Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Nasib 'Tajuk' Trifungsi Mahasiswa

Selasa, 14 November 2017

Oleh: Bung Sokran

Insan yang tegolong kecil, bawah, proletar dan sejenisnya seperti aku ‘akan’ merasa sangat senang sekali, ketika dua kali panggilan (via telepon) ditolak. Namun, ketika jemari tanganku memulai kesibukan baru, berupa mengetik satu persatu huruf untuk dikirimkan kepada Bung Sidrun yang tergolong kalangan atas, tinggi ataupun borjuis, yang jelas ia adalah manusia yang sedang ‘dipantaskan’ untuk merumuskan kebijakan-kebijakan maslahat di parlemen bernama DPR-RI. Jari-jemari belum berhenti mengetik, tiba-tiba smartphone bergetar dibagian atas layar dengan bertuliskan “maaf ini siapa? Ada apa?”. Seketika itu pula aku menekan layar selama mungkin, hingga huruf-huruf yang sudah ku ketik menjadi hilang dan layarku putih seketika.

Berhubung Bung Sidrun yang mengawali terlebih dahulu percakapan via SMS. Akhirnya, aku mulai menyombongkan diri dengan segala identitasku, bahwa aku yang ‘dihakkan’ untuk meng-iya-tidak-kan suatu hajatan, ingin mengundang Bapak Sidrun hadir ke kampus untuk menjawab kegelisahan segelintir mahasiswa tentang Trifungsi Mahasiswa.
***
Sehari sebelum aku berdialog dengan Bung Sidrun, aku juga berdialog dengan beberapa kawan alumni yang namanya terpampang sebagai satu-satunya blog, yang dengan gagah berani menuliskan Trifungsi Mahasiswa di khalayak umum. Kemudian selanjutnya, aku juga berdialog cukup panjang melalui telepon genggam tentang Trifungsi Juga. Namun, kali ini lebih keren daripada manusia-manusia yang saya hubungi sebelum ataupun sesudahnya. Sebab, ia sebagai Dewan Pengawas dari sebuah rumah yang menghimpung segala macam insan-insan idealis bertalenta.

Bukan sebuah jawaban yang ia lontarkan kepadaku. Akan tetapi, justru hujan pertanyaan yang ditujukan padaku. Hingga akhirnya, aku harus menerima segala serpihan referensi untuk kuselami dalam samudera literasi.

Trifungsi Mahasiswa. Siapa dan siapa saja yang merumuskan? Dimana dan kapan dirumuskannya? Kenapa dan apa dasar dirumuskannya? Dan yang terakhir, yang sedang bergelantungan di syaraf-syaraf nalarku adalah bagaimana dan kepada siapa aku harus mengetahui sekelumit pertanyaan tentang “Trifungsi Mahasiswa”?
***
Sudah cukup, kumpulan kalimat diatas, dijadikan sebuah pengantar akan diskusi kali ini. Empat tahun silam adalah awal atau kali pertama saya menginjakkan kaki di ‘tanah’ perguruan tinggi. Sebelum secara ‘sah’ dinobatkan sebagai mahasiswa, perlu melewati sebuah sirothol mustaqiem ala mahasiswa, yang biasa dikenal dengan sebutan ospek. Dan di ospek itulah, awal perkenalanku dengan ‘sesuatu’ yang bernama Trifungsi Mahasiswa. Hingga kini, istilah “Agent of Change, Social Control dan Man of Analysis” tetap mesra bersemayam dalam nalar yang ‘katanya’ intelektual, yang ‘katanya’ cendekia, dan ‘katanya-katanya’ yang lainnya.

Namun, seiring berjalannya waktu, gejolak mulai bermunculan. Tetes demi tetes, mulai membanjiri ketidak-berdayaan diri dalam memangku ‘gelar’ sebagai mahasiswa, seraya belum utuhnya pengetahuan tentang Trifungsi Mahasiswa. Apalagi, dengan kampus-kampus negeri lainnya berbeda. Jika ‘kita’ memakai istilah “Man Of Analysis”, di kampus lain ada yang menggunakan “Iron Stock”. Ada juga yang cukup menggunakan “Agent of Change” saja, tanpa nilai ataupun idiom lainnya. Yang lebih membuat gejolak mendekati akut adalah, disaat kampus lain tidak mengenal Trifungsi. Maksud saya, bukan berarti mahasiswa di kampus lain tidak keren. Hanya saja, istilah disana cukup “Fungsi dan/atau Peran Mahasiswa” saja. Tidak seperti ‘kita’ yang sudah cukup familiar dengan istilah “Trifungsi Mahasiswa”, bahkan setiap ospek sudah menjadi budaya (tutur) dalam peng-internalisasi-an nilai-nilai mahasiswa.

Apakah Trifungsi Mahasiswa, salah? Tidak perlu digunakan?

Tidak! Tidak perlu gegabah semacam itu untuk menyelesaikan sekelumit persoalan ini. Sementara ini, yang menjadi praduga para mahasiswa tongkrongan warung gentok dan hore library, terdapat dua hal. Yang pertama; merupakan turunan dari Tridharma Perguruan Tinggi. Kedua; merupakan produk dari reformasi 98. Setelah mengetahui kedua praduga itu. Minimal, sudah memberikan suatu pandangan, bagaimana dan kepada siapa ‘kita’ mengadu.

Hemat saya, pada konteks dewasa ini, memang perlu disegerakan untuk mencari tahu secara ‘mendalam’ tentang Trifungsi Mahasiswa. Entah, nanti akan berujung sebagai ‘akhir’ dari peradaban mahasiswa di kampus kita. Atau bahkan, juga bisa menjadi ‘awal’ terbentuknya tameng baja, pelapis idealisme mahasiswa untuk menyongsong suatu peradaban mahasiswa yang lebih luhur dan berbudi di kampus ‘kita’ tercinta. Bisa jadi, Trifungsi Mahasiswa memanglah local wisdom yang memang harus dijaga dan dilestarikan. Jikalau, disombongkan-pun juga bukan persoalan. Yang penting, pengetahuan kita benar-benar ‘utuh’ tentang local wisdom, yang bernama Trifungsi Mahasiswa.

Gores-celoteh pena ini, tidak untuk menjawab kegelisahan sekelumit mahasiswa. Akan tetapi ini hanyalah pemantik ‘demagog’ untuk menggugah khalayak umum ‘mahasiswa’ turut gelisah, hingga berujung dengan kesadaran ‘akan’ identitasnya sebagai mahasiswa. Melalui tulisan ini pula, ku titipkan pesan “Mari kita ambil serat kayu yang terpipih itu, kemudian kita sirami bersama-sama dengan tinta yang terbungkus pena mahasiswa, agar kembali menjadi pohon di peradaban manusia”.

Bangkalan, 14 November 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kolom komentar diisi