Oleh: Fadol AI
Kader: Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) Komesariat Ilmu Pendidikan
UTM.
Awan memang tak lagi
mencipratkan air hujannya. Tapi entah kenapa tanah tempat kasur jangkrik tetap
basah, apa mungkin karena atap rumah jangkrik bocor dan cipratan air awan tadi
membasahinya, tetapi tidak mungkin atap itu bocor sebab jangkrik diwaktu pagi
tadi sudah mengecek dan membenahi atap tersebut.
Jangkrik masih bingung,
terus mencari dengan sebab apa kasurnya basah, kemudian jangkrik baru ingat,
karena tadi kodok ada bersama di kasurnya. Jangkrik sempat ngobrol lama dengan
si kodok sebelum kebingunan itu datang.
“Tapi mana si kodok? tanya
jangkrik pada waktu itu.
Dengan pernyaan itu lalu
muncul teka-teki baru setelah kasurnya yang basah belum ditemukan jawabannya.
Jangkrik terdiam, memikirkan jawaban teka-teki itu. Dia sedikit bingung, tapi
jangkrik lebih bingung saat di suruh mengisi jawaban permainan TTS (Teka-Teki
Silang) milik kodok, sedang si kodok lebih cepat mendapatkan jawaban dari TTS
itu sebelum jangkrik menemukannya. Nah...! Jangkrik mulai tersungging senyum, bukan karena mendapatkan
jawaban dari teka-teki kasur basah dan kodok yang menghilang, tapi jangkrik
mulai menemukan langkah apa dan kemana dia harus memecahkan soal-soal tersebut.
Saat itu, pertama
jangkrik harus menemukan kodok untuk mendapatkan jawaban teka-teki kodok yang menghilang,
jangkrik berdiri mulai melompat sembari berkicau memanggil sahabatnya, ke
sawah, ke danau, ke bawah jembatan, di samping bebatuan. Ia lelah mencari
tapi tak kunjung dia menemukannya.
“Huhu.. huhu.. huhu” serunya.
Jangkrik tiba-tiba mendengar
suara tangisan. Dia menalar tangisan itu yang berasal dari selokan kecil di
samping rumahnya. Jangkrik melompat untuk menghampiri suara tangisan itu.
Memang benar nalar jangkrik, bahwa diselokan ada seekor kodok menangis,
dan tak lain kodok itu adalah sahabat dikasur basah yang menjadi teka-tekinya.
Terpecahkanlah teka teki dimana kodok yang menghilang. Di selokan samping rumah yang sedang menangis, kata jangkrik dalam qolbu-nya.
Jangkrik mulai
menghampiri kodok, kodok tiba-tiba berteriak, berkicau keras memanggil nama Ki
Hajar Dewantara. Inilah teriakan kicauan kodok yang jangkrik dengar.
"Ki Hajara
Dewantara!, aku sangat merindukanmu, rinduku bukan hanya pada wajahmu, tapi juga
pada pendidikan yang pernah kau bangun dulu!” ucap kodok dengan nada lantang.
Kodok mencoba mengingat
Ki hajar Dewantara.
“Dulu kau bangun
pendidikan dengan penuh keikhlasan, kebijaksanaan, kesopanan, supaya bukan hanya
pengetahuan yang didapat, namun juga harkat martabat!” tegasnya, lalu dia
menambahkan kata-katanya dengan penuh kesedihan.
“Ki Hajar Dewantara,
andai kau dapat melihat betapa rimbanya pendidikan jaman sekarang, betapa
laranya nasib pendidikan sekarang! Dahulu guru kencing berdiri murid kencing
berlari, tapi sekarang guru tak kencing berdiri, namun murid mengencingi guru
sambil berlari!” demikian kodok berucap sambil mengucurkan air mata.
Jangkrik tak tega melihat
kodok menangis sambil berteriak menyerukan nama tokoh pendidikan yang mulia
itu. Kodok kaget melihat kehadiran jangkrik, kodok langsung memeluk sahabatnya
itu seraya berkicau maafkan.
“Ya aku adalah sahabatmu,
aku minta maaf, karena aku tadi membuat basah kasurmu karena cipratan tangisan
air mataku” kodok meminta maaf akan kesalahannya dan karena tetap masih kurang dia meinta maaf lagi.
“Aku minta maaf karena
tadi aku menangis di kasurmu sampai membuat kasurmu basah” terang si kodok,
tapi jangkrikpun berkata.
“Ada apa kodok sampai
kau menangis seperti ini ?” kodok menjawab seraya memukulkan tangan di kerikil
kerikil kecil selokan.
"Aku hanya
prihatin, sedih, melihat kondisi pendidikan di negeri kita ini , aku cuman
ingin mengadukan ini ke Ki Hajar Dewantara, agar beliau mendengarkannya dan
ikut mendoakan pendidikan yang sudah rimba ini" terangnya dengan nada
kesedihan.
“Benar katamu kodok” imbuh
jangkrik
“Sudahlah kodok, berhentilah menangis, lebih
baik kamu kembali ke rumahku, dan kita sama- sama berdoa kepada tuhan agar
nasib pendidikan di negeri kita ini dapat kembali kefitrah yang suci”
Jangkrik pun memegang
tangan kodok dan bersama-sama kembali ke rumah si jangkrik. Teka-teki jangkrik
tentang kasurnya yang basah sudah ditemukan jawabannya, namun masih ada satu
lagi dari teka teki yang perlu di cari jawabanya oleh si jangkrik, akan teka-teki
teki robohnya kepribadian elemen- elemen dalam dunia pendidikan yang
menyebabkan lunturnya kesucian dan keindahan melekat pada pendidikan yang di
dengungkan oleh Ki Hajar Dewantara.
*****
Hujan mulai turun, bukan karena langit menangis, tetapi karena proses ilmiah yang terjadi. Namun segerombolan kodok tak perduli tentang proses ilmiah itu, kodok hanya miris dengan keadaan lain yang di buat awan yang tak mengenal waktu mencipratkan airnya. Keadaan yang membuat kodok kesal, geram karena alam rutinitasnya diganggu.
Rutinitas yang menjadi
hobinya, tak masalah jika banjir, tak masalah jika rumahnya di genangi air.
Namun karena tempat si kodok bertempat di kelembapan. Suara bising tetesan air
yg menimpa tanah, sampai suara merdu si kodok tak lagi terdengar jelas. Itulah
rutinitas si kodok menghibur dengan hanya nyanyian yang ia nadakan. Kodok ingin
menjadi penghibur bagi laranya kehidupan manusia, kehidupan yang mulai tercemar
oleh limbah pabrik perpolitikan. Kodok bisa merasakan pijakan manusia yang tak
pernah menyambangnya.
Tak lepas dari
sebab dan akibat pijakan itu hilang, kodok seudzon memanfaatkan sebab. Sebabnya
karena manusia sudah teracuni oleh limbah pabrik perpolitikan saat ini. Akibat
dari praktek politik yang dilakukan oleh aktivis politik dan juga yang seperti kata
kodok.
“Manusia sudah mulai
lupa dan banyak yang tak sadar kalau manusia berpijak di tanah”
Tak salah jika kodok
mulai berat menahan rindu, rindu pijakan manusia di tanah. Rindu bertatap dengan
jempol kaki manusia, rindu dengan lirikan mata kaki manusia. Kodok tak benci
pada hujan, kodok hanya khawatir manusia tak lagi ingat dengan suara
nyanyiannya yang merdu. Awan pun mulai berhenti mencipratkan air ke bumi, kodok
tersenyum dan mulai memanggil segerombolannya, hanya untuk rutinitasnya untuk menghibur
manusia dengan suara nyanyiannya yang merdu. Satu, dua, tiga pemimpin kodok
memberi aba-aba tanda untuk mulai bernyanyi, kodok tetap konsisten dengan
rutinitas menghibur sebagaimana cara hidup manusia, walaupun
kodok sadar banyak manusia yang lupa dimana tempat berpijak yang baik,
karena disebabkan limbah pabrik politikus yang mencemari kehidupan manusia
dengan cara yang salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi