Oleh: Birar
Status: Cuti dulu menjadi Mahasiswa: Kerjaan keliling
Kegagalan pola pikir, logika dan nalar
manusia-manusia birokrasi membuat Universitas Trunojoyo Madura (UTM) maju
dan berkembang pesat tidak akan maju sampai kapanpun. Biar saya ulangi,
tidak akan maju. Oknum-oknum yang
mengedepankan identitas berimbas menciptakan robot-robot dengan hardware tinggi dan software kosong. Ya, namanya saja robot. Pasti ada kepentingan
orang yang menjalankannya. Sejenak, saya perkenankan anda untuk tidak membantah
statement awal tulisan ini. Apalagi
dengan kacacatan argumentasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan! Mari,
sejenak berpikir jernih sekaligus berdiskusi masa depan kampus.
Berbicara masalah UTM tidak akan lepas dari
isu-isu yang memeluknya. Baik ataupun buruk. Tapi, buat apa membicarakan
kebaikan? Toh, nanti malah dikira sombong, Astaghfirullah! Apa kabar Humas?
Dilain sisi Misalnya, pencitraan presiden dan wakil presiden
mahasiswa baru (pak Zahid dan Badrus apa
kabar?) Juga;kecacatan sidang Mahkamah Konstitusi Mahasiswa dan lain
sebagainya.
Saya yakin, anda tidak sedang mengalami cacat
pola pikir. Anda pasti memiliki kepekaan dengan perkembangan kampus dengan
segala isu-isu nya. Apalagi jamiiah pancawarna
yang update dengan perkembangan kampus sampai negara. Tapi, sejanak saya
mengajak membatasi perdiskusian kali ini. Seperti: pencitraan Jokowi dengan
segala progresnya untuk maju tahap selanjutnya di mega perpolitikan Indonesia,
pemilihan gubernur Jawa Timur – Jawa Barat dengan segala konspirasinya dan
sejenak lupakan polemik Anies Baswedan dengan Ahok pada kilas pemerintahannya.
Juga: jangan terlalu fanatik dengan fatwa hukum air kencing onta yang lagi
viral. Lupakan! Hal itu terlalu luas.
Lalu, membahas apa?
Masalah ringan-ringan saja. Masih terkait
dengan kampus. Seperti: penerapan jam malam yang tidak lucu. Mungkin, anda
paham dengan isu ini. Dalam peraturan rektor pun sudah ada kebijakan
pemberlakuan jam malam. Jika anda mahasiswa teknik pasti tau rasanya tidak bisa
memaksimalkan penggunaan labolatorium.
Sejujurnya, saya geram dengan masalah receh
ini. Tapi, saya rasa cukup besar dampaknya. Sering saya mendengar keluhan imbas
dari jam malam, sampai saya sendiri merasakan juga. Sudah lama memang, tapi
baru malam ini saya tidak bisa memakluminya. Seperti ini ceritanya. Mungkin,
saya terlalu larut mendiami kampus dengan membaca dan berdiskusi bersama
teman-teman. Tapi, seringkali mendapat teguran bahkan pengusiran dari oknum
(robot). Apa salahnya ada yang mendiami kampus dengan belajar? Atau
jangan-jangan kampus lebih memilih untuk didiami oleh orang-orang beraura
negatif.
Mungkin, pemberlakuan jam malam karena pernah
ada tindakan asusila di area kampus. Akhirnya, hal itu yang selalu di utarakan
oleh robot untuk penegakan jam malam. Begini, biar saya perjelas. Tindak
asusila itu terjadi di area gedung-gedung lama. Seperti: perpustakaan lama,
Fakultas Pertanian dan Ekonomi lama. Lainnya, tidak. Nah, disitu kan gelap
(kesempatan). Apalagi perpustakaan lama yang rawan roboh. Masak mau menyuruh
mahasiswa untuk membeli dan memberikan infrastrukur yang mewadahi – tidak, kan.
Sampai sini apa kabar pembantu rektor dua?
Kebetulan saya dari aliansi mahasiswa
progresif uh-aw Universitas Trunojoyo Madura. Insyaallah, aliansi itu akan
berdiri tahun 2099, itupun kalau belum kiamat. Setidaknya saya sedikit
merasakan permasalahanreceh ini. Jika andadapat menilai kecacatan logika yang
membuat kebijakan tidak lucu, maka secara otomatis anda tergabung dalam aliansi
uh-aw. Jangan tanya struktur organisasinya dulu.
Lalu, apa dampak jam malam?
Bebicara masalah sebab akibat akan sangat
banyak. Namun, taruhlah sebab hanya pada jam malam. Tapi, akibatnya akan sangat
banyak.
Ok, mari pelan-pelan. Pertama; berbicara
masalah kampus yang ”katanya” adalah ornamen kecil pembentukan negara. Secara
langsung Universitas Trunojoyo Madura meniru Indonesia dengan nilai demokrasi
dan asas nasionalisme. Saya rasa yang perlu dipermasalahkan adalah
demokrasinya. Masih terkait jam malam. Nilai demokrasi yang ditanamkan di barat
bertujuan untuk kemajuan bangsanya. Akhirnya, orang timur pun ingin meniru.
Kita tahu, demokrasi di peradaban barat melahirkan hak asasi yang mutlak bagi
setiap individu. Untungnya, Indonesia memiliki pancasilayang melahirkan
kewajiban. Coba bayangkan misalnya tidak. Apalagi jika utilitas dari Jeremy
Bhentam sangat dituhankan oleh indonesia. Nah, pemenuhan hak dari individu
(mahasiswa) di tiadakan. Ditambah dengan kewajiban absolut mematuhi peraturan
tersebut. Ini UTM menganut demokrasi atau apa? Jangan sampai patriarki.
Setelah masuk dalam aspek negara setidaknya
akan ada dua kubu yaitu, berkembang dan maju. Di statement awal saya bilang kalau indonesia tidak akan maju.
Alasannya? Karena minimnya sumber daya mahasiswanya. Pembatasan ruang gerak
kegiatan akademisi membuat terbentuknya sumber daya mahasiswa yang minim. Toh,
yang belajar di Unit kegiatan Mahasiswa (UKM), gedung pertemuan, gedung cakra,
lorong-lorong ruang kuliah bersama dan masih banya tempat lain itu untuk
kebaikan universitas juga. Coba bayangkan? Misalnya 25% mahasiswa yang aktif
berorganisasi terbatas ruang geraknya. Akhirnya, pelarian ke warung kopi,
warnet atau tempat-tempat lain yang seharusnya tidak bisa dijadikan prioritas.
Selayang pandang memang seperti itu yang diaharapkan robot, mungkin.
Coba kita masuk dalam unsur agama. Belajar
adalah hijrah. kemerdekaan adalah hijrah. Hijrah adalah jihad. Mencari ilmu
adalah jihad. jihad jaminannya surga dan syahid. coba baca lagi apa saja
keutamaan mencari ilmu. Baik dalam kitab Taklim Mutaallim, Kifayatul Atqiya
ataupun Mukhtarul Hadist. Dan apa dampak bagi orang yang menghalangi mencari
ilmu? Kok masih ada saja yang menghalangi orang belajar. Tolong, pak Budi itu
oknum-oknum di kondisikan. Oh, iya. Apa kabar pak Budi? – hehehe.
Syahdan, terkait satpam sebagai ornamen
pengaman keamanan kampus. Seolah tidak suka masih ada di kampus pada jam malam.
Ini kan tidak lucu! Jadi, gini. Biar saya luruskan kembali. Mari bicara analogi
sebentar. Adanya gelas karena memiliki objek yang akan ditampung didalamnya.
Misalnya, gelas digunakan untuk teh, kopi, es ataupun air mineral. Gelas tidak
digunakan jika tidak ada objeknya. Sekarang coba pikirkan jika gelas itu satpam
dan objek itu mahasiswanya. Ya, kalau udah tidak ada mahasiswa buat apa dijaga.
Toh, satpam juga dibayar. Lagian ada keuntungan jika masih ada mahasiswa
disekitar kampus pada jam malam. Masak satpam tidak mau belajar peristiwa di
rektorat pada malam sepi dan tidak ada mahasiswa beberapa tahun lalu. Rugi
berapa puluh juta tuh?
Sudah? Belum. Sekarang bayangkan output dari
mahasiswa yang dikekang ruang gerak belajarnya mendiami kursi birokrasi negara.
Apa jadinya? Saya membayangkan akan ada banyak robot-robot sex eror yang
memegang kekuasaan. Ibarat dalangnya eror, wayangnya lebih lagi.
Sampai sini apa kabar idealisme kita, tri fungi
dan tri darma peguruan tingi jika kita masih diam? Lalu, menunggu apa lagi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi