Oleh:
Aryo Gendeng
Teman-teman yang budiman. Pernahkah teman-teman mengkaji keadaan
di sekitar dengan teori yang pernah didapat di bangku pendidikan? Tentu
teman-teman sudah pernah menginjakkan mata pada buku-buku filsafat. Baik
filsafat umum, filsafat barat, maupun buku-buku filsafat timur. Berbicara
filsafat tentu kita akan diarahkan ke bagaimana mencari kedalaman sesuatu
hingga sedalam-dalamnya, serta seluas-luasnya. Na, boleh tidak jika kita
mengkaji keadaan sedalamnya di sekitar kita? hehehehe
Namun menelaah sedalam-dalamnya tidak gampang, alias tidak
serta-marta memutuskan benar dan salah. Kita harus menggunakan pisau atau teori
untuk menguyak objek agar tertera kebenarannya. Pisau apa saja yang mampu
mengoyak objek agar dapat mengartikan keadaan mendalam. Ya, teman-teman bisa
menggunakan teori semantik, pragmatik, hermeneutika, serta dapat pula
menggunakan teori semiotika.
Pertama, semantik adalah cabang linguistik yang
mempelajari arti atau makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis
representasi lain. Dengan kata lain, Semantik adalah pembelajaran tentang makna.
kedua, Pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian bahasa yang
dikaitkan dengan konteks pemakaiannya. Makna bahasa tersebut dapat dimengerti
bila diketahui konteksnya. Batasan pragmatik adalah aturan-aturan pemakaian
bahasa mengenai bentuk dan makna yang dikaitkan dengan maksud pembicara,
konteks, dan keadaan.
Ketiga, Hermeneutika adalah salah satu jenis filsafat yang mempelajari tentang
interpretasi makna. Nama hermeneutika diambil dari kata kerja dalam bahasa
Yunani hermeneuein yang berarti, menafsirkan, memberi pemahaman, atau
menerjemahkan.
Keempat, Semiotika atau ilmu ketandaan (juga disebut studi semiotik dan dalam
tradisi Saussurean disebut semiologi) adalah studi tentang makna keputusan. Ini
termasuk studi tentang tanda-tanda dan proses tanda (semiosis), indikasi,
penunjukan, kemiripan, analogi, metafora, simbolisme, makna, dan komunikasi.
Mengkaji
Makna BEM, DPM, dan HMP
Jadi beberapa cabang ilmu tentang makna tersebut dapat digunakan
untuk menelaah keadaan yang terjadi di sekitar. Baiklah, agar tidak ngambang,
mari kita bahas tentang BEM=DPM atau himpunan di jurusan dengan teori
hermeneutika. Hermeneutika recour berkenaan dengan penafsiran. Akan tetapi
lebih banyak digunaan menelaah sastra. Kita bayangkan makna dari frasa BEM (Badan Eksekutif Mahasiwa ) , DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa ), atau HMP (Himpunan Mahasiswa Prodi) itu sendiri. Tentu teman-teman boleh memaknakan secara bebas
sesuai dengan titik pengetahuan teman-teman, sebab konsep pemaknaan atau
penafsiran yang ada pada hermeneutika adalah bagaimana jati diri tentang
interpretasi itu sendiri. Jika teman-teman menafsirkan bahwa BEM itu sebagai
suatu kumpulan mahasiswa yang menjadi tulang punggung keluh kesah terhadap
apa-apa yang terjadi di kampus, ya menurut hukum penafsiran interpretasi hal
itu sah-sah saja. Dan DPM ditafsirkan sebagai Dewan perwakilan mahasiswa untuk
segala hal yang perlu diaspirasikan kepada pihak atasan, ya menurut hukum
penafsiran hal itu sangat sah-sah saja. Nah, ternyata setelah kita mampu
menafsirkan kita harus membandingkan antara tugas DMP, BEM, dan HMP dengan
kinerja mereka. Sesuai tidak kinerja dan fungsinya. Namun, aneh bin ajaib
kebanyakan BEM, DPM, serta HMP yang hanya menghafal fungsi daripada jabatan
mereka. Akan tetapi mereka buta akan keadaan yang harus disikapi. Maka dari itu
mereka ibarat jailangkung yang hanya menghantu pada mahasiswa tak berdosa.
Jika di timbang-pikir dengan realita, ternyata BEM, DPM, HMP hanya
berperan besar di OSPEK saja. Hal tersebut dapat di lihat langsung di beberapa
minggu ke depan. Mereka akan sibuk mengadakan rapat untuk mengsukseskan OSPEK.
Padahal jika dipikir-timbang, OSPEK itu hanya begitu-begitu saja.
Dibentak-bentak tanpa maksud tertentu, serta di beri tugas aneh-aneh. Dasaran
dari mereka yang membentak, hanya ingin membuat MABA kritis. Kemudian berani
melawan KOMDIS. Memangnya MABA itu sedang latian militer? Kok bisa di didik
seperti itu. kembali pada pemaknaan fungsi DPM, BEM, dan HMP. DMP, HMP,
dan BEM masih belum jelas fungsinya. maka sesuai dengan kinerja minim alangkah
baiknya jika BEM, DPM, dan HMP itu dibubarkan. Apa? Kalian masih bertanya
bagaimana jika dosen butuh mahasiswa relawan untuk membantu kegiatan kampus.
Hahahahaha. Para pemikir-penyair dan penggemar filsafat pun paham, bahwa
dosen-dosen itu lebih banyak merasakan asam-manis di dunia kampus. Dan hal itu
sangat mudah bagi dosen-dosen. Contoh, bisa saja dosen meminta bantuan pada
mahasiswa yang menurut beliau (dosen-dosen) mampu.
Jadi kesimpulannya, sesuai dengan kinerja real BEM, DPM, serta HMP
selama ini, alangkah baiknya jika BEM, DPM, dan HMP dibubarkan saja.
Jadi seperti itu cara mengkaji keadaan. Harus dengan pisau yang
tepat dan memberi solusi. Nah, di atas itu hanya contoh pengkajian yang ngawor.
Dan tak perlu di hiraukan. Namanya saja juga contoh, dan belum jelas BEM, DPM,
atau HMP di kampus mana. Ya, saran dari pagi yang cerah, alangkah baiknya jika
para alim ilmu melirik keadaan yang ada di sekitar, sebagai bukti daripada
tulisan ngawor di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi