Oleh: Bung Sokran
Insan yang tegolong kecil, bawah, proletar dan
sejenisnya seperti aku ‘akan’ merasa sangat senang sekali, ketika dua kali
panggilan (via telepon) ditolak. Namun, ketika jemari tanganku memulai
kesibukan baru, berupa mengetik satu persatu huruf untuk dikirimkan kepada Bung
Sidrun yang tergolong kalangan atas, tinggi ataupun borjuis, yang jelas ia
adalah manusia yang sedang ‘dipantaskan’ untuk merumuskan kebijakan-kebijakan
maslahat di parlemen bernama DPR-RI. Jari-jemari belum berhenti mengetik,
tiba-tiba smartphone bergetar dibagian atas layar dengan bertuliskan “maaf ini
siapa? Ada apa?”. Seketika itu pula aku menekan layar selama mungkin, hingga
huruf-huruf yang sudah ku ketik menjadi hilang dan layarku putih seketika.
Berhubung Bung Sidrun yang mengawali terlebih dahulu
percakapan via SMS. Akhirnya, aku mulai menyombongkan diri dengan segala
identitasku, bahwa aku yang ‘dihakkan’ untuk meng-iya-tidak-kan suatu hajatan, ingin
mengundang Bapak Sidrun hadir ke kampus untuk menjawab kegelisahan segelintir
mahasiswa tentang Trifungsi Mahasiswa.
***
Sehari
sebelum aku berdialog dengan Bung Sidrun, aku juga berdialog dengan beberapa
kawan alumni yang namanya terpampang sebagai satu-satunya blog, yang dengan
gagah berani menuliskan Trifungsi Mahasiswa di khalayak umum. Kemudian selanjutnya,
aku juga berdialog cukup panjang melalui telepon genggam tentang Trifungsi
Juga. Namun, kali ini lebih keren daripada manusia-manusia yang saya hubungi
sebelum ataupun sesudahnya. Sebab, ia sebagai Dewan Pengawas dari sebuah rumah
yang menghimpung segala macam insan-insan idealis bertalenta.
Bukan
sebuah jawaban yang ia lontarkan kepadaku. Akan tetapi, justru hujan pertanyaan
yang ditujukan padaku. Hingga akhirnya, aku harus menerima segala serpihan
referensi untuk kuselami dalam samudera literasi.
Trifungsi
Mahasiswa. Siapa dan siapa saja yang merumuskan? Dimana dan kapan dirumuskannya?
Kenapa dan apa dasar dirumuskannya? Dan yang terakhir, yang sedang
bergelantungan di syaraf-syaraf nalarku adalah bagaimana dan kepada siapa aku
harus mengetahui sekelumit pertanyaan tentang “Trifungsi Mahasiswa”?
***
Sudah
cukup, kumpulan kalimat diatas, dijadikan sebuah pengantar akan diskusi kali
ini. Empat tahun silam adalah awal atau kali pertama saya menginjakkan kaki di
‘tanah’ perguruan tinggi. Sebelum secara ‘sah’ dinobatkan sebagai mahasiswa,
perlu melewati sebuah sirothol mustaqiem
ala mahasiswa, yang biasa dikenal dengan sebutan ospek. Dan di ospek itulah,
awal perkenalanku dengan ‘sesuatu’ yang bernama Trifungsi Mahasiswa. Hingga
kini, istilah “Agent of Change, Social Control dan Man of Analysis” tetap mesra bersemayam dalam nalar yang ‘katanya’
intelektual, yang ‘katanya’ cendekia, dan ‘katanya-katanya’ yang lainnya.
Namun,
seiring berjalannya waktu, gejolak mulai bermunculan. Tetes demi tetes, mulai membanjiri
ketidak-berdayaan diri dalam memangku ‘gelar’ sebagai mahasiswa, seraya belum
utuhnya pengetahuan tentang Trifungsi Mahasiswa. Apalagi, dengan kampus-kampus
negeri lainnya berbeda. Jika ‘kita’ memakai istilah “Man Of Analysis”, di kampus lain ada yang menggunakan “Iron Stock”. Ada juga yang cukup
menggunakan “Agent of Change” saja, tanpa
nilai ataupun idiom lainnya. Yang lebih membuat gejolak mendekati akut adalah,
disaat kampus lain tidak mengenal Trifungsi. Maksud saya, bukan berarti
mahasiswa di kampus lain tidak keren. Hanya saja, istilah disana cukup “Fungsi
dan/atau Peran Mahasiswa” saja. Tidak seperti ‘kita’ yang sudah cukup familiar
dengan istilah “Trifungsi Mahasiswa”, bahkan setiap ospek sudah menjadi budaya
(tutur) dalam peng-internalisasi-an nilai-nilai mahasiswa.
Apakah
Trifungsi Mahasiswa, salah? Tidak perlu digunakan?
Tidak!
Tidak perlu gegabah semacam itu untuk menyelesaikan sekelumit persoalan ini.
Sementara ini, yang menjadi praduga para mahasiswa tongkrongan warung gentok
dan hore library, terdapat dua hal. Yang pertama; merupakan turunan dari
Tridharma Perguruan Tinggi. Kedua; merupakan produk dari reformasi 98. Setelah
mengetahui kedua praduga itu. Minimal, sudah memberikan suatu pandangan, bagaimana
dan kepada siapa ‘kita’ mengadu.
Hemat
saya, pada konteks dewasa ini, memang perlu disegerakan untuk mencari tahu
secara ‘mendalam’ tentang Trifungsi Mahasiswa. Entah, nanti akan berujung
sebagai ‘akhir’ dari peradaban mahasiswa di kampus kita. Atau bahkan, juga bisa
menjadi ‘awal’ terbentuknya tameng baja, pelapis idealisme mahasiswa untuk
menyongsong suatu peradaban mahasiswa yang lebih luhur dan berbudi di kampus ‘kita’
tercinta. Bisa jadi, Trifungsi Mahasiswa memanglah local wisdom yang memang harus dijaga dan dilestarikan. Jikalau, disombongkan-pun
juga bukan persoalan. Yang penting, pengetahuan kita benar-benar ‘utuh’ tentang
local wisdom, yang bernama Trifungsi
Mahasiswa.
Gores-celoteh
pena ini, tidak untuk menjawab kegelisahan sekelumit mahasiswa. Akan tetapi ini
hanyalah pemantik ‘demagog’ untuk menggugah khalayak umum ‘mahasiswa’ turut
gelisah, hingga berujung dengan kesadaran ‘akan’ identitasnya sebagai
mahasiswa. Melalui tulisan ini pula, ku titipkan pesan “Mari kita ambil serat kayu yang
terpipih itu, kemudian kita sirami bersama-sama dengan tinta yang terbungkus
pena mahasiswa, agar kembali menjadi pohon di peradaban manusia”.
Bangkalan, 14 November 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi