Oleh: Faidi Ansori
“Kalau semua yang tidak ada di masa Nabi Muhammad. Saw, dan
tidak dilakukan olehnya diaggap bid’ah atau tidak diperbolehkan, bahkan sampai mengharam-haramkan dan mengkafir-kafirkannya berarti kelompok yang demikian tidak ubahnya robot yang harus bersikap sama seperti yang
ngerimut,”
(Kak Bung)
Dikesempatan
kali ini sengaja saya sajikan tema “Bid’ah itu Kreatifitas” hanya untuk
memberitahukan terhadap sidang pembaca akan problematika yang terjadi di bangsa
kita sekarang, tentang kelompok-kemompok agama (Islam) yang sering membid’ah-bid’akan, bahkan mengharamkan soal-soal yang berkenaan dengan kreatifitas di dalam ibadah Muamalah.
Latar
belakang tema diatas didahului ketika saya nonton video (Yutube) caramahnya Emha
Ainun Najib atau yang kerab dipanggil Cak Nun. Maka saya tidak bisa menahan diri untuk
tertawa saat mendengar dawuh beliau,
bahwa “Bid’ah itu artinya kreatifitas”, demikian ucapnya dengan nada santai. Hadirin berbagai tingkatan status tertawa lebar dibuatnya.
Tidak
mungkin saya pungkiri, saat nonton video tersebut pengaruh baru tentang
difinisi, arti, dan maksud tentang bid’ah pun merasup di alam fikiran dan hati
saya. Keunikan pemikiran Cak Nun memang sulit kita temui dikalangan para cendia,
seniman, sastrawan, inteltual, bahkan ulama’-ulama’ di era sekarang. Sadar atau
tidak, pengaruhnya sangatlah mendalam dalam diri saya. Namun tak pantas kiranya
jika saya harus menginduk padanya. Apalagi beliau pernah menegaskan “Jangan hidup menurut Cak Nun”. Saya hanya mengambil kebaikan apa yang
datang darinya untuk memperkaya ilmuan saya.
Saya kira sudah usai latar belakang kenapa tema “Bid’ah itu kreatifitas” diangkat.
Sekarang saya akan jelaskan apa muatan maksud tema itu yang sebenarnya.
Saat
ini banyak kelompok-kelompok Islam radikal yang merasa dirinya bermulut Nabi
dan yang tidak sejalan denganya dianggap setan. Jargon teriakan ‘Allahu Akbar’
menjadi ciri khas di kalangan mereka. Namun sayang seribu kali sayang ‘Allahu Akbar’
yang suci itu bukan di peruntukkan untuk alat kemesraan, tetapi untuk
pembakaran kemarahan umat untuk pembenaran diri dan kelompoknya.
Kelompok-kelompok
Islam radikal saat ini banyak tidak suka dengan cara-cara baru yang di lakukan
oleh warga organisasi Islam mayoritas (Kaum Nahdiyyin) dan bahkan sampai-sampai
mendiskreditkan hanya persoalan Bid’ah. Memperingati Maulid Nabi, Natalan (Memperingati hari Natal),
Tahlilan, Dzikiran, Barsanjian, dan lain-lain, masilahlah banyak dari kalangan kelompok
mereka yang tidak faham subtansi ajaran Nabi Muhammad sehingga yang muncul hanyalah membid’ah-bid’ahkan
dan mengkafir-kafirkan kelompok lain yang tidak sejalan dengannya. Mereka mengangap bahwa tardisi dan budaya tersebut adalah salah, dengan alasan karena cara itu tidak pernah dilakukan oleh Kanjeng Nabi, sahabat, dan kaum salafi. Pemikiran
sempit ini sudah menjalar dikalangan anak bangsa Islam Indonesia, terutama terhadap
manusia agama yang awam sebagai objek probagandanya.
Propaganda-propaganda
bid’ah dan mengharam-haramkan sekian lama sekian menjamur di dalam kehidupan umat
beragama pengekor, terutama ketika kita mendengar peringatan hari hari besar umat islam. Belum lagi ketika kita mendengar peringatan
hari kelahiran Kanjeng Nabi.
Memperingatinya dianggap Bid’ah oleh sebagian kelompok Islam (Yang radikal dan
kolot). Saya malah bingung ketika peringatan ulang tahun Nabi dikatakan
Bid’ah. Bagaimana masuk akal pendapat-pendapat mereka itu soal kebid’ahan
peringatan kelahiran Nabi. marilah kita coba berfikir secara mendalam apakah
memperingati hari kelahiran Nabi dengan membaca shalawatan kepadanya hal yang
salah, namun saya kira tidak samasekali, sebab membaca shalawat itu merupakan
anjurkan Kanjeng Nabi Saw. Cuma para
sahat Nabi dengan kita berbeda saja dalam prakteknya amaliahnya. Kalau mereka mungkin bisa merasa cukup dengan membaca “Sollahu ala Muhammad, sollahu alaihi
wasallam”, sedangkan kita masih mengimbuhkannya dengan tambahan yang baik, dan
ini bagi saya cukuplah bagus. Membaca bersanjahihan
juga tidak salah dan tidak bid’ah sayyiah.
Marilah kita berfikir secara logika. Apakah memuji Nabi dengan baik dan di iringan lagu serta bunyi syair-syair yang ternilai positif dianggap keliru dan melanggar aturan Nabi. Keyakinan saya masihlah tidak salah melakukannya. Karena memuji merupakan salahsatu sifat manusia yang diberikan oleh Allah Swt (Yang Maha Memuji). Sebagaimana kalau saya contohkan: Ada seorang Mahasiswi sastra mencitai kekasihnya. Dia menunjukkan kecintaannya dengan puisi atau sajak untuk bisa memikat kekasih yang dicintainya. Apakah hal semacam ini tidak wajar dan salah bagi pecinta. Jadi sederhananya shalawatan adalah cara umat untuk mengungkapkan kasalutan, kecintaan, dan kekaguman untuk sang Nabinya.
Marilah kita berfikir secara logika. Apakah memuji Nabi dengan baik dan di iringan lagu serta bunyi syair-syair yang ternilai positif dianggap keliru dan melanggar aturan Nabi. Keyakinan saya masihlah tidak salah melakukannya. Karena memuji merupakan salahsatu sifat manusia yang diberikan oleh Allah Swt (Yang Maha Memuji). Sebagaimana kalau saya contohkan: Ada seorang Mahasiswi sastra mencitai kekasihnya. Dia menunjukkan kecintaannya dengan puisi atau sajak untuk bisa memikat kekasih yang dicintainya. Apakah hal semacam ini tidak wajar dan salah bagi pecinta. Jadi sederhananya shalawatan adalah cara umat untuk mengungkapkan kasalutan, kecintaan, dan kekaguman untuk sang Nabinya.
Saya
kira sudah cukup jelas soal-soal ini. Kalian tidak perlu bingung lagi bahwa memperingati Hari Kelahiran Nabi itu salah dan yang membaca Barsanjih itu Bid’ah. Semuanya benar. Shalawatan
merupakan bacaan-bacaan umat Muhammad sebagai bentuk pujian yang dihaturkan
kepadanya. Dan perlu di ingat juga soal shalawatan/bersanjian bukanlah karangan
Nabi Muhammad, tapi itu merupakan karangan umat Muhammad untuk menghormatinya.
Dan Nabi mengajarkan kita saling menghormati.
Banyak
kelompokok Islam kita yang tidak mengerti Bid’ah itu sendiri. Ketidakmengertian
mereka tentang Bid’ah membuat diri mereka membid’ah-bid’ahkan kelompok lain
yang tidak sejalan dengan mereka. Maka seperti yang saya katakan diatas, bahwa
Bid’ah itu kreatifitas. Bid’ah itu sesuatu yang tidak dilakukan oleh Nabi
(Dalam ibadah Mahdoh) dan tidak dalam
ibadah muamalah. Kita perlu
membedakannya dalam hal ini, biar tidak ada kekeliruan lagi diantara kita
memahami soal-soal Bid’ah.
Kita
perlu tahu apa yang disebut Bid’ah dalam dimensi Mahdoh dan dimensi Muamalah. Dimensi yang pertama. Mahdoh ini falsafahnya
‘Jangan melakukan sesuatu apapun terkecuali yang aku perintahkan’, jadi jika Allah
dan Nabinya memerintahkan kita bersyahadat, syahadatlah. Kalau Allah
memerintahkan kita puasa, puasalah. Kalau Allah dan nabinya mewajibkan kita
Sholat. Hal itu semua
sudah ada tuntunannya dan tentu juga ada pada wahyu tuhan dan sunnah Nabi, ya tinggal kita baca sendiri kitab yang menerangkan
tentang itu semua. Dalam permasalahan sholat misalnya. Kalau di bidang sholat kita tidak diperbolehkan ada Bid’ah (Kreatifitas) dan
kalau khusu’nya gak apa-apa sekreatif mungkin. Apabila Sholat subuh 2 Rokaat,
maka tidak boleh ditambah menjadi 3 Rokaat. Tadak boleh menambahi dari yang
diperintah Tuhan. Itulah contoh sederhananya. Yang kedua adalah Dimensi Muamalah.
Dimensi Muamalah ini dalam prinsipnya ‘lakukan apapun terkecuali yang aku
larang’. Contohnya kalau tidak boleh makan anjing dan kucing jangan memakannya.
Namun kalau tidak ada larangan makan bebek, memakannya gak jadi persoalan tinggal kita harus tahu saja cara memotongnya untuk menjadi halal dimakan.
Itulah yang dapat saya jelaskan dengan apa yang saya fahami ketika saya dapat
informasi itu diruang-ruang Ilmu. Semoga semua itu cukup masuk akal dan kita
harus berpegang teguh pada dalil ‘la
dinah illa bil aqli’ yang artinya
‘tidak ada agama tanpa akal’.
Di
dalam permasalahan yang lain kita perlu hati-hati dan waspada pada manusia yang
perawakan persis Nabi dengan membawa dalil nas-nas dan hadis-hadir untuk
membenarkan statmen mereka terhadap semua orang tentang Bid’ah muamalah. Dalam hal Bid’ah ada yang lebih parah lagi dengan perkataan, bahwa tidak boleh makan oleh-oleh
hasil tahlilan karena tahlilan adalah Bid’ah. Padahal ketika saya amati mereka
dalam kesehariannya melakukan Bid’ah terus-terusan. Kalau seperti itu, statmen logika
berpendapat mereka, semua yang tidak ada dan tidak dilakukan di zaman Nabi
seperti: Celana, baju, koyah Hitam, Ponsel, semuanya bidah dan dilarang olehnya. Maka Janganlah
diantara kita ter-agitasi dengan gaya-gaya pemikiran kolot tersebut. Jangan
mengira yang tidak pernah dilakukan di zaman Nabi serta tidak dikenal di masa
salafus di abad III Hijriah dianggap haram dan tidaklah boleh dilakukan. Dan mohon
maaf kalau boleh saya berpendapat soal Bid’ah, jika segala sesuatunya tidak
dilakukan oleh Nabi misalnya: 'tidak ada Nabi waktu tidurnya memakai keranjang
kurung untuk menutup dirinya dari gangguan nyamuk dan juga memakai obat nyamuk
seperti baigon', dan saya kira gak
mungkin ada juga Nabi pakai sarung lamiri. Jadi kalau yang terjadi dimasa lalu tidak dilakukan oleh Nabi belumlah tentu Bid’ah Sayyiah. Itulah pendapat saya tentang Bid’ah.
Karena
laptop juga Bid’ah dan ini merupakan alat menulis untuk berdakwah. Maka saya
cukupkan saja persoalan ini. Namun Insyaallah laptop saya Bid’ah Hasanah dan Insyaallah juga tulisan ini Hasanah.
“lakukanlah sesuatu yang tidak dilarang oleh tuhan dan
rosulnya, tinggalkanlah sesuatu yang dilarangnya”
Bid’ah
Itu Kreatifitas
SAYA
SUKA BID’AH-BID'AHAN YANG MENUJU KEMESRAAN TUHAN
Hadanallah Weiyyakum Wassalamu Alaikum Warah Matullahi
Wabarokatuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi