Oleh: Moh. Imam Baidowi
“Baik buruknya suatu negara dilihat dari kuaalitas
pemudanya”. Kata-kata itu yang sering terdengar dari beberapa tokoh revolusioner,
bahkan presiden Sukarno pun menegaskan dengan kata kata khas nya yang terkenal “Beri
aku sepuluh pemuda, maka akan ku guncangkan dunia”. Sudah terlihat jelas betapa
berpengaruhnya kaum muda untuk kelangsungan suatu negara.
Pemuda
merupakan salahsatu aset bagi perkembangan dalam peradaban suatu bangsa dimasa
akan datang. Jauh sebelum bangsa indonesia merdeka, diasa mereka membuat suatu
perkumpulan yang dipelopori oleh mahasiswa dari berbagai daerah dan mahasiswa
yang sekolah di lembaga pendidikan belanda. Perkumpulan itulah awal mula tombak
perjuangan mahasiswa adalam merintis dan memperjuangkan kemeredekaan bangsa
Indonesia. Fungsi mahasiswa sangatlah besar bagi bangsa indonesia, baik
fungsinya sebagai penyambung lidah rakyat ataupun dalam soal-soal mengkritisi
pemerintah.
Sikap
kritis mahasiswa mencapai klimaks pada tahun 1998 yang mana pada saat itu
terjadi demo besar-besaran yang dilakukan oleh aliansi mahasiswa dari berbagai universitas
di Indonesia. Peristiwa itulah yang mengubah sejarah, dimana mahasiswa mampu
merubah sistem pemerintahan dan menuntut presiden Suharto turun dari kursi
japabatanya yang sebelumnya telah menjabat presiden selama tiga puluh dua
tahun.
Mahsiswa
juga di sebut sebagain agen of change.
Agen perubahan bangsa yaitu sebagai tolok ukur penyalur aspirasi rakyat,
diharapkan di kala rakyat merasa di sewenang-wenangkan oleh aturan pemerintahan
yang otoriter dan gak adil. Ketika rakyat merasa tertindas dengan ulah para
pejabat tinggi yang tidak memikirkan nasib rakyat dan membuat mereka sengsara,
maka mahasiswa yang selalu berada dibarisan terdepan, siap menggempur dan
mendobrak benteng pemerintahan yang bertindak sewenang-wenang.
Jika persepsi
semua kaalangan sudah sedemikian tinggi
pada mahasiswa, pertanyaannya apakah mahasiswa itu sendiri sudah siap dan
tergerak jiwanya untuk menerima tongkat estafet perjuangan tersebut? Tentu saja
perlui mengoreksi diri untuk mengetahui hal itu.
Dizaman
milenial ini, mahasiswa tergolong ke dalam tiga tipe utama:
Yang pertama
adalah mahasiswa yang terorganisir dalam satu identitas pergerakan tertentu yang
memiliki idealisme, gerakan progresif revolusioner, dan tujuan yang jelas,
tentu juga dengan frim berbeda antar organisasi. Mahasiswa yang seperti ini biasa
disebut mahasiswa aktivis.
Yang kedua adalah mahasiswa akademik yang teridentifikasi secara organisatoris dan
tidak teridentifikasi secaara organisatoris, namun mereka bergerak
sendiri-sendiri secara dinamis dengan idealisme dengan aktivitasnya
masing-masing. Fokus utama mahasiswa tipikal akademis adalah IPK yang tinggi.
Yang ketiga adalah sekelompok mahasiswa apatis yang seakan-akan tidak perduli terhadap suatu hal yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Mahasiswa apatis yang saya sebutkan lebih condong memikirkan dirinya sendiri, sehingga tidak merasakan rangsangan emosional terhadap kejadian atau kondisi yang terjadi disekitarnya. Mahasiswa apatis lebih terlihat sepeerti kupu-kupu (Kuliah pulang-kuliah pulang). Sikap apatisme yang cuek dan seakan tidaak perduli yang melekat pada mahasiswa tipe ini perlu dipertanyakan. Mengapa harus dipertanyakan, bukankah setiap manusia mempunyai kebebasan, tindkan, hak , dan pemikiran sendiri.
Yang ketiga adalah sekelompok mahasiswa apatis yang seakan-akan tidak perduli terhadap suatu hal yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Mahasiswa apatis yang saya sebutkan lebih condong memikirkan dirinya sendiri, sehingga tidak merasakan rangsangan emosional terhadap kejadian atau kondisi yang terjadi disekitarnya. Mahasiswa apatis lebih terlihat sepeerti kupu-kupu (Kuliah pulang-kuliah pulang). Sikap apatisme yang cuek dan seakan tidaak perduli yang melekat pada mahasiswa tipe ini perlu dipertanyakan. Mengapa harus dipertanyakan, bukankah setiap manusia mempunyai kebebasan, tindkan, hak , dan pemikiran sendiri.
Baiklah saudara saudaara perlu digaris bawahi makna dari kata
“Perlu dippertanyakan” adalah memberikan kesadaran akan fungsi dari mahasiswa, tanpa
harus memaksakan untuk masuk kedalam sebuah organisasi ataupun perkumpulan lain.
Teringat sebuah perumpamaan orang jaman dulu, untuk
membangunkan singa yang sedang tertidur adalah dengan mengagetkannya sehingga
singa tersebut bangun dari tidur nyenyaknya. Dan untuk melihat keganasan dari singa
yaitu mengompori sehingga sifat keganasannya bisa muncul. Hal ini berlaku untuk
mahasiswa apatis. Untuk membangun kesadaraannya perlu penyadaran, sehingga dapat
faham dan sadar akan fungsinya sebagai mahasiswa.
Jika bukan mahasiswa yang memperjuangkan nasib rakyat
bawah , lalu siapa lagi. Jika bukan mahasiswa yang berada di garda baris paling
depan dalam melawan dan mengkritisi pemerintah, lalu siapa lagi. Penanaman sikap kritis perlu terus di asah sehingga mampu
malahirkan mahasiswa-mahasiswa yang kritis dan berani serta mampu mendobrak
pemerintah yang nyatanya kini kian kebal hukum dan kebal kritis. Ditambah
kebijakan DPR mengeluarkan undang-undang MD3 yang menyebabkan DPR kian tidak
tersentuh dan terlihat anti kritis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kolom komentar diisi