Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Robot Sex Birokrasi

Kamis, 18 Januari 2018
Oleh: Birar
Status: Cuti dulu menjadi Mahasiswa: Kerjaan keliling
Kegagalan pola pikir, logika dan nalar manusia-manusia birokrasi membuat Universitas Trunojoyo Madura (UTM) maju dan berkembang pesat tidak akan maju sampai kapanpun. Biar saya ulangi, tidak akan maju. Oknum-oknum yang mengedepankan identitas berimbas menciptakan robot-robot dengan hardware tinggi dan software kosong. Ya, namanya saja robot. Pasti ada kepentingan orang yang menjalankannya. Sejenak, saya perkenankan anda untuk tidak membantah statement awal tulisan ini. Apalagi dengan kacacatan argumentasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan! Mari, sejenak berpikir jernih sekaligus berdiskusi masa depan kampus.

Berbicara masalah UTM tidak akan lepas dari isu-isu yang memeluknya. Baik ataupun buruk. Tapi, buat apa membicarakan kebaikan? Toh, nanti malah dikira sombong, Astaghfirullah! Apa kabar Humas? Dilain sisi Misalnya, pencitraan presiden dan wakil presiden mahasiswa  baru (pak Zahid dan Badrus apa kabar?) Juga;kecacatan sidang Mahkamah Konstitusi Mahasiswa dan lain sebagainya.

Saya yakin, anda tidak sedang mengalami cacat pola pikir. Anda pasti memiliki kepekaan dengan perkembangan kampus dengan segala isu-isu nya. Apalagi jamiiah pancawarna yang  update dengan perkembangan kampus sampai negara. Tapi, sejanak saya mengajak membatasi perdiskusian kali ini. Seperti: pencitraan Jokowi dengan segala progresnya untuk maju tahap selanjutnya di mega perpolitikan Indonesia, pemilihan gubernur Jawa Timur – Jawa Barat dengan segala konspirasinya dan sejenak lupakan polemik Anies Baswedan dengan Ahok pada kilas pemerintahannya. Juga: jangan terlalu fanatik dengan fatwa hukum air kencing onta yang lagi viral. Lupakan! Hal itu terlalu luas.

Lalu, membahas apa?

Masalah ringan-ringan saja. Masih terkait dengan kampus. Seperti: penerapan jam malam yang tidak lucu. Mungkin, anda paham dengan isu ini. Dalam peraturan rektor pun sudah ada kebijakan pemberlakuan jam malam. Jika anda mahasiswa teknik pasti tau rasanya tidak bisa memaksimalkan penggunaan labolatorium.

Sejujurnya, saya geram dengan masalah receh ini. Tapi, saya rasa cukup besar dampaknya. Sering saya mendengar keluhan imbas dari jam malam, sampai saya sendiri merasakan juga. Sudah lama memang, tapi baru malam ini saya tidak bisa memakluminya. Seperti ini ceritanya. Mungkin, saya terlalu larut mendiami kampus dengan membaca dan berdiskusi bersama teman-teman. Tapi, seringkali mendapat teguran bahkan pengusiran dari oknum (robot). Apa salahnya ada yang mendiami kampus dengan belajar? Atau jangan-jangan kampus lebih memilih untuk didiami oleh orang-orang beraura negatif.

Mungkin, pemberlakuan jam malam karena pernah ada tindakan asusila di area kampus. Akhirnya, hal itu yang selalu di utarakan oleh robot untuk penegakan jam malam. Begini, biar saya perjelas. Tindak asusila itu terjadi di area gedung-gedung lama. Seperti: perpustakaan lama, Fakultas Pertanian dan Ekonomi lama. Lainnya, tidak. Nah, disitu kan gelap (kesempatan). Apalagi perpustakaan lama yang rawan roboh. Masak mau menyuruh mahasiswa untuk membeli dan memberikan infrastrukur yang mewadahi – tidak, kan. Sampai sini apa kabar pembantu rektor dua?

Kebetulan saya dari aliansi mahasiswa progresif uh-aw Universitas Trunojoyo Madura. Insyaallah, aliansi itu akan berdiri tahun 2099, itupun kalau belum kiamat. Setidaknya saya sedikit merasakan permasalahanreceh ini. Jika andadapat menilai kecacatan logika yang membuat kebijakan tidak lucu, maka secara otomatis anda tergabung dalam aliansi uh-aw. Jangan tanya struktur organisasinya dulu.

Lalu, apa dampak jam malam?

Bebicara masalah sebab akibat akan sangat banyak. Namun, taruhlah sebab hanya pada jam malam. Tapi, akibatnya akan sangat banyak.

Ok, mari pelan-pelan. Pertama; berbicara masalah kampus yang ”katanya” adalah ornamen kecil pembentukan negara. Secara langsung Universitas Trunojoyo Madura meniru Indonesia dengan nilai demokrasi dan asas nasionalisme. Saya rasa yang perlu dipermasalahkan adalah demokrasinya. Masih terkait jam malam. Nilai demokrasi yang ditanamkan di barat bertujuan untuk kemajuan bangsanya. Akhirnya, orang timur pun ingin meniru. Kita tahu, demokrasi di peradaban barat melahirkan hak asasi yang mutlak bagi setiap individu. Untungnya, Indonesia memiliki pancasilayang melahirkan kewajiban. Coba bayangkan misalnya tidak. Apalagi jika utilitas dari Jeremy Bhentam sangat dituhankan oleh indonesia. Nah, pemenuhan hak dari individu (mahasiswa) di tiadakan. Ditambah dengan kewajiban absolut mematuhi peraturan tersebut. Ini UTM menganut demokrasi atau apa? Jangan sampai patriarki.

Setelah masuk dalam aspek negara setidaknya akan ada dua kubu yaitu, berkembang dan maju. Di statement awal saya bilang kalau indonesia tidak akan maju. Alasannya? Karena minimnya sumber daya mahasiswanya. Pembatasan ruang gerak kegiatan akademisi membuat terbentuknya sumber daya mahasiswa yang minim. Toh, yang belajar di Unit kegiatan Mahasiswa (UKM), gedung pertemuan, gedung cakra, lorong-lorong ruang kuliah bersama dan masih banya tempat lain itu untuk kebaikan universitas juga. Coba bayangkan? Misalnya 25% mahasiswa yang aktif berorganisasi terbatas ruang geraknya. Akhirnya, pelarian ke warung kopi, warnet atau tempat-tempat lain yang seharusnya tidak bisa dijadikan prioritas. Selayang pandang memang seperti itu yang diaharapkan robot, mungkin.

Coba kita masuk dalam unsur agama. Belajar adalah hijrah. kemerdekaan adalah hijrah. Hijrah adalah jihad. Mencari ilmu adalah jihad. jihad jaminannya surga dan syahid. coba baca lagi apa saja keutamaan mencari ilmu. Baik dalam kitab Taklim Mutaallim, Kifayatul Atqiya ataupun Mukhtarul Hadist. Dan apa dampak bagi orang yang menghalangi mencari ilmu? Kok masih ada saja yang menghalangi orang belajar. Tolong, pak Budi itu oknum-oknum di kondisikan. Oh, iya. Apa kabar pak Budi? – hehehe.

Syahdan, terkait satpam sebagai ornamen pengaman keamanan kampus. Seolah tidak suka masih ada di kampus pada jam malam. Ini kan tidak lucu! Jadi, gini. Biar saya luruskan kembali. Mari bicara analogi sebentar. Adanya gelas karena memiliki objek yang akan ditampung didalamnya. Misalnya, gelas digunakan untuk teh, kopi, es ataupun air mineral. Gelas tidak digunakan jika tidak ada objeknya. Sekarang coba pikirkan jika gelas itu satpam dan objek itu mahasiswanya. Ya, kalau udah tidak ada mahasiswa buat apa dijaga. Toh, satpam juga dibayar. Lagian ada keuntungan jika masih ada mahasiswa disekitar kampus pada jam malam. Masak satpam tidak mau belajar peristiwa di rektorat pada malam sepi dan tidak ada mahasiswa beberapa tahun lalu. Rugi berapa puluh juta tuh?

Sudah? Belum. Sekarang bayangkan output dari mahasiswa yang dikekang ruang gerak belajarnya mendiami kursi birokrasi negara. Apa jadinya? Saya membayangkan akan ada banyak robot-robot sex eror yang memegang kekuasaan. Ibarat dalangnya eror, wayangnya lebih lagi.
Sampai sini apa kabar idealisme kita, tri fungi dan tri darma peguruan tingi jika kita masih diam? Lalu, menunggu apa lagi?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kolom komentar diisi