Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

PERTEMUAN DI ALAM HITAM YANG BERSINAR

Minggu, 05 November 2017

Oleh: Aryo Gendeng
“Sito! Malam sudah larut, jangan kau duduk di teras, masuk dan tidurlah” Bapakku teriak sambil memainkan jenggotnya. Aku tetap meniup suling yang baru selesai ku buat. Senandung suling ini sungguh luar biasa. Aku tidak habis fikir, bahwa suling ini berbunyi lima warna yang bersatu ketika di tiup.
“Tuuuu tut tut tuuuuuutuuuuuh uuuuuuuutuuuut uuutuuuuuuuh.” Meski dibawah langit tanpa bulan bintang, aku sangat menikmati. Bibir ini mengeluarkan angin ke lubang suling yang paling atas. Kemudian jari-jariku juga bergerak menghayati. Hati seakan menyatu dengan nada-nada, fikiranpun tenang. Aku seperti hidup di zaman-zaman kerajaan, lalu aku mencoba menutup mata dengan pelan-pelan barangkali dengan menutup mata, aku bisa semakin masuk menghayati bunyi suling ini.
*********
“Hahahahaha. Kenapa kau tanyakan itu padaku, bukankah itu bagianmu.” Suara itu aku dengar dari orang-orang yang berdialog di sebelah kanan. Nampaknya mereka bertengkar. Kenapa disini gelap sekali, seruku saat mendengarkan suara itu. Aku melangkah mendekati suara orang-orang itu, tak lama kemudian aku sampai. Ada 3 orang yang duduk dan 2 orang duduk membentuk satu banjar, sedang seorang lagi duduk di depan sambil berceramah. Mereka di terangi dengan satu cahaya yang tak beralas dan tak mengantung. Aneh sekali dalam pandanganku! Entah kenapa cahaya itu bisa memancar meski tanpa kabel dan listrik, yang jelas cahayanya tidak terang seperti siang, tentu juga tidak remang-remang seperti malam.
“Selamat malam para tuah.” Tak membuang waktu lagi aku langsung sapa mereka.
“Selamat malam juga.” Jawab mereka serentak.
“Duduklah anak muda. Kami sudah lama menunggumu.” Ucap lelaki tua yang duduk di depanku.
“Menungguku?” tanyaku singkat.
“Ia, menunggumu.” Jawabnya. Sepertinya dia benar-benar menungguku, mungkin ada suatu patah penting yang ingin disampaikannya.
“Ada apa pak, kok bisa menungguku? Adakah suatu hal penting yang ingin disampaikan?” tanyaku sambil memasang wajah ingin mendengarkan apa maksud bapak tersebut dalam penungguannya.
“Hmmm. Perkenalkan namaku Selamet, kelima temanku ini bernama Nia, Titik, Jibril, Tori, dan Herat.” Kelima orang yang pak selamet tunjuk itu, memberi salam padaku, aku juga membalas salam mereka.
“Boleh aku tau alasan jenengan-jenengan ini menungguku?” tegas tanyaku kembali, sebab aku penasaran dengan hal yang ingin mereka sampaikan.
“Hahaha, kami ingin mengabarkan suatu informasi penting padamu anak muda.” Ucap pak Salamet sambil tertawa. Kedua orang yang duduk didepannya juga tertawa dan disusul juga oleh yang bertiga dengan tawa melebihi kelantangan tawanya pak Selamet.
“Apa itu?” tanyaku masih dengan penasaran berat.
“Kamu tau tah bahwa ada beberapa organisasi kemahasiswaan yang tidak dizinkan bila berproses di dalam kampusmu?” Ucap dia mengheningkan tawanya.
“Ya aku tau.” Jawabku singkat dan memasang wajah penasaran dan penuh pertanyaan dibelakang jawabanku yang mendadak itu.
“Apa saja itu.” tanya balik bapak yang ada dihadapanku. Tanpa harus ku tanyakan lagi, mendadak aku jawab “HMIBARGANTARA, PMIIGMNIIMM, dan banyak pokoknya pak.” Aku menyebutkan sesuai yang aku tau akan organisasi itu.
“Suatu saat Ormek-ormek itu akan bersatu menjadi kesatuan utuh.” jawabnya sambil mengangkat keduatangannya ke langit.
“Maksud bapak ormek-ormek itu akan buyar?” Susul tanyaku seketika ucapanku terlontar tanpa control.
“Bukan itu maksudku!” Tapi mereka akan bersatu untuk melawan orang-orang yang menyalahgunakan pangkat jabatan dengan mengatasnamakan Ideologinya, baik di dalam kampus maupun di luar kampus.” Ucapya secara tegas. Kelima orang di depannya itu kaget, memperhatikan seolah mereka menemukan karakter baru dari pak Selamat.
“Ooooo. Berarti ormek-ormek di luar kampus itu akan membentuk satu kekuatan baru ya pak?” tanyaku agak menurunkan nada.
“Ia.” Jawabnya singkat sambil tersenyum sinis.
“Apa nama kesatuan itu pak?” Aku semakin penasaran dengan satu kekuatan dari beberapa organisasi kemahasiswa itu.
“Pancawarna” Sambil mengangguk-nganggaguk pak selamet mengucap nama itu.
“Pancawarna” Aku mengangguk-ngangguk juga. Kelima temannya itu juga mengangguk-ngangguk seakan-akan dihipnotis dengan sebutan nama itu.
“Milik siapa Pancawarna itu pak? Apa mungkin Pancawarnamilik BARGANTARA?” Tanyaku semakin penasaran.
“Hahahaha. Benar sekali.”
“Wah Pancawarna milik BARGANTARA ya?” Ucapku perlahan.
“Bukan seperti itu maksudku!” lantas bapak itu menyentak.
“Terus maksud bapak bagaimana?”
“Benar sekali Pancawarna itu milik BARGANTARA, sebab salah sorang pejuang dari BARGANTARA itu ada di dalamnya.” Aku semakin tidak mengerti dengan penjelasan pak Selamet. Tapi entah kenapa aku mengangguk-nganguk.  
“Oooh begitu ya pak.” Ucapku sambil memegang pipi dengan tangan kanan walaupun tidak faham.
“Aduuuh. Anak ini masih belum faham juga.” Ucap pak selamet seolah sudah faham isi otakku. Sambil memegang kepalanya ia menggeleng-geleng. Aku hanya tersenyum dengan sikapnya itu.

“Begini anak muda, biar tidak repot, yang kamu sebutkan itu boleh memiliki Pancawarna. Contoh pejuang PMII menganggap Pancawarna itu yang membuat PMII, hal tersebut syah mutlak. Misal juga Pejuang dari HMI menganggap Pancawarna hasil cetusan HMI, itu boleh, apabila dari BARGANTARA menganggap bahwa Pancawarna hasil jerih payah mereka, itu boleh. Kalau dari GMNI menganggap Pancawarna adalah hasil dari GMNI, itu boleh dan tidak jadi masalah. IMM juga menganggap Pancawarna hasil dari IMM, itu boleh-boleh aja. KAMMI menganggap bahwa Pancawarna itudari KAMMI, boleh juga. LMND menganggap Pancawarna dari LMND, itu syah. GMS menganggap Pancawarna itu dari GMS sangat boleh. PMKRI menganggap Pancawarna merupakan hasil dari PMKRI boleh-boleh aja. GMKI pun Boleh, bahkan apabila seumpama ada Mahasiswa Non Organisasi menganggap Pancawarna itu milik dirinya, itu sangatlah boleh, semuanya boleh. Sebab tujuan organisasi-organisasi sama, sama-sama baik tujuannya seperti Pancawarna” Ucapnya dengan keterangan panjang.
“Oooooo ya, ya, aku mengerti sekarang pak. Berarti Pancawarna itu milik bersama ya pak?”
“Betul.” Ucap bapak itu dengan singkat.
“Terus kapan tercetusnya Pancawarna itu pak?”
“Sudah terbentuk sekitar 3 minggu yang lalu.” Bapak itu memancar cahaya, kemudian menghilang. Aku kaget dengan kejadian itu, aku menoleh pada kelima teman bapak itu tapi kelimanya juga sudah tidak ada. Mungkin menghilang barbarengan dengan bapak tadi dan cahaya yang tak beralas dan tak menggantung itu. Sedikit demi sedikit meredup kemudian mati. Penglihatanku hitam kembali. Lalu badanku tertetesi air sehingga bajuku basah.
*****
“Hahahaha. Makanya kalau disuruh pindah ke kamar ya pindah.” Masih saja main suling. Makan tuh hujan.” Bapakku berbicara sambil tertawa terbahak-terbahak. Aku lari seketika dari hujan itu. Ternyata aku tertidur di saat aku meniup suling. Aku tersenyum, sebab baru kali ini aku melihat bapak sebahagia itu. Kemudian aku melangkah ke kamar mengambil handuk dan sarung selepas itu aku berjalan santai ke kamar mandi yang terletak di belakang dapur. Sekitar 1 menit aku sampai ke kamar mandi.
Tunggu dulu! Pembaca mau ikut ke kamar mandi ya? Ingin tau juga bagaimana cara melepas celana dan kaos?
Sudah-sudah! Sebaiknya pembaca menutup halaman ini dan cari kamar mandi. Kemudian buka baju serta celana dalamnya setelah itu mandi yang bersih. Oke.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kolom komentar diisi