Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Berkoar Atas Nama Idealisme, Apa Perlunya?

Jumat, 01 Juni 2018

Oleh: Milenia Nur Purti R
Berkoar menuntut segala hal menjadi ideal biasanya dilakukan oleh insan-insan yang memiliki idealisme tinggi. Seperti: sering kita jumpai, baik zaman dulu atau sekarang banyak demonstrasi dilakukan untuk melawan pemerintah yang otoriter. Ya, memang saat itu pemerintahan sedang tidak sehat-sehat saja dan tidak berlaku ideal. Seperti yang sering saya jumpai di kampus tempat saya berkuliah, Universitas Trunojoyo Madura. Sering ada perkumpulan mahasiswa yang menggencarkan aksi. Berbagai persoalan mereka anggkat. Intinya, persoalan itu menyimpang dari yang seharusnya terjadi. Namun, apakah menyuarakan keidealan harus di bungkus dengan kericuhan dan unsur anarkisme?

Berbicara tentang keidealan atau idealisme mahasiswa, sepatutnya diikuti dengan aksi-aksi positif yang menggambarkan pemikiran ideal tersebut. Mencakup Tri Fungsi Mahasiswa. Ya, kita sama-sama mengamini hal itu menjadi acuan bagi mahasiswa untuk menjadi insan-insan yang sehat secara emosional dan rohaninya. Katanya, sih, gitu.

Namun, hal yang menyimpang masih  banyak saya temui di lingkungan sekitar kampus. Hal menyimpang itu cukup kuat untuk mematahkan hakikat Tri Fungsi Mahasiswa sendiri. Penyimpangan tersebut banyak terjadi ketika mahasiswa-mahasiswa menanggapi konflik dalam kampus dengan cara yang berlebihan.

Penyimpangan-penyimpangan itu banyak terjadi di poin generasi perubahan dan control sosial. Contoh penyimpangan pada poin generasi perubahan adalah banyaknya mahasiswa yang melakukan aksi demostran ketika menyampaikan aspirasi atau pendapat mereka. Seingkali di kampus, saya menjumpai perkumpulan mahasiswa aliansi tertentu melakukan orasi terbuka di depan gedung rektorat hingga aksi keliling kampus secara ramai-ramai. Tindakan tersebut dinilai mengganggu aktivitas mahasiswa lain khususnya dalam aspek kenyamanan.

Aksi demo tersebut bisa dinilai sebagai aksi yang telah lampau dilakukan oleh mahasiswa saat ini. Mahasiswa bisa saja menyelesaikan suatu masalah dan menyampaikan aspirasi mereka tanpa membuat aksi aksi tersebut. Bagaimana jadinya jika ketika aksi mahasiswa mahasiswa tersebut berububah menjadi aksi yang anarkis? Saya kira tidak akan menyelsaikan persoalan. Lain cerita jika aksi yang dilayangkan Melalui tulisan seperti cerpen, puisi, dan essai-esai. Kegiatan itu mampu meminimalisir terjadinya aksi demonstrasi yang tentunya berujung dengan kericuhan.

Pada poin control sosial, mahasiswa sering melakukan penyimpangan juga. Sebagai contoh, sering sekali di temukan mahasiswa melakukan tindakan asusila lalu dipublikasikan di media sosial. Penyimpangan yang berbentuk unsur pornogafi inilah yang membuat kebanyakan nama mahasiswa di anggap buruk oleh masyarakat. Karena  seharusnya, individu yang berjudul mahasiswa harus menjaga perilakunya agar dapat ditiru atau menjadi panutan bagi masyarakat yang belum mengecap dunia pendidikan dan belum mempunyai wawasan yang luas. Mahasiswa sebagai pengontrol sosial juga diharapkan mampu menjadi pemimpin ketika mereka telah terjun di masyarakat.

Selain contoh-contoh tersebut, masih banyak lagi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh mahasiswa. Aksi demonstrasi yang dinilai anarkis dan sering memicu kericuhan dan perilaku yang tidak sesuai norma adalah contoh kecil yang terjadi. Di zaman yang semakin maju ini, seharusnya mahasiswa mampu berpikir lebih maju daripada pelajar-pelajar di zaman lampau yang memiliki keterbatasan wawasan. Tidak hanya itu, tujuan adanya Tri Fungsi Mahasiswa diharapkan mampu menjadi pandangan hidup bagi manusia bernama Mahasiswa.

Selain itu, Tri Fungsi Mahasiswa sebagai idealisme  bagi mahasiswa harus tertanam kuat di dasar hati. Karena hal itulah yang membuat mahasiswa tetap dipandang sebagai kaum yang ber akademik tinggi, ber intektual dan berwawasan luas, serta membuat mahasiswa semakin dilihat posisinya ketika mereka telah terjun di dunia masyarakat. Juga; idealisme diperlukan untuk menimbang dan menilai apa yang dilakukan itu baik atau buruk.

Mahasiswa harus terus menyuarakan dan berpegang tegung pada prinsip. Namun, menyuarakan idealisme tidak harus mengunakan aksi demontrasi, pemberontakan, dan tindakan lain yang malah membuat prespektif umum kepada mahasiswa menjadi buruk. Menyuarakan mahasiswa bisa melewati tulisan. Seperti puisi, essai, hingga cerpen yang mengandung idealisme mahasiswa. Karena jika mahasiswa ketika menyuarakan idealismenya menggunakan cara negatif, hal tersebut akan menghasilkan dampak buruk bagi mahasiswa itu sendiri.

Dengan adanya idealisme terutama bagi kaum intelektual bernama mahasiswa, diharapkan dunia pendidikan semakin baik pertumbuhannya. Mahasiswa yang hidup tanpa sebuah idealisme, ia tak ada pegangan untuk melakukan sesuatu dan tidak bisa merubah hati dan pikirannya ke arah yang lebih baik. Mahasiswa yang sudah berpegang teguh pada sebuah idealisme, ia akan berusaha mempertahankan hak-hak mahasiswa dan khalayak umum dan menentang hal-hal yang merugikan. Sebagai agen perubahan, generasi penerus, dan generasi pengontrol, peran ini membantu mahasiswa untuk tetap berada di jalan tersebut.

Segala sesuatu meskipun itu sulit, dengan tekad dan prinsip-prinsip yang kuat, akan terselesaikan. Asalkan dengan kepala dingin, tanpa emosi, dan penuh toleransi. Saling menghormati juga dibutuhkan agar tercapainya tujuan yang dicita-citakan.

Editor: Saudara Birar





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kolom komentar diisi