Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Kicauan Kodok

Kamis, 10 Mei 2018

Oleh: Fadol AI
Kader: Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komesariat Ilmu Pendidikan UTM.

Awan memang tak lagi mencipratkan air hujannya. Tapi entah kenapa tanah tempat kasur jangkrik tetap basah, apa mungkin karena atap rumah jangkrik bocor dan cipratan air awan tadi membasahinya, tetapi tidak mungkin atap itu bocor sebab jangkrik diwaktu pagi tadi sudah mengecek dan membenahi atap tersebut.

Jangkrik masih bingung, terus mencari dengan sebab apa kasurnya basah, kemudian jangkrik baru ingat, karena tadi kodok ada bersama di kasurnya. Jangkrik sempat ngobrol lama dengan si kodok sebelum kebingunan itu datang.

“Tapi mana si kodok? tanya jangkrik pada waktu itu.

Dengan pernyaan itu lalu muncul teka-teki baru setelah kasurnya yang basah belum ditemukan jawabannya. Jangkrik terdiam, memikirkan jawaban teka-teki itu. Dia sedikit bingung, tapi jangkrik lebih bingung saat di suruh mengisi jawaban permainan TTS (Teka-Teki Silang) milik kodok, sedang si kodok lebih cepat mendapatkan jawaban dari TTS itu sebelum jangkrik menemukannya. Nah...! Jangkrik mulai tersungging senyum, bukan karena mendapatkan jawaban dari teka-teki kasur basah dan kodok yang menghilang, tapi jangkrik mulai menemukan langkah apa dan kemana dia harus memecahkan soal-soal tersebut.

Saat itu, pertama jangkrik harus menemukan kodok untuk mendapatkan jawaban teka-teki kodok yang menghilang, jangkrik berdiri mulai melompat sembari berkicau memanggil sahabatnya, ke sawah, ke danau, ke bawah jembatan, di samping bebatuan. Ia lelah mencari tapi tak kunjung dia menemukannya.

“Huhu.. huhu.. huhu” serunya.

Jangkrik tiba-tiba mendengar suara tangisan. Dia menalar tangisan itu yang berasal dari selokan kecil di samping rumahnya. Jangkrik melompat untuk menghampiri suara tangisan itu. Memang benar nalar jangkrik, bahwa diselokan ada seekor kodok menangis, dan tak lain kodok itu adalah sahabat dikasur basah yang menjadi teka-tekinya. Terpecahkanlah teka teki dimana kodok yang menghilang. Di selokan samping rumah yang sedang menangis, kata jangkrik dalam qolbu-nya.

Jangkrik mulai menghampiri kodok, kodok tiba-tiba berteriak, berkicau keras memanggil nama Ki Hajar Dewantara. Inilah teriakan kicauan kodok yang jangkrik dengar.

"Ki Hajara Dewantara!, aku sangat merindukanmu, rinduku bukan hanya pada wajahmu, tapi juga pada pendidikan yang pernah kau bangun dulu!” ucap kodok dengan nada lantang.

Kodok mencoba mengingat Ki hajar Dewantara.

“Dulu kau bangun pendidikan dengan penuh keikhlasan, kebijaksanaan, kesopanan, supaya bukan hanya pengetahuan yang didapat, namun juga harkat martabat!” tegasnya, lalu dia menambahkan kata-katanya dengan penuh kesedihan.

“Ki Hajar Dewantara, andai kau dapat melihat betapa rimbanya pendidikan jaman sekarang, betapa laranya nasib pendidikan sekarang! Dahulu guru kencing berdiri murid kencing berlari, tapi sekarang guru tak kencing berdiri, namun murid mengencingi guru sambil berlari!” demikian kodok berucap sambil mengucurkan air mata.

Jangkrik tak tega melihat kodok menangis sambil berteriak menyerukan nama tokoh pendidikan yang mulia itu. Kodok kaget melihat kehadiran jangkrik, kodok langsung memeluk sahabatnya itu seraya berkicau maafkan.

“Ya aku adalah sahabatmu, aku minta maaf, karena aku tadi membuat basah kasurmu karena cipratan tangisan air mataku” kodok meminta maaf akan kesalahannya dan karena tetap masih kurang dia meinta maaf lagi.

“Aku minta maaf karena tadi aku menangis di kasurmu sampai membuat kasurmu basah” terang si kodok, tapi jangkrikpun berkata.

“Ada apa kodok sampai kau menangis seperti ini ?” kodok menjawab seraya memukulkan tangan di kerikil kerikil kecil selokan.

"Aku hanya prihatin, sedih, melihat kondisi pendidikan di negeri kita ini , aku cuman ingin mengadukan ini ke Ki Hajar Dewantara, agar beliau mendengarkannya dan ikut mendoakan pendidikan yang sudah rimba ini" terangnya dengan nada kesedihan.

“Benar katamu kodok” imbuh jangkrik

“Sudahlah kodok, berhentilah menangis, lebih baik kamu kembali ke rumahku, dan kita sama- sama berdoa kepada tuhan agar nasib pendidikan di negeri kita ini dapat kembali kefitrah yang suci”

Jangkrik pun memegang tangan kodok dan bersama-sama kembali ke rumah si jangkrik. Teka-teki jangkrik tentang kasurnya yang basah sudah ditemukan jawabannya, namun masih ada satu lagi dari teka teki yang perlu di cari jawabanya oleh si jangkrik, akan teka-teki teki robohnya kepribadian elemen- elemen dalam dunia pendidikan yang menyebabkan lunturnya kesucian dan keindahan melekat pada pendidikan yang di dengungkan oleh Ki Hajar Dewantara.

*****

Hujan mulai turun, bukan karena langit menangis, tetapi karena proses ilmiah yang terjadi. Namun segerombolan kodok tak perduli tentang proses ilmiah itu, kodok hanya miris dengan keadaan lain yang di buat awan yang tak mengenal waktu mencipratkan airnya. Keadaan yang membuat kodok kesal, geram karena alam rutinitasnya diganggu.

Rutinitas yang menjadi hobinya, tak masalah jika banjir, tak masalah jika rumahnya di genangi air. Namun karena tempat si kodok bertempat di kelembapan. Suara bising tetesan air yg menimpa tanah, sampai suara merdu si kodok tak lagi terdengar jelas. Itulah rutinitas si kodok menghibur dengan hanya nyanyian yang ia nadakan. Kodok ingin menjadi penghibur bagi laranya kehidupan manusia, kehidupan yang mulai tercemar oleh limbah pabrik perpolitikan. Kodok bisa merasakan pijakan manusia yang tak pernah menyambangnya.

Tak lepas dari sebab  dan akibat pijakan itu hilang, kodok seudzon memanfaatkan sebab. Sebabnya  karena manusia sudah teracuni oleh limbah pabrik perpolitikan saat ini. Akibat dari praktek politik yang dilakukan oleh aktivis politik dan juga yang seperti kata kodok.

“Manusia sudah mulai lupa dan banyak yang tak sadar kalau manusia berpijak di tanah”

Tak salah jika kodok mulai berat menahan rindu, rindu pijakan manusia di tanah. Rindu bertatap dengan jempol kaki manusia, rindu dengan lirikan mata kaki manusia. Kodok tak benci pada hujan, kodok hanya khawatir manusia tak lagi ingat dengan suara nyanyiannya yang merdu. Awan pun mulai berhenti mencipratkan air ke bumi, kodok tersenyum dan mulai memanggil segerombolannya, hanya untuk rutinitasnya untuk menghibur manusia dengan suara nyanyiannya yang merdu. Satu, dua, tiga pemimpin kodok memberi aba-aba tanda untuk mulai bernyanyi, kodok tetap konsisten dengan rutinitas menghibur sebagaimana cara hidup manusia, walaupun kodok sadar banyak manusia yang lupa dimana tempat berpijak yang baik, karena disebabkan limbah pabrik politikus yang mencemari kehidupan manusia dengan cara yang salah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kolom komentar diisi