Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Pisau-Pisau Untuk Mencorai Keadaan

Kamis, 19 Juli 2018

Oleh: Aryo Gendeng 
Teman-teman yang budiman. Pernahkah teman-teman mengkaji keadaan di sekitar dengan teori yang pernah didapat di bangku pendidikan? Tentu teman-teman sudah pernah menginjakkan mata pada buku-buku filsafat. Baik filsafat umum, filsafat barat, maupun buku-buku filsafat timur. Berbicara filsafat tentu kita akan diarahkan ke bagaimana mencari kedalaman sesuatu hingga sedalam-dalamnya, serta seluas-luasnya. Na, boleh tidak jika kita mengkaji keadaan sedalamnya di sekitar kita? hehehehe

Namun menelaah sedalam-dalamnya tidak gampang, alias tidak serta-marta memutuskan benar dan salah. Kita harus menggunakan pisau atau teori untuk menguyak objek agar tertera kebenarannya. Pisau apa saja yang mampu mengoyak objek agar dapat mengartikan keadaan mendalam. Ya, teman-teman bisa menggunakan teori semantik, pragmatik, hermeneutika, serta dapat pula menggunakan teori semiotika.

Pertama, semantik adalah cabang linguistik yang mempelajari arti atau makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Dengan kata lain, Semantik adalah pembelajaran tentang makna.

kedua, Pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian bahasa yang dikaitkan dengan konteks pemakaiannya. Makna bahasa tersebut dapat dimengerti bila diketahui konteksnya. Batasan pragmatik adalah aturan-aturan pemakaian bahasa mengenai bentuk dan makna yang dikaitkan dengan maksud pembicara, konteks, dan keadaan.

Ketiga, Hermeneutika adalah salah satu jenis filsafat yang mempelajari tentang interpretasi makna. Nama hermeneutika diambil dari kata kerja dalam bahasa Yunani hermeneuein yang berarti, menafsirkan, memberi pemahaman, atau menerjemahkan.

Keempat, Semiotika atau ilmu ketandaan (juga disebut studi semiotik dan dalam tradisi Saussurean disebut semiologi) adalah studi tentang makna keputusan. Ini termasuk studi tentang tanda-tanda dan proses tanda (semiosis), indikasi, penunjukan, kemiripan, analogi, metafora, simbolisme, makna, dan komunikasi.

Mengkaji Makna BEM, DPM, dan HMP

Jadi beberapa cabang ilmu tentang makna tersebut dapat digunakan untuk menelaah keadaan yang terjadi di sekitar. Baiklah, agar tidak ngambang, mari kita bahas tentang BEM=DPM atau himpunan di jurusan dengan teori hermeneutika. Hermeneutika recour berkenaan dengan penafsiran. Akan tetapi lebih banyak digunaan menelaah sastra. Kita bayangkan makna dari frasa BEM (Badan Eksekutif Mahasiwa ) , DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa ), atau HMP (Himpunan Mahasiswa Prodi) itu sendiri. Tentu teman-teman boleh memaknakan secara bebas sesuai dengan titik pengetahuan teman-teman, sebab konsep pemaknaan atau penafsiran yang ada pada hermeneutika adalah bagaimana jati diri tentang interpretasi itu sendiri. Jika teman-teman menafsirkan bahwa BEM itu sebagai suatu kumpulan mahasiswa yang menjadi tulang punggung keluh kesah terhadap apa-apa yang terjadi di kampus, ya menurut hukum penafsiran interpretasi hal itu sah-sah saja. Dan DPM ditafsirkan sebagai Dewan perwakilan mahasiswa untuk segala hal yang perlu diaspirasikan kepada pihak atasan, ya menurut hukum penafsiran hal itu sangat sah-sah saja. Nah, ternyata setelah kita mampu menafsirkan kita harus membandingkan antara tugas DMP, BEM, dan HMP dengan kinerja mereka. Sesuai tidak kinerja dan fungsinya. Namun, aneh bin ajaib kebanyakan BEM, DPM, serta HMP yang hanya menghafal fungsi daripada jabatan mereka. Akan tetapi mereka buta akan keadaan yang harus disikapi. Maka dari itu mereka ibarat jailangkung yang hanya menghantu pada mahasiswa tak berdosa.

Jika di timbang-pikir dengan realita, ternyata BEM, DPM, HMP hanya berperan besar di OSPEK saja. Hal tersebut dapat di lihat langsung di beberapa minggu ke depan. Mereka akan sibuk mengadakan rapat untuk mengsukseskan OSPEK. Padahal jika dipikir-timbang, OSPEK itu hanya begitu-begitu saja. Dibentak-bentak tanpa maksud tertentu, serta di beri tugas aneh-aneh. Dasaran dari mereka yang membentak, hanya ingin membuat MABA kritis. Kemudian berani melawan KOMDIS. Memangnya MABA itu sedang latian militer? Kok bisa di didik seperti itu. kembali pada pemaknaan fungsi DPM, BEM, dan HMP.  DMP, HMP, dan BEM masih belum jelas fungsinya. maka sesuai dengan kinerja minim alangkah baiknya jika BEM, DPM, dan HMP itu dibubarkan. Apa? Kalian masih bertanya bagaimana jika dosen butuh mahasiswa relawan untuk membantu kegiatan kampus. Hahahahaha. Para pemikir-penyair dan penggemar filsafat pun paham, bahwa dosen-dosen itu lebih banyak merasakan asam-manis di dunia kampus. Dan hal itu sangat mudah bagi dosen-dosen. Contoh, bisa saja dosen meminta bantuan pada mahasiswa yang menurut beliau (dosen-dosen) mampu.

Jadi kesimpulannya, sesuai dengan kinerja real BEM, DPM, serta HMP selama ini, alangkah baiknya jika BEM, DPM, dan HMP dibubarkan saja.

Jadi seperti itu cara mengkaji keadaan. Harus dengan pisau yang tepat dan memberi solusi. Nah, di atas itu hanya contoh pengkajian yang ngawor. Dan tak perlu di hiraukan. Namanya saja juga contoh, dan belum jelas BEM, DPM, atau HMP di kampus mana. Ya, saran dari pagi yang cerah, alangkah baiknya jika para alim ilmu melirik keadaan yang ada di sekitar, sebagai bukti daripada tulisan ngawor di atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kolom komentar diisi