari
belakang, karena wajah aslinya didepan. Memandang seseorang harus ditujukan
pada layarnya. Maafkan apabila coretan ini mengganggumu
oh Elbat.
Terkadang aku terlalu berani berucap tegas
penuh keyakinan walaupun keambiguan bertumpuk difikiran. Terkadang menyukai
seseorang akan membuahi penyesalan, namun dilain sisi penyesalan terkadang
hasil daripada keberaninan. Semoga saja keberanianku menetaskan keindahan, bukan
bau busuk bangkai yang tidak diharapkan.
“Semoga coretan
ini bisa dimaklumi. Cahaya cerah yang ditunggu, bukan kopi bubuk tanpa gula
yang diminta”
“Mellas Bhunga Etarema’ah”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi